Fakta ini berbanding terbalik dengan hasil study sebelumnya. Semula dikatakan bahwa pria gay yang bertemu secara online lebih mungkin untuk menikmati seks tanpa kondom dan memiliki lebih banyak pasangan, daripada bertemu mitra potensial dengan cara lain.
Tapi sejak tahun 2009, beberapa aplikasi smartphone, seperti Grindr, Scruff, dan Recon, telah menjadi cara yang digandrungi untuk berhubungan dengan pasangan seksual potensial. Aplikasi-aplikasi untuk kebutuhan khusus komunitas gay itu punya fitur “ajaib”. Aplikasi yang berbasis lokasi ini berfungsi seperti radar gay, melalui fitur GPS (global positioning system). Cukup mengunduh dan mendaftar, pengguna bisa melihat profil-profil gay, mulai dari yang tinggal di radius kurang dari 1 km hingga yang berada nun jauh di seberang lautan.
Grindr, salah satu contoh aplikasi kaum gay, mengklaim telah memiliki 2,5 juta pengguna baru pada tahun 2012. Kemudian di 2013, melaporkan bahwa sudah mengantongi total enam juta pengguna di 192 negara di seluruh dunia. Para peneliti ingin mengetahui apakah penggunaan aplikasi mobile semacam itu telah mengubah perilaku dan risiko infeksi, sehingga mereka mengumpulkan data tentang HIV negatif dari kalangan gay dan biseksual yang menghadiri sebuah pusat kesehatan seksual di Los Angeles, California, antara tahun 2011 dan 2013.
Sebanyak 7184 pria penyuka sesama jenis menjadi partisipan penelitian telah memberikan informasi tentang penggunaan narkoba dan metode jaringan sosial untuk menemukan pasangan seksual potensial. Dari penelitan terlihat hasil bahwa sepertiga (34%) bertemu pasangan seksual secara pribadi (di bar, klub, cafe), diikuti proporsi sedikit lebih kecil (30%) menggunakan kombinasi orang ke orang atau kencan online. Dan proporsi yang lebih besar (36%) mengaku memanfaatkan aplikasi smartphone.
Aplikasi smartphone cenderung disukai oleh pria berpendidikan yang lebih muda (di bawah 40 tahun), dan orang-orang dari latar belakang etnis putih atau Asia. Tak menutup kemungkinan, pengguna Web juga lebih berpotensi menggunakan narkoba, termasuk kokain dan ekstasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa orang-orang yang telah menggunakan aplikasi smartphone untuk berhubungan dengan orang lain untuk seks lebih mungkin untuk memiliki infeksi menular seksual umum daripada mereka yang bertemu pasangan mereka online atau di klub dan bar. Diantara 23% lebih mungkin terinfeksi gonore (infeksi bakteri di alat kelamin), dan 35% lebih mungkin terinfeksi dengan klamidia, meskipun metode pendekatan tidak membuat perbedaan kemungkinan infeksi dengan HIV atau sifilis.
Para peneliti menganalisi bahwa aplikasi smartphone membuat kaum gay lebih mudah dan lebih cepat untuk bertemu dengan mitra potensial daripada online atau metode yang lebih tradisional. Inilah alasan terjadinya kemungkinan anonim pertemuan berisiko, dan berujung infeksi menular seksual. Namun asumsi keseluruhan ini tidak berlaku pabila antar-gay terpisah area yang jauh. (Choi)