UU Cipta Kerja Bakal Direvisi, Pakar ITB: Peluang Untuk Memasukan Aturan Penting yang Tertinggal

UU Revisi

Jakarta, Selular.ID – Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) akan menjalani revisi, setelah disebut inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pasca jalani sidang gugatan uji formil di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (25/11).

Merespon hal itu, Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward menilai, secara kontes permintaan revisi MK tidak menjadi persoalan, karena yang diminta ialah perbaikanya agar sejalan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

“Jadi masih dapat digunakan, hanya perlu dilengkapi dan itu pasti sudah ada, terutama dalam hal landasan pembentukan peraturan perundang-undangan. Dan yang terpenting dengan diberikan kesempatan untuk revisi, hal ini sebenarnya peluang untuk memasukan perihal yang tertinggal sebagai contoh mengenai persaingan usaha yang sehat dangan mengutamakan manfaat bagi masyarakat. Perkembangan teknologi seperti drone yang menggunakan frekuensi dan lain sebagainya,” terang Ian, kepada Selular, Senin (29/11).

Baca juga: Meskipun Diprotes Sana-Sini, UU Ciptaker Ternyata Menembus Kebuntuan Regulasi Bidang TIK

Lalu Ian juga menyoroti soal layanan over the top (OTT) asing yang bebas melengang di Indonesia. Menurutnya melalui revisi ini terbuka peluang kesempatan untuk menekan kembali OTT asing tersebut.

“OTT asing diperbolehkan dengan dengan badan hukum Indonesia sebagai perwakilannya, sehingga bila mendapatkan pajak tambahan bisa mudah menagihnya, dan juga tentu kehadiran mereka kan bisa juga melibatkan tenaga lokal untuk mengisi konten atau lainnya,” lanjutnya.

Baca juga: UU Cipta Kerja Bakal Direvisi, Pakar ITB: Peluang Untuk Memasukan Aturan Penting yang Tertinggal

“Dan penting pula, guna menghadapi era 5G sudah saatnya UU Ciptaker pasca revisi khususnya pada bidang Telekomunikasi, Pos, dan Penyiaran harus pro ke masyarakat dan industri lokal, misalkan dengan menempatkan kandungan lokal yang tinggi,” sambungnya.

Sekedar tambahan, pasca ditetapkan inkonstitusional bersyarat karena cacat formil sebab dalam proses pembahasannya tidak sesuai dengan aturan dan tidak memenuhi unsur keterbukaan, MK secara resmi melarang pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana UU Cipta Kerja selain yang sudah ada, dan juga melarang pemerintah mengambil kebijakan-kebijakan baru yang berdampak luas yang didasarkan atas UU Cipta Kerja selama UU itu belum diperbaiki.

Baca juga: UU Cipta Kerja Memungkinkan Indosat Ooredoo Menggunakan Seluruh Spektrum Pasca Merger

Sedangkan aturan turunan dari UU Cipta Kerja bidang Telekomunikasi, Pos, dan Penyiaran sudah memiliki aturan turunan, seperti misalnya PP No. 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (PP Postelsiar) dan Peraturan Pemerintah tentang Norma Standar Prosedur Kriteria Perizinan Berusaha (PP NSPK) untuk Bidang Komunikasi dan Informatika.

PP NSPK mengatur jenis perizinan berusaha sektor pos, telekomunikasi, penyiaran, dan e-commerce yang disusun berdasarkan analisis perizinan berbasis risiko (Risk Based Approach/RBA), yaitu tingkat risiko usaha rendah, menengah atau tinggi.