Jakarta, Selular.ID – President Director & CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli memberikan pernyataan mengejutkan. Tanpa tedeng aling-aling, ia mengajak para petinggi operator telekomunikasi lainnya untuk ikut memerangi Telkomsel yang dianggap terlalu mendominasi dan memonopoli pasar seluler di luar Jawa.”Saya minta kepada bos operator lainnya untuk ikut bersuara, jangan cuma berani ngomporin di belakang saja,” seru Alex, panggilan akrabnya, dalam pertemuan terbatas tadi malam di Graha Niaga, Jakarta, Selasa (21/6/2016).
Sontak pernyataan tersebut membuat suasana bertambah gaduh. Ketua Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala yang menyesalkan pernyataan bos Indosat Ooredoo itu. Kamilov berpendapat hal yang dilakukan Indosat terhadap Telkomsel tidak etis.
“Mereka sudah tumpang tindih antara sebagai pemain atau regulator. Kampanye yang membandingkan secara langsung dengan kompetitor itu jelas salah di etika pariwara. Soal isu monopoli, kalau memang ada sebaiknya lapor saja ke regulator. Kan di telekomunikasi ada BRTI dan persaingan usaha ada KPPU. Kenapa bikin gaduh dulu di media massa. Ini seperti menggiring opini publik”, ujar Kamilov.
Senada dengan Kamilov, Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais menyatakan bahwa penguasaan market share yang besar dari Telkomsel berkat konsistensinya membangun jaringan hingga ke pelosok Nusantara. Hal itu dapat dilihat dari jumlah BTS yang terus meningkat setiap tahunnya. Hingga saat ini BTS yang telah dioperasikan Telkomsel mencapai 116.000, yang mengcover 95% wilayah Indonesia.
“Satu hal yg harus diapresiasi dan diakui pada telkomsel adalah tugas dan kebermanfaatannya menjalankan pekerjaan rumah pemerintah melakukan pembangunan broadband dan telekomunikasi di luar jawa dan khususnya indo bagian timur. Ini yang tidak dilakukan operator lain”, ujar Hanafi yang merupakan putra dari tokoh nasional yang juga mantan ketua PAN Amin Rais. Hanafi juga tak sependapat dengan tudiangan bahwa regulasi yang berlaku saat ini dinilai lebih menguntungkan Telkomsel. Pasalnya, selama ini yang terjadi Telkomsel dalam beroperasi tak pernah mendapatkan privilege atau keistimewaan dari regulator. Malahan keuntungan yang diperoleh diberikan kepada pemerintah dalam bentuk pajak dan deviden lewat PT Telkom sebagai induk usaha.
“Memang soal kompetisi bebas di industri telekomunikasi begitulah konsekuensinya. Yang pasti, pemerintah tidak bisa buat regulasi yang sengaja untuk memihak salah satu atau dua operator agar ada jaminan profitabilitas. Ini namanya “regulatory capture”, tidak sehat untuk industri. Sebaiknya kalau mau buat aturan maka semua stakeholders dilibatkan.”, tukas Hanafi.