Jakarta, Selular.ID – Keputusan pemerintah memangkas tarif interkoneksi terus menuai polemik. Pemerintah dinilai tidak transparan dalam melakukan perhitungan untuk menurunkan tarif ini.
Dalam perhitungan tarif interkoneksi terbaru dimana tarif ini secara agregat turun sebesar 26 persen, pemerintah dinilai memaksa operator dominan menjual di bawah biaya jaringan. Adanya audit atas kebijakan ini pun lantas disuarakan oleh beberapa pihak.
Ridwan Effendi, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB, mengatakan bahwa apabila memang benar Telkom atau Telkomsel dipaksa menjual jaringannya di bawah biaya jaringan yang sesungguhnya, maka bisa saja terjadi kemungkinan kerugian Negara, sehingga kemungkinan audit terbatas proses perhitungan dibutuhkan.
“Kalau benar begitu, saya mendukung jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan mengaudit BRTI dan Kemenkominfo guna melihat proses perhitungan biaya interkoneksi tersebut,” kata Ridwan.
Sementara itu, menurut Kamilov Sagala, Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI), dalam perhitungan tarif interkoneksi yang dilakukan Badan Regulasi Telekomunukasi Indonesia (BRTI) dan Kementrian Kominfo melanggar aturannya sendiri yakni Permenkominfo 08/Per/M.Kominfo/2/2006 tentang inteekoneksi yaitu pasal 1 tentang ketentuan umum poin 13 dan 14 tentang formula perhitungan dan metode alokasi yang dijalankan tidak konsisten dan kaitan denganpasal 13 dan 14 perhitungan biaya interkoneksi secara transparan dan berdasarkan formula perhitungan.
Menurutnya, kalau tidak memenuhi unsur transparansi dan keadilan, penetapan tarif interkoneksi ini bisa ditindaklanjuti melalui peradilan. “Sekarang kita tunggu saja ada yang mau bawa ke pengadilan atau tidak sebagai pembelajaran ke penguasa dalam mengambil sebuah kebijakan,” ucapnya.