
Jakarta, Selular.ID – Pekan ini berdasarkan informasi yang didapatkan dari sumber redaksi Seluar.ID, menteri Rudiantara telah menugaskan salah satu Plt Dirjen di lingkungan Kemenkominfo untuk menandatangani SE (Surat Edaran) tentang perhitungan revisi tarif interkoneksi. SE tersebut menjelaskan metode atau skema tarif percakapan antar operator yang baru dan disebut- sebut turun hingga mencapai 50%.
Menanggapi revisi tarif interkoneksi tersebut, Wakil Ketua Komisi I DPR, Hanafi Rais, mengatakan bahwa Intervensi pemerintah dalam menentukan harga akan berpotensi kegagalan pasar (market failure). Prinsipnya, pemerintah harus menjaga atmosfer industri selular tanpa mengabaikan daya beli konsumen. Terlalu menekan harga akan berakibat disinsentif utk produsen.
Kalau industri dipandang tidak menarik oleh investor maka pengembangan bisnis bakal terhambat. “Ujungnya, konsumen yang akan rugi kalau menerima pilihan produk yang kurang inovatif dan berkualitas”, ujar putra pendiri PAN Amin Rais ini.
Senada dengan Hanafi Rais, Ridwan Effendi, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB mengingatkan jika penurunan biaya interkoneksi terlalu besar, operator nantinya akan enggan membangun jaringan dan memilih menumpang milik pemain lain.
“Sementara cost recovery operator dominan tidak akan mencapai titik impas. Soalnya mereka menderita kerugian karena dibayar di bawah biaya produksi. Ini jangka panjangnya yang dirugikan pelanggan juga,” terang Ridwan.
Sebagai informasi biaya interkoneksi merupakan biaya jaringan yang dihitung pemerintah menggunakan data operasional operator. Besaran biaya interkoneksi yang sesuai dengan biaya investasi jaringan akan menjamin terjadinya cost recovery yang akan digunakan operator untuk membangun jaringan secara berkelanjutan. Oleh karena itu kebijakan Menkominfo dalam regulasi interkoneksi wajib diimplementasikan berdasarkan cerminan dari biaya investasi setiap operator.
Dalam Peraturan Menkominfo No.8/2006 yang menjadi payung hukum dalam penentuan tarif interkoneksi menjamin pelaksanaan interkoneksi yang transparan, non-diskriminatif dan mengedepankan prinsip cost-based (sesuai biaya) yang dipandang lebih adil bagi para penyelenggara yang berinterkoneksi.