Sabtu, 2 Agustus 2025
Selular.ID -

Menkominfo Terus Didesak Batalkan Revisi Biaya Interkoneksi

BACA JUGA

Menkominfo Rudiantara di Selular Award 2015 (Foto: Hendra/Selular.ID)
Menkominfo Rudiantara di Selular Award 2015 (Foto: Hendra/Selular.ID)

Jakarta, Selular.ID  – Menjelang penetapan revisi biaya interkoneksi yang direncanakan dilakukan pada 1 September 2016, tarik-ulur di kalangan industri telekomunikasi mengenai hal itu belum juga mereda.

Ada pihak yang berusaha agar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara untuk tidak memaksakan menetapkan revisi biaya interkoneksi per 1 September 2016 dengan mengeluarkan Peraturan Menteri (PM).

Sebagaimana yang diutarakan oleh Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala. “Secara etika politik jika Rudiantara tetap keluarkan PM, itu namanya tak menghormati kesepakatan dengan Komisi I DPR sesuai kesimpulan rapat yang mereka gelar pada 24 Agustus lalu yakni menunda adanya penetapan setelah rapat digelar kembali. Rapat dengan Komisi I kan ditunda, ya tunggu dululah,” tegasnya.

Ditambahkannya, penetapan revisi biaya interkoneksi adalah domain kebijakan dari seorang Menkominfo sehingga tanggung jawab ada di pundak Rudiantara. “Saya baca di media kemarin mau dilempar ke Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) untuk umumkan. Lha, Ketua BRTI saja belum ada karena Dirjen  Pos dan Penyelenggaraan Informatika (PPI), masih Pelaksana Tugas. ” tukasnya.

Sekadar informasi, Ketua BRTI biasanya dijabat oleh seorang Dirjen PPI. Hingga saat ini lelang jabatan Dirjen PPI belum menghasilkan pejabat definitif.

Secara terpisah, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Kristiono, juga mengungkapkan pendapatannya. Dia menegaskan  revisi biaya interkoneksi bukanlah sesuatu bahan yang harus dijadikan polemik.

“Revisi kan memang dilakukan setiap tiga tahun sekali karena ingin menyesuaikan dengan luasnya cakupan, kebijakan pemerintah yang punya arah tertentu, sehingga dilakukan penyesuaian,” katanya.

Lebih lanjut menurut  Kristiono, sebetulnya data yang diperlukan untuk revisi interkoneksi sudah jelas.  “Perbedaan itu selalu ada ya, wajar. Karena setiap operator punya kepentingan masing-masing dan tujuan masing-masing. Nah, pemerintah ini kan harusnya menjadi jembatan masing-masing operator dan disepakati yang menguntungkan semuanya,” tegas Kristiono.

Di lain pihak Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto menegaskan, revisi biaya interkoneksi jelas menguntungkan operator yang sahamnya dikuasai asing dan malas membangun jaringan hingga ke pelosok. “Kalau ditetapkan biaya interkoneksi baru, kami akan lapor ke BPK dan KPK,” ancamnya.

Sedangkan salah satu pimpinan di BPK RI Achsanul Qosasi mengaku telah memantau proses penetapan revisi biaya interkoneksi  karena ada potensi kerugian keuangan negara.

Dari informasi beredar, jika biaya interkoneksi ditetapkan turun 26% secara rerata untuk 18 skenario panggilan Telkom Group sebagai badan usaha milik negara, berpotensi mengalami kerugian yang cukup besar dalan lima tahun ke depan.

Potensi kerugian mulai dari penurunan pendapatan hingga Rp 100 triliun, setoran dividen dan pajak ke pemerintah berkurang Rp 43 triliun, hingga investasi belanja modal di daerah rural berkurang Rp 12 triliun.

Jika kebijakan ini benar-benar diimplementasikan per 1 September 2016 nanti, BPK mengaku tak akan mengintervensi, namun akan tetap mengawasi.

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU