Selular.ID – Kinerja Nokia terus membaik di tangan sang CEO Pekka Lundmark. Vendor asal Finlandia itu, mampu membukukan peningkatan pendapatan pada Q4 2022, didukung oleh keuntungan pada seluruh lini bisnisnya.
Berbekal pencapaian apik tersebut, Pekka optimis Nokia dapat kembali mencetak pertumbuhan di tahun ini. Pasalnya permintaan tetap tinggi, meski kondisi ekonomi global cenderung memburuk.
Tercatat sepanjang Q4-2022, penjualan bersih Nokia tumbuh 16% tahun-ke-tahun menjadi €7,4 miliar, dengan unit infrastruktur jaringan tumbuh 14% karena percepatan jaringan optik dan IP.
Jaringan selular tumbuh 3%, karena “pergeseran yang berarti dalam campuran regional”, karena bisnis Nokia di India tumbuh berkat peluncuran 5G. Layanan cloud dan jaringan juga tumbuh 5%.
Peningkatan pendapatan terbesar datang dari divisi teknologi, yang melesat hingga 82% sebagai “penerima lisensi jangka panjang menggunakan opsi”. Penjualan perusahaan juga melonjak, tumbuh 49%.
Dengan pertumbuhan yang kuat di berbagai lini bisnis itu, laba bersih Nokia terkerek naik. Tak tanggung-tanggung, meningkat 364% menjadi €3,2 miliar.
Baca Juga: Bawa Nokia Keluar Dari Krisis, Pekka Lundmark Buktikan Tangan Dinginnya
Lundmark memuji perusahaan karena berhasil “menavigasi tantangan geopolitik, ekonomi, dan pasokan” untuk menjalankan strateginya dan memberikan “kinerja setahun penuh yang kuat”.
Prospek yang dilontarkan CEO Nokia sangat kontras dengan pesaing terdekatnya Ericsson. Terkait pencapaian perusahaan pada Q4-2022, Ericsson memperingatkan sejumlah tantangan yang terjadi pada paruh pertama 2023.
Menurut vendor asal Swedia itu, operator bakal memperketat ikat pinggang mereka sebagai tanggapan terhadap hambatan ekonomi. Kondisi tersebut akan menghambat pertumbuhan pendapatan dan laba perusahaan.
Lundmark mengatakan sementara Nokia “memperhatikan prospek ekonomi yang tidak pasti, permintaan akan tetap kuat”, sehingga pertumbuhan satu tahun lagi sangat mungkin dicapai.
Dengan kinerja yang sangat baik, Pekka menargetkan penjualan bersih Nokia setahun penuh antara €24,9 miliar dan €26,5 miliar, yang akan mewakili pertumbuhan antara 2% dan 8%.
Baca Juga: Moratelindo Gandeng Nokia Tingkatkan Jaringan Transmisi Optik Hingga 24Tb
Pertumbuhan Nokia Pada Q2-2022 Menjadi Modal Berharga
Sejatinya pertumbuhan Nokia yang luar biasa pada Q4-2022, sudah tercermin dalam Q2-2022. Saat itu Pekka Lundmark mengumumkan kembalinya pertumbuhan bisnis Nokia, meskipun mengalami dampak berkelanjutan dari kendala rantai pasokan.
Tecatat penjualan bersih jaringan selular pada Q2-2022, tumbuh 1% tahun-ke-tahun menjadi €2,6 miliar dan menghasilkan “profitabilitas yang solid”.
“Kami berada di tempat yang baik”, komentar Lundmark.
Mantan CEO Fortum itu, mengindikasikan bahwa Nokia saat ini “melacak ke arah yang lebih tinggi dari panduan penjualan bersih kami dan menuju titik tengah panduan margin operasi kami saat kami mengelola inflasi dan hambatan mata uang yang sedang berlangsung”.
Bisnis infrastruktur jaringan mencapai pertumbuhan 12% menjadi €2,2 miliar, dengan jaringan tetap dan jaringan bawah laut terbukti menjadi pendorong utama.
Dari perspektif regional, Amerika Utara “sangat menonjol” dengan peningkatan 19% dalam penjualan bersih. Alhasil, di seluruh lini bisnis, penjualan Nokia meningkat 3% menjadi €5,9 miliar, dan laba bersih melonjak 31% menjadi €460 juta.
Itu adalah kali pertama Nokia mencetak laba. Setelah selama bertahun-tahun tumbuh stagnan dan merugi. Tak pelak, keberhasilan Nokia kembali ke jalur pertumbuhan dan mencetak laba yang cukup signifikan, merupakan kredit tersendiri bagi Pekka Lundmark.
Berkat tangan dinginnya, Nokia menatap masa depan lebih cerah. Padahal, saat mewariskan kepemimipinan dari Rajeev Suri pada 1 September 2020, kondisi keuangan Nokia terbilang babak belur. Nokia yang sebelumnya merupakan pemain kunci, seperti kehilangan arah.
Agresifitas perusahaan telekomunikasi China, terutama Huawei dan ZTE sepanjang lebih dari satu dekade terakhir, membuat Nokia seperti anak kemarin sore.
Padahal vendor yang berbasis di Espoo – Helsinki itu, sudah menggeluti bisnis jaringan telekomunikasi sejak 1990. Bahkan Huawei saat itu belum didirikan!
Kepemimpinan Suri di Nokia dirusak oleh ketidakmampuan perusahaan memproduksi chip utama untuk peralatan 5G, sehingga memaksa Nokia untuk membeli komponen dari pemasok lain.
Hal ini pada akhirnya memotong margin keuntungan, sehingga menyulitkan perusahaan dapat segera keluar dari kubangan kerugian.
Kalah bersaing dalam perlombaan 5G dengan vendor-vendor lain, membuat perusahaan selama beberapa tahun dibekap krisis keuangan.
Tengok saja, pada 2018 Nokia menelan kerugian € 549 juta. Begitu pun pada tahun fiskal 2017, Nokia mencatatkan rugi bersih sebesar 1,49 miliar euro atau setara US$1,8 miliar. Kerugian itu naik dua kali lipat dibandingkan 2016 dimana perusahaan mencatatkan rugi bersih 751 juta euro.
Kerugian yang menggunung, membuat Rajeev Suri terpaksa lengser dari jabatannya digantikan Lundmark. Hebatnya hanya butuh dua tahun bagi Lundmark untuk kembali mengangkat kinerja Nokia seperti pada masa-masa jayanya di era 2G dan 3G.
Baca Juga: Setelah Vodafone Idea dan Airtel, Nokia Pasok Jaringan 5G Jio