Jegal OTT Asing Melalui Revisi UU Cipta Kerja  

Jakarta, Selular.ID – Rencana perbaikan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) setelah disebut inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pasca jalani sidang gugatan uji formil di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (25/11), dinilai sebagai kesempatan baik untuk meramu kembali taji UU tersebut, khususnya pada bidang Telekomunikasi, Pos, dan Penyiaran.

Heru Sutadi, Pengamat telekomunikasi kepada Selular menurutkan isu terkini pada sektor telekomunikasi ialah soal mengatur laju layanan Over The Top (OTT) asing.

“Kan dalam aturan baru mereka tetap tidak diatur, malah mengatur boleh tidaknya pemain lain bekerja sama dengan mereka. Ini yang dirasa janggal. Kemudian kita tahu ada perubahan dalam PP karena tekanan OTT asing yang menulis surat ramai-ramai ke pemerintah saat itu,” tutur Heru.

Baca juga: UU Cipta Kerja Bakal Direvisi, Pengamat: Agar Menyeluruh, Revisi Langsung UU Telekomunikasi dan UU Penyiaran  

Sekedar informasi, pengaturan OTT asing sempat disambut baik pasalnya aturan turunan UU Cipta Kerja, yaitu Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Sektor Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran (RPP Postelsiar) dalam rancanganya kala itu tepatnya pada pasar 14 ayat 1, memasukan aturan yang berbunyi:

Pelaku Usaha di Indonesia dan/atau Pelaku Usaha asing yang menjalankan kegiatan usaha melalui Internet diIndonesia atau memberikan layanan kepada pengguna diwilayah Indonesia dalam menyediakan layanannya harus melalui kerja sama dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi di Indonesia berdasarkan prinsip adil,wajar, dan nondiskriminatif sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan,’

Saat itu ketegasan pemerintah dipuji, karena aturan tersebut berpotensi mampu menekan para OTT asing.

Walapun langkah sigap pemerintah itu direspon protes dari pemain OTT asing, sebut saja seperti Facebook, Google, Netflix, dan Apple yang melalui petingginya untuk kawasan Asia Pasifik, kabarnya telah berkirim surat pada 27 Januari 2021 ke sejumlah menteri yang menyatakan keberatan atas isi RPP terutama Pasal 14 yang mencantumkan kewajiban kerjasama dengan operator telekomunikasi.

Baca juga: UU Cipta Kerja Bakal Direvisi, Pakar ITB: Peluang Untuk Memasukan Aturan Penting yang Tertinggal

Alhasil pasca pengesahanya, pasal 14 dalam PP Postelsiar yang mengharuskan OTT asing wajib bekerjasama dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi di Indonesia ‘hilang’ ketegasan pemerintah terhadap OTT asing pun lenyap ‘ketegasanya’.

Dan penganti pasal itu dikembalikan lagi kepada operator, yang dalam pasar 15 mengamanatkan, bahwa operator bisa melakukan ‘pengelolaan trafik’ dari layanan para OTT tersebut. Bentuk dan materi kerja sama dilakukan berdasarkan yang telah disepakati oleh para pihak.

Pada kesempatan berbeda, Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward, menilai perbaikan pada UU Cipta Kerja juga sangat baik untuk menyisipkan kembali hal penting yang tertinggal.

“Revisi ini terbuka peluang kesempatan untuk menekan kembali OTT asing tersebut. OTT asing diperbolehkan dengan dengan badan hukum Indonesia sebagai perwakilannya, sehingga bila mendapatkan pajak tambahan bisa mudah menagihnya, dan juga tentu kehadiran mereka kan bisa juga melibatkan tenaga lokal untuk mengisi konten atau lainnya,” tegasnya.

Baca Juga: Revisi UU Cipta Kerja Disiapkan Masuk Prolegnas Prioritas di 2022