Jakarta, Selular.ID – Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memberikan sanksi administratif kepada PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (STI) terkait dengan keterlambatan pembayaran BHP IPFR tahun 2019 dan 2020.
Namun demikian, pada tanggal 15 Juli 2021 dan tanggal 30 Juli 2021, Perusahaan yang punya merek dagang Net1 Indonesia mengajukan permohonan keringanan pembayaran Biaya Hak Penggunaan Izin Pita Frekuensi Radio (BHP IPFR) untuk tagihan tahun 2019 dan 2020 kepada Menteri Kominfo sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 2020 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan dan Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Baca juga: Layanan Net1 Indonesia Alami Gangguan, Kominfo Ingatkan Hak Pelanggan
Adapun yang menjadi alasan pengajuan keringanan BHP IPFR adalah kesulitan likuiditas keuangan STI.
Disamping permohonan keringanan tersebut, STI telah mengakui besaran BHP IPFR tahun 2019 (tahun keempat) yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kominfo Nomor 631 Tahun 2019 tentang Besaran dan Waktu Pembayaran Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Tahun Keempat yang menjadi objek gugatan TUN. STI juga mencabut gugatan TUN untuk BHP IPFR Tahun 2020 (tahun kelima), serta mencabut gugatan perdata.
Dengan adanya permohonan Keringanan tersebut proses penagihan dan pelimpahan atas PNBP terutang yang diajukan keringanan, yaitu BHP IPFR 2019 dan BHP IPFR 2020 ditunda pelaksanaannya.
Baca juga: Implementasi Tahap Awal 5G XL Axiata Bakal Sasar Pelanggan Mobile
Selanjutnya, Kementerian Kominfo bakal melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen dan penelitian substansi permohonan keringanan PNBP dengan melibatkan aparat pengawas internal pemerintah dan Instansi Pemeriksa sebagaimana diatur dalam PP 59/2020.
Sekedar tambahan, PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia diketahui belum membayar BHP izin frekuensi untuk tahun 2019 dan 2020 dengan total tunggakan dan denda per tanggal 1 Juni 2021 sebesar Rp 442 miliar.
STI sendiri merupakan pemegang Izin Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler pada pita frekuensi 450 MHz berdasarkan Keputusan Menteri Kominfo Nomor 1660 Tahun 2016 tertanggal 20 September 2016.
Baca juga: Komersialisasi 5G XL Axiata Sudah di Depan Mata, Smartfren Menyusul?
Sebelumnya pengamat telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung, Muhammad Ridwan Effendi menegaskan sudah seharusnya pelaku industri telekomunikasi memiliki keseriusan dalam mengelar usahanya.
“Industri telekomunikasi itu merupakan industri yang highly regulated dan cont intensive, sehingga diperlukan keseriusan dalam berusaha. Kalau niatnya berusaha, cost yang timbul seperti BHP frekuensi seharusnya dibayar walaupun perusahaan belum untung sekalipun,” tutur Ridwan kepada tim Selular.