Bincang Eksekutif: Mengukur Dampak Perang Teknologi AS Vs China

Mengukur Dampak Perang Teknologi AS Vs China

Jakarta, Selular.ID – Perang dagang antara AS dan China yang merebak sejak 2015 nyatanya tak kunjung usai, meski kepemimpinan di Gedung Putih telah beralih dari Donald Trump ke Joe Biden.

Alih-alih mereda, perselisihan kedua negara tersebut bahkan melebar menjadi pertarungan teknologi. Dalam perintah eksekutif yang mulai berlaku pada 2 Agustus 2021, Joe Biden mengambil kebijakan tegas yang memukul 59 perusahaan China termasuk raksasa komunikasi Huawei dan Bytdance perusahaan pemilik platform video pendek TikTok. Daftar perusahaan terlarang itu akan diperbarui secara bergulir. Kebijakan ini memperluas perintah yang sebelumnya dikeluarkan oleh mantan presiden Donald Trump.

Tak dapat dipungkiri, Huawei menjadi titik terpanas dari perseteruan geopolitik AS dan China saat ini. Didirikan pada 1987, Huawei saat ini memiliki tenaga kerja sebanyak 194.000 beroperasi di 170 negara. Pada 2019, omset tahunannya mencapai US$122,5 miliar.

Pada 2012, Huawei melampaui pesaing terdekatnya Ericsson Telephone Corporation dari Swedia yang berusia 136 tahun sebagai pemasok peralatan telekomunikasi terbesar di dunia dengan 28 persen pangsa pasar global. Pada 2019, Huawei mengungguli Apple sebagai pembuat ponsel terbesar kedua dunia setelah Samsung.

Pertumbuhan yang luar biasa sepanjang 2018 – 2019, membuat perusahaan yang berbasis di Shenzhen itu, menargetkan dapat mengambil alih posisi vendor nomor satu dunia dari Samsung pada 2020. Namun bencana datang saat AS mengambil kebijakan tegas pada akhir 2019. Melarang pemasok chip dan komponen dari AS berbisnis dengan perusahaan China tersebut.

Alih-alih mampu mengkudeta Samsung, Huawei kini justru berada dalam mode “bertahan hidup”, akibat pembatasan AS yang mencekik pasokan chip yang digunakan dalam ponsel cerdas dan peralatan telekomunikasi.

Gedung Putih menyatakan keputusan sanksi terhadap perusahaan China, termasuk Huawei, diambil karena ancaman mata-mata dari China semakin luar biasa. Kebijakan tersebut tentu memicu protes China, pasalnya selain membatasi dan merugikan bisnis dari perusahaan- perusahaan negeri tirai bamboo, sanski tersebut juga merugikan investor global, termasuk dari AS sendiri.

Dan persaingan teknologi menurut para analis telah menjadi faktor utama dalam kompetisi dan perselisiah perdagangan AS dan China, yang ujung dampak persaingan itu mengarah pada ratai pasok teknologi secara global yang berbasis di Asia dan Amerika Serikat.

Persaingan ini juga tak dipungkiri bakal bermuara pada biaya pengembangan teknologi yang akan mejadi lebih mahal, dan mau tidak mau berdampak pula kepada konsumen dunia.

Seperti apa dampak dari perseteruan yang kini tengah tejadi antara AS dan China? Apa saja kerugian yang dialami konsumen? Bagaimana ujung dari perang teknologi tersebut? Ikuti program Bincang Eksekutif live di platform Instagram pada Rabu, 1 September 2021.

Program talk-show ini akan menghadirkan Didin Nasirudin, Managing Director Bening Communication/Pemerhati Politik Amerika Serikat. Kunjungi tautan berikut ini: Instagram.com/selularid

View this post on Instagram

A post shared by Selular.ID (@selularid)