Jakarta, Selular.ID – Setelah mengantongi izin untuk menggelar jaringan 4G LTE di frekuensi 450MHz secara nasional, Net1 Indonesia mulai mengaktifkan layanannya tahun ini. Dimulai dari Aceh, Banten, Lombok, Sulawesi Selatan, Maluku, dan yang terbaru di Pulau Dewata Bali. Lokasi-lokasi itu merupakan area operasional Ceria, layanan CDMA milik Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (STI).
STI saat ini tengah men-swap jaringan CDMA Ceria ke jaringan 4G LTE Net1. Hingga akhir Juli 2017, layanan Net1 sudah mengudara di enam kota yang disebut di atas. Targetnya, seluruh wilayah operasional Ceria, akan migrasi sepenuhnya ke Net1, pada akhir tahun 2017.
Sejak Desember 2105, STI bekerjasama dengan AINMT, operator asal Swedia yang mempunyai brand Net1 (yang juga berjalan di frekuensi 450MHz) di sejumlah negara. Maka dari itu, produk pengganti Ceria milik STI, diberi nama Net1 Indonesia.
Namun berbeda dengan operator 4G nasional lain yang fokus pada konsumen perorangan atau B2C (Business-to-Consumer), Net1 akan fokus kepada pelanggan industri, alias corporate, atau dikenal dengan istilah B2B (Business-to-Business).
Kepada Selular.ID, Larry Ridwan, President Director & CEO, Net1 Indonesia, mengatakan bahwa Net1 akan fokus kepada layanan data di area pedesaan dan sub urban. Sehingga ideal bagi keperluan pertambangan, perkebunan, perikanan, pariwisata, dan industri lain yang letaknya di pelosok nusantara.
“Frekuensi 450MHz itu kelebihannya adalah coverage, daya pancarnya jauh. Satu BTS bisa mencapai 100KM. Dengan begitu tentu lebih efisien,” papar Larry kepada Selular.ID di kantor STI di Jakarta (23/8/2017).
Tapi aset Net1 terbatas, Larry melanjutkan, STI punya kapasitas 7,5MHz x 2 blok yaitu 15MHz FDD di 450MHz. Tidak banyak. Jadi strategi bisnis harus disesuaikan.
Meski begitu, Larry tetap optimis. “Dari segi opportunity, pertama penetrasi broadband di rural dan sub urban masih rendah. Dan di Indonesia, di dunia B2B atau industri, belum ada operator yang serius menggarap hal-hal seperti IoT di pertambangan dan perkebunan. Ada banyak teknologi komunikasi yang bisa diterapkan di sana,” paparnya.
Larry mengungkapkan pertama karena tidak ada konektivitas, karena letaknya di rural. Kedua, karena tidak ada konektivitas tadi, hal-hal seperti sensor IoT, di pertambangan, jadi tidak ada. Nah, Net1 ingin masuk ke situ, karena ada kesempatan.
“Berdasarkan dua hal itu, antara apa yang kita punya dan kesempatan yang ada, secara perusahaan, untuk jangka panjang kita harus fokus ke B2B. Yang sangat corporate. Giving out connectivity, giving out solution, segala macam. Itu end goal-nya,” ujarnya.
Meski begitu, Larry menyadari dunia ritel juga masih ada kesempatan. Tapi perusahaannya harus selected, karena tidak punya asset banyak yang bisa menjalankan super mass retail service.
“Bahkan arsitektur network kita lebih ke B2B-centric rather than retail-centric. Jadi secara jangka panjang ya B2B,” pungkas Larry.