JAKARTA, SELULAR.ID – Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) berharap proses lelang spektrum 700 Mhz dan 26 Ghz tidak memberatkan operator seluler.
Wakil Ketua ATSI, Merza Fachys yang menuturkan hal tersebut di acara Selular Business Forum (SBF), Senin (14/11/2023).
Merza di hadapan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebut operator seluler saat ini tengah berdarah-darah.
Mereka pun minta tolong ke Kominfo terkait masa depan industri telekomunikasi Indonesia.
TONTON JUGA:
Dengan akan dilakukannya lelang frekuensi, ATSI berharap proses tersebut dapat berdampak pada keberlanjutan industri telekomunikasi tanah air.
Baca juga: ATSI Sebut Kondisi Operator Seluler Indonesia Serupa Nakes Era Pandemi Covid-19
“Mudah-mudahan semua spektrum, baik itu low, middle, atau high band akan dapat tersedia dan dilelang dengan cara yang sehat, yaitu tidak memberatkan para pemain infrastruktur ini dan kita semua tumbuh lebih baik lagi. Kita tahu bahwa 5G ada salah satu kesempatan,” pungkasnya.
Merza juga berharap para pemenang lelang nantinya tidak dibebankan dengan kewajiban untuk membangun infrastruktur telekomunikasi di pedesaan.
“Operator sudah berdarah-darah supaya memenangkan lelang tetapi dibebankan kewajiban membangun jaringan di pedesaan. Pelaku industri tentu akan merasa berat,” harapnya.
Wakil Ketua ATSI Merza Fachys juga curhat industri telekomunikasi berubah pesat dalam satu dekade terakhir, dari semula layanan telekomunikasi melayani telepon dan SMS, kini mayoritas untuk penggunaan internet.
Baca juga: Pinjol Meningkat 71 Persen, Pada Juni 2023, Pinjaman Untuk Pemuda Capai Rp2,3 Juta
“Dan, ternyata untuk menyiapkan infrastruktur internet agak beda dengan zaman dulu waktu melayani telepon dan SMS,” ujar Merza di Seluler Business Forum, Jakarta, Senin (13/11/2023).
Merza menyampaikan kondisi industri telekomunikasi saat ini yang disebutnya sedang tidak baik-baik saja. Hal itu yang membuat ATSI curhat ke pemerintah.
ATSI telah melakukan kajian yang berkolaborasi dengan APJII, Apjatel, dan Askalsi kemudian menggaet konsultan terkait dengan rasionalisasi PNBP dan perizinan yang sudah sampai ke Presiden Joko Widodo.
Hasilnya, dibentuk task force dan joint planning, di mana Menkominfo Budi Arie Setiadi menugaskan Dirjen SDPPI dan Dirjen PPI membahas insentif PNBP bagi industri telekomunikasi.
“Regulatory charge saat ini menurut kajian global sudah berada di area tidak sehat. Kenapa? karena sudah menyerap 12% pendapatan, sedangkan kalau mau sehat industrinya itu harus di bawah 10%. Regulatory charge tidak hanya frekuensi tapi ada beberapa hal lainnya, namun yang terbesar itu frekuensi,” tutur Merza.
“Pendapatan operator saat ini tidak setinggi di masa lalu. Saat ini, pendapatan industri operator seluler hanya tumbuh 5,6%. Padahal, BHP frekuensi pertumbuhannya lebih dari 10%, sehingga tumbuhnya pendapatan ini tidak seimbang dengan regulatory charge yang kita bayar. Begitu juga pertumbuhan trafk mencapai 80,7% tidak berkontribusi signifikan terhadap peningkatan pendapatan operator,” ungkapnya.
Sementara itu, di era digital, industri telco memiliki peran penting dalam mendongkrak ekonomi digital Indonesia.
Indonesia memiliki potensi meraup ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara mencapai USD 130 miliar pada tahun 2025 dan menyentuh USD 360 miliar di 2030.
Baca juga: Wakil Ketua ATSI : Kondisi Seluler Saat ini Sedang Tidak Baik-Baik Saja