Geliat Merger dan Akuisisi Perusahaan Telekomunikasi yang Curi Perhatian Sepanjang 2021

Selular.ID – Di tengah pandemi covid-19 yang masih berlangsung, aksi merger dan akuisisi cukup ramai dilakukan beberapa perusahaan telekomunikasi, yang tak dipungkiri dilakukan untuk tujuan ekspansi.

Peneliti ekonomi digital Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda  menjelaskan ke pada Selular, catatan penting dari adanya merger industri telekomunikasi menunjukkan industri ini mulai berkonsolidasi.

“Suksesnya Indosat Ooredoo- Hutchison 3 Indonesia (H3I) untuk merger, dan wancana Smartfren-XL Axiata merger tak dipungkiri untuk memperluas pangsa pasar, meningkatkan teknologi, dan efisiensi operasional. Maka saya melihatnya merger yang terjadi di industri telekomunikasi membawa efek positif terhadap pengembangan ICT kita,” terangnya, Kamis (30/12).

Maraknya aksi merger ini diharapkan Huda mampu memberikan pesaingan yang lebih kuat kepada Telkomsel kedepan.

Baca juga: Infografis: Jumlah Pengguna Selular Pasca Merger Ooredoo dan Tri Hutchison

“Ekosistem yang dibuat oleh Indosat Ooredoo saya rasa sangat bagus dan sesuai dengan kondisi industri dan kebutuhan masyarakat. Industri telekomunikasi saat ini memang mengarah ke pengembangan ekosistem. Telkom sudah ada layanan internet kartu, broadband, hingga 5G. Indosat Ooredoo dan XL Axiata saya rasa juga harus melakukan hal yang sama untuk tetap bisa bersaing. Pada akhirnya konsumen yang akan diuntungkan dari adanya peningkatan dan pengembangan industri telekomunikasi,” lanjut Huda.

Dan dari efeisiensi yang dihasilkan, kemampuan provider pun bakal meningkat untuk dapat membangun infrastruktur seperti tower dan BTS dan penambahan daya modal dari perusahaan provider.

“Harapannya adalah mereka dapat membangun di daerah-daerah yang belum terjamah sinyal internet kuat. Namun ada faktor lainnya yang menyebabkan provider mau membangun di kawasan 3T, yaitu jaminan konsumen. Ini yang bisa menyebabkan provider enggan membangun tower ataupun BTS di daerah 3T,” paparnya.

Untuk lebih detailnya, tim Selular telah merangkum sejumlah merger dan akuisisi yang mencuri perhatian sepanjang 2021, berikut rangkumanya.

Merger Indosat – H3I

Merger Indosat dan H3I

Penggabungan usaha Indosat Ooredoo-H3I menjadi Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) telah mendapat restu dari regulator, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemegang saham pada 28 Desember 2021 lalu.

Nilai kesepakatan penggabungan dua perusahaan telekomunikasi ini disebut mencapai USD 6 miliar atau sekitar Rp 85,5 triliun (kurs Rp 14,24 per USD).

Indosat Ooredoo Hutchison pun dikalim bakal berada pada posisi kuat, dan menduduki posisi ke dua sebagai perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia dengan perkiraan pendapatan tahunan hingga USD3 miliar atau sekitar Rp43 triliun.

Penggabungan Indosat dan H3I akan menyebabkan CK Hutchison menerima saham baru di Indosat Ooredoo hingga 21,8 persen dari Indosat Ooredoo Hutchison.

Pada saat yang sama, PT Tiga Telekomunikasi akan menerima saham baru Indosat Ooredoo hingga 10,8 persen dari Indosat Ooredoo Hutchison. Bersamaan dengan penggabungan bisnis, CK Hutchison akan mendapatkan 50 persen saham dari Ooredoo Asia dengan menukar 21,8 persen sahamnya di Indosat Ooredoo Hutchison untuk 33 persen saham di Ooredoo Asia.

Baca juga: Sudah Penuhi Persyaratan, Ini Susunan Dewan Komisaris dan Direksi Indosat-H3I Pasca Merger

Kemudian, CK Hutchison juga akan mendapatkan tambahan 16,7 persen kepemilikan di Ooredoo Group lewat transaksi senilai US$387 juga. Menyusul transaksi di atas, Para Pihak akan masing-masing memiliki 50 persen dari Ooredoo Asia, yang akan diberi nama baru yaitu Ooredoo Hutchison Asia dan memiliki 65,6 persen saham dan kendali atas Indosat Ooredoo Hutchison.

Pada akhir transaksi, Indosat Ooredoo Hutchison akan dikendalikan secara bersama-sama oleh Ooredoo Group dan CK Hutchison.

Perusahaan gabungan akan tetap terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dengan pemerintah Indonesia memiliki 9,6 persen saham, PT Tiga Telekomunikasi Indonesia memiliki 10,8 persen saham, dan pemegang saham publik lainnya memiliki kira-kira 14,0 persen saham.

Smartfren – Moratelindo

Akhir Mei 2021 lalu, Smartfren melalui anak usahanya PT Smart Telecom (Smartel) mengakuisisi 20,5% saham Moratelindo dengan nilai pembelian sebesar Rp 360 miliar. Moratelindo sendiri merupakan perusahaan penyedia infrastruktur serat optic untuk jaringan telekomunikasi.

Penandatanganan perjanjian penyertaan saham bersyarat antara Smartel dengan pemegang saham Moratelindo yakni PT Candrakarya Multikreasi (CKM) dan PT Gema Lintas Benua (GLB) berlangsung pada 25 Mei 2021.

Dengan penyertaan modal saham tersebut, Smartel akan menjadi pemegang saham minoritas, tidak menjadi pemegang saham pengendali, dan tidak menempatkan pengurus di Moratelindo.

Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys mengatakan, kolaborasi dengan Moratelindo merupakan langkah terobosan guna mempercepat persiapan sarana dan prasarana untuk menggelar 5G di Indonesia.

Akuisisi tersebut merupakan langkah strategis yang dilakukan Smart Telecom. Kabel serat optik Moratelindo yang terbentang lebih dari 50.000 kilometer, dapat membantu penetrasi Smartfren lebih dalam, khususnya saat 5G diimplementasikan. Dengan langkah yang telah diambil itu diharapkan perusahaan dapat memperkuat jaringan telekomunikasi, khususnya perihal kabel serat optik, untuk menyambut 5G.

Di luar itu, Smartfren juga terus mengembangkan infrastruktur BTS 4G secara gencar. Merza menyebut, sampai akhir tahun 2020 jumlah BTS 4G yang dimiliki oleh Smartfren mencapai hampir 39.000 unit atau tumbuh 25% dari realisasi di tahun sebelumnya. Manajemen Smartfren pun mengharapkan adanya pertumbuhan jumlah BTS yang lebih baik di tahun ini.

Sekedar tambahan pula Smartfren mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) sekitar US$ 250 juta—US$ 300 juta di tahun 2021. Capex yang berasal dari kas internal dan pinjaman bank tersebut rencananya dipakai untuk menambah BTS 4G sekitar 4.000 unit.

Baca juga: Tren Merger Operator Seluler, Mastel: Pemerintah Perlu Bersiap Hadapi Era Industri yang Terkonsolidasi

Menurut Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Muhammad Ridwan Effendi menilai akuisis Smartfren kepada Moratelindo saling melengkai, sekedar informasi Moratelindo sendiri juga dinilai sebagi perusahaan yang andal dalam mengatasi tantangan penggelaran layanan 5G di Indonesia, yaitu soal ketersediaan kapasitas jaringan penghubung ke semua pemancar, yang hanya bisa dilakukan menggunakan teknologi fiber optik.

“Memang untuk menggelar 5G perlu memiliki kombinasi tersebut, Smartfren memiliki jaringan selular, sementara Moratelindo kuat di fiber optik, base transceiver station (BTS) 5G itu harus dikoneksikan ke core network via fiber optik,” jelas Ridwan.

Sehingga langkah yang akuisisi yang diambil tersebut menjadi sangat relevan, dan menjadi salah satu jalan terbaik untuk memperkuat perusahaan telekomunikasi di era 5G.

XL Axiata – Link Net

XL Axiata dan Axiata Group Berhad dilaporkan mengakuisisi Link Net dengan mengambil alih sebanyak 1.816.735.484 saham yang mewakili sekitar 66,03 persen dari jumlah modal disetor.

Sebelumnya, Group Head Corporate Communication XL Axiata Tri Wahyuningsih mengatakan, aksi korporasi untuk mengakuisisi Link Net saat ini masih berproses sebagai bagian dari upaya untuk dapat mendorong pengembangan bisnis layanan digital XL Axiata.

“Saat ini XL Axiata masih fokus untuk menyelesaikan tahapan rencana akuisisi tersebut. Dan kami juga masih terus fokus untuk mengembangkan bisnis layanan XL Home sesuai rencana bisnis yang sedang berjalan,” papar Ayu.

Merespon hal tersebut Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ITB Ian Yosef M, menjelaskan akses korporasi tersebut dapat memperkuat perusahaan baik itu dari sisi permodalan, perencanaan hingga pembangunan dan operasional. “Jadi kedepan mereka akan lebih efesien, termasuk pada pemanfaatan aset yang pastinya akan optimal,” kata Ian kepada Selular.

Kemudian dari sisi laju bisnis kedepan, Ian menilai akusisisi XL Axiata terhadap Link Net pun sangat menguntungkan bagi ke dua perusahaan, yang dimana kedepan bakal menambah pelanggan dan juga sumber pendapatan baru.

Sebagai catatan, pada kuarta I/2021 Link Net memiliki total homepass mencapai 2,7 juta, dengan 66 persen atau sebanyak 1,8 juta dari total homepass atau jaringan serat optik yang telah melewati rumah-rumah berada di Jabodetabek, Serang dan Cilegon.

Jumlah rumah yang terlewati jaringan tersebut merupakan pasar potensial bagi perusahaan serat optik. Sementara XL Axiata sendiri Hingga saat ini telah memiliki kabel serat optik sepanjang 113.000 kilometer.

Baca juga: Merger Operator Seluler, Pengamat: Tidak Ada Potensi Monopoli, Persaingan Usaha Akan Tetap Sehat

Kemudian XL Axiata juga menargetkan total titik yang akan terhubung serat optik pada 2021 mencapai 19.000 titik (site). Serat optik yang digelar XL Axiata merupakan bagian dari upaya perusahaan menuju 5G, sekaligus untuk mendorong penetrasi layanan internet rumah mereka, XL Home.

“Maka dengan rencana menggelar 5G tentu saja memerlukan backbone optik yang baik, awal pembangunan akan dikejar di kawasan padat ataupun industri. Karena link net sendiri dengan Lippo Group memiliki banyak kota kota satelit maupun industri, maka ekosistemnya dapat dibentuk dari infrastruktur, broadband IoT ke perumahan maupun industri dan lain sebagainya. Lippo sebagai pengelola Kawasan pun tentu akan diuntungkan bisa sebagai promosi hingga pemanfaatan infrastruktur pengembangan 5G,” tandasnya.