Jakarta, Selular.ID – Ooredoo Group dan CK Hutchison Holdings Limited kembali memperpanjang periode eksklusivitas Memorandum of Understanding (MoU) yang tidak mengikat secara hukum hingga 23 September 2021, terkait kemungkinan transaksi menggabungkan Indosat Ooredoo dan 3 Indonesia.
Kesepakatan kedua belah pihak antara Ooredoo dan CK Hutchison Holdings Limited seharusnya sudah berada di babak final pada hari ini, Senin, 16 Agustus. Yang dimana sebelumnya juga telah mengalami dua kali perpanjangan waktu finalisasi perjanjian, yaitu pada 30 Juni dan 30 April 2021.
Baca juga: Rencana Merger Indosat Ooredoo-Tri Indonesia Kembali Mundur Hingga 23 September 2021
Menurut Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Ridwan Effendi dugaan mundurnya proses merger karena proses uji tuntas atau due diligence.
“Dugaan saya mundurnya proses merger karena proses due diligence dari masing-masing pihak, yang nantinya menentukan berapa persen kepemilikan saham masing-masing pihak,” terang Ridwan kepada Selular, Kamis (19/8).
Dan yang menarik dari sisi kepemilikan frekuensi gabunganya memang bakal menghasilkan di 1800 dan 2100 Mhz, bahkan besaranya bisa menjadi dua kali kepemilikian pada operator lain di band yang sama.
Baca juga: Tahap Perkenalan, XL Axiata Gelar Demo Layanan 5G di 4 Kota
“Sehingga frekuensi tersebut sudah menjadi pita 5G, potensinya menjadi tidak lagi tertandingi. Tentunya pata tahap ini nantinya harus ada kajian Herfindahl Hirschman Index (HHI) apakah ini mengganggu persaingan usaha ataua tidak,” sambungnya.
Dan jika proses merger berhasil Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) biasanya berkerja post audit. “Dan jika dinyatakan ‘OK’ oleh KPPU maka iklim persaingan usaha di Indonesia akan jauh lebih baik, karena tinggal 4 operator selular yang beroperasi,” terangnya.
Kemudian jika gagal, tentu juga mejadi tantangan bagi Indosat Ooredoo dan Tri Indonesia, yang dimana menurut pengamat yang juga berprofesi sebagai dosen ITB bakal menjadi titik lemah bagi mereka, karena sumberdaya dan permodalannya tidak besar kalau berjalan masing-masing.
Baca juga: XL Axiata Siap Perluas Cakupan dan Percepatan Ekosistem 5G di Indonesia
Ditambah memang persaingan di industri telekomunikasi semakin berat, dan karena cenderung bergerak begitu cepat untuk memperkuat laju bisnisnya kedepan, terlebih di era 5G menyapa Indonesia.
XL Axiata sebelumnya juga diketahui mengakuisisi Link Net dengan mengambil alih sebanyak 1.816.735.484 saham yang mewakili sekitar 66,03 persen dari jumlah modal disetor. Membuat operator yang bermarkas di Jakarta Selatan itu memiliki kombinasi yang kuat, seperti Telkomsel dan Telkom.
Dan Smartfren pun juga demikian memiliki langkah serupa XL Axiata, melalui anak usahanya PT Smart Telecom (Smartel) telah mengakusisi saham milik Moratelindo, dengan jumlah saham yang diakuisisi setara 20,5 persen dari total modal yang ditempatkan Moratelindo. Sedangkan nilai pembelian sahamnya sendiri ialah sebesar Rp360 miliar.
Sekedar informasi Moratelindo sendiri dinilai sebagi perusahaan yang andal dalam mengatasi tantangan penggelaran layanan 5G di Indonesia, yaitu soal ketersediaan kapasitas jaringan penghubung ke semua pemancar, yang hanya bisa dilakukan menggunakan teknologi fiber optik.