Jakarta, Selular.ID – Konflik tarif interkoneksi yang terjadi saat ini, tidak lepas dari keputusan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) merilis Surat Edaran Nomor 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/
Surat tersebut berisi acuan biaya interkoneksi terbaru dengan Rp 204 per menit dari Rp250 per menitnya. Dan, operator telekomunikasi pun diharapkan untuk mengimplementasikan biaya panggilan lintas operator tersebut.
Dalam prosesnya, penerapan tarif interkoneksi yang baru, ditunda oleh pemerintah. Terlepas dari penundaan itu, kebijakan Kominfo merilis surat edaran mengenai tarif interkoneksi yang baru, nilai cacat hukum. Hal tersebut disampaikan, Sony Maulana Sikumbang, Dosen Ilmu Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Sony menerangkan, keputusan Kominfo tersebut dinilai cacat hukum. Sebab, dalam mengimplementasikan yang menyangkut dengan masyarakat, tidak bisa mengacu pada Surat Edaran.
“Surat Edaran itu hanya untuk perusahaan dan itu internal, bukan yang menyangkut orang banyak, seperti masyarakat. Surat Edaran Kominfo itu bisa diikuti dan bisa juga tidak,” ujar Sony dalam seminar bertema “Aspek Persaingan Usaha dalam Penetapan Biaya Interkoneksi, di Jakarta.
Sony melanjutkan, saat ini sudah ada ribuan Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Lembaga dan Kementerian. Tetapi, dari Lembaga dan Kementerian tersebut, hanya Bank Indonesia yang memiliki kekuatan dalam mengeluarkan Surat Edaran.
“Surat Edaran tidak bersifat mengikat. Satu-satunya Surat Edaran yang mengikat itu hanya Bank Indonesia, karena sudah dilakukan sejak dulu. Kalau Surat Edaran Kominfo tidak dikenal dalam perundang-undangan,” sebutnya
Maka dari itu, kata dia, terkait dengan penetapan biaya interkoneksi berdasarkan Surat Edaran dinilai tidak tepat untuk mengatur masyarakat. Bahkan, Sony mempertanyakan soal dasar pembentukan Surat Edaran tersebut dari sisi substansi hukumnya.
“Perintahnya tidak ada. Secara substansi kewenangan pun tidak ada yang mengatur itu,” tandasnya.