Jakarta, Selular.ID – Periode 2012 – 2015 bisa disebut sebagai tahunnya Evercoss. Merek lokal ini sukses bertransformasi dari feature phone ke smartphone. Pencapaian tersebut ditandai dengan kokohnya Evercoss di posisi elit meski terus digempur para pesaing.
Merujuk pada hasil riset Counterpoint, Samsung menguasai 32,9% pasar smartphone Indonesia di Q1-2015, naik dari sebelumnya yang ‘cuma’ 26,4%. Di posisi runner-up Evercoss dengan 13,1%, turun tipis dibandingkan pada Q4-2014 yang sempat mencetak market share 13,4%.
Meski demikian, Evercoss sukses melewati Andromax yang tergeser ke posisi ketiga dengan 12,8%, Advan di posisi empat (7,1%) dan Oppo (6,1%) yang melengkapi daftar lima besar.
Sementara untuk pasar gabungan di periode itu (feature phone dan smartphone), Samsung tetap menduduki posisi puncak dengan 21,2%. Evercoss pun masih nyaman di posisi kedua dengan 18,2%, kemudian disusul Microsoft (10,9%), Mito (8,5%) dan Smartfren (6,7%).
Dengan pencapaian yang terbilang stabil, Evercoss pun yakin bisa lebih bertaji di pasar domestik. Alhasil, brand yang dulu mengusung nama Cross ini bahkan sempat mematok target cukup tinggi pada 2016, yakni 20 persen.
“Target pangsa pasar kami adalah 20% dari total pasar nasional,. Kami estimasi tahun ini total smartphone sedikit berkurang dari jumlah tahun lalu, jadi kira-kira total tahun ini 40 juta-an smartphone,” ungkap Ricky Tanudibrata, Direktur Marketing Evercoss (saat itu).
Ambisi dan target sejatinya merupakan hal biasa bagi perusahaan. Apalagi di era peralihan dari 2G ke 3G, Evercoss menjadi salah satu brand yang popular di Indonesia. Pun demikian, untuk mencapai target yang tergolong ambisius itu tentu dibutuhkan strategi jitu. Faktanya, dalam dua tahun terakhir, nama Evercoss bahkan tak terlihat bertengger di posisi lima besar.
Lembaga riset terkemuka, IDC mengungkapkan, sepanjang kuartal ketiga 2017, penguasaan pasar lima posisi teratas adalah Samsung (30,09%), Oppo (25,5%), Advan (8,3%), Vivo (7,5%), dan Xiaomi (6,2%), sisanya sebanyak 22,5% dibagi merek-merek lainnya.
Alih-alih memperbesar market share, posisi Evercoss bahkan harus rela digusur oleh Advan yang kini menjadi vendor ponsel lokal terbesar.
Vendor-Vendor China
Merosotnya pamor Evercoss tentu saja merupakan imbas dari kerasnya persaingan. Kita ketahui, dalam tiga tahun terakhir, brand-brand global khususnya China terus memborbardir pasar dengan pilihan produk dengan harga terjangkau namun dengan spesifikasi yang mumpuni.
Berkat agresifitas sejumlah pemain utama, seperti Xiaomi, Oppo, Lenovo Motorola, dan Vivo, lembaga riset terkemuka IDC mencatat, pangsa pasar smartphone asal China terus melonjak siginifikan.
Pada 2015 angkanya baru sebesar 12 persen, namun meningkat menjadi 23% sepanjang 2016, dan menjadi 31% di Q1- 2017. Bukan tak mungkin, pada tahun-tahun mendatang, market share smartphone China menembus 50%.
Menurut IDC, kunci sukses vendor China adalah marketing campaign yang massif. Rata-rata vendor asal di China ini melakukan banyak aktivitas marketing guna mendongkrak penjualan. Mereka menggunakan billboards, flyer, TV, bahkan menyewa lebih dari satu brand ambassador. Dengan semua channel pemasaran, entah sudah berapa dana yang mereka gelontorkan dalam tiga tahun terakhir.
Strategi marketing tersebut, sejalan dengan langkah membangun jaringan retail yang menjangkau pasar di seluruh Indonesia. Lengkap dengan pemanfaatan ribuan promoter, yang membuat pesaing mau tak mau harus membangun standar yang sama, seperti yang dibangun Oppo dan Vivo.
Oppo dan Vivo memang menjadi brand yang patut diperhatikan dengan langkah jor-joran marketing, hingga layanan purna jual yang sukses membalik stigma negatif terhadap ponsel China selama ini.
Sebagai upaya mengubah stereotipe, vendor China juga secara jeli memposisikan produk di segmen menengah, dengan kisaran harga USD200 hingga USD400. Alhasil, pricing strategy ini mendorong permintaan pasar untuk kelas menengah meningkat drastis.
Sedikit Tersisa
Gempuran vendor China yang seolah memiliki budget yang tak terbatas, tentu membuat vendor lokal termasuk Evercoss keteteran. Saat ini selain Evercoss hanya tersisa empat brand lokal yang boleh dibilang masih bertaji.
Mereka adalah Advan, Andromax (Smartfren), Polytron, dan Mito. Beberapa brand bisa dibilang timbul tenggelam, seperti Axioo, Asiafone, HiCore, SPC Mobile dan HiMax. Lainnya benar-benar tak lagi nongol alias khatam.
Padahal di era 2,5G alias periode 2007 – 2011, puluhan merek lokal sempat merajai pasar Indonesia. Siapa tak kenal Nexian yang disebut-sebut sebagai ponsel sejuta umat asli Indonesia. Pada 2010, pangsa pasar Nexian bahkan menyentuh 20%. Popularitas Nexian mampu menyaingi Blackberry yang saat itu menjadi primadona. Sayangnya peralihan dari feature phone ke smartphone, membuat langkah Nexian terhenti.
Sejatinya, meski brand lokal mulai meramaikan pasar ponsel sejak 2006, rata-rata vendor asli Indonesia masih dihadapkan pada persoalan mendasar. Paling utama adalah minimnya dukungan pemerintah. Hingga kini tak ada sepotong pun kebijakan yang membela industri ponsel dalam negeri, seperti dalam bentuk insentif pajak atau membangun industri pendukung. Hal ini jelas embuat brand lokal seperti kehilangan arah.
Aturan TKDN yang digadang-gadang menjadi katalisator industri dalam negeri, khususnya pemberdayaan industri ponsel lokal, malah membuat brand lokal kesulitan bersaing karena harus menyiapkan anggaran yang tak sedikit guna membangun plant produksi.
Padahal di sisi lain, mereka harus menyiapkan dana marketing yang tak sedikit untuk membangun ekuitas merek. Celakanya, rata-rata brand lokal punya dana cekak. Padahal para pesaingnya, khususnya vendor China nyaris dibekali modal yang tak terbatas, sebagai bagian dari upaya mereka bersaing dengan Samsung, sekaligus menaklukkan pasar global.
Trio Brand
Kembali ke Evercoss, meski tak lagi menduduki posisi elit, namun kiprah brand yang memiliki pabrik di Semarang itu hingga kini tak surut bersaing dengan pemain global. Didukung oleh brand awareness yang bagus di mata konsumen dan jaringan pemasaran yang sudah meluas ke seluruh Indonesia, Evercoss berkomitmen untuk memberikan produk dengan karya terbaik untuk bangsa dengan harga terjangkau (best value). Sehingga sudah tidak asing terdengar jika produk Evercoss awet atau tahan lama.
Sadar bahwa persaingan akan semakin ketat di masa depan, sejak dua tahun terakhir, PT Aries Indo Global (AIG), perusahaan yang menaungi Evercoss, mengubah pendekatan pasar. Salah satunya adalah dengan memunculkan dua brand baru, yakni Luna dan GenPro.
Luna adalah smartphone yang dikhususkan untuk pasar menengah atas. Sedangkan GenPro untuk kelas menengah. Hadirnya dua brand itu mendorong Evercoss lebih fokus ke pasar entry level yang selama ini memang menjadi kelebihan brand tersebut.
Strategi PT AIG menelurkan GenPro dan Luna sebagai brand anyar di segmen menengah dan premium, adalah hal yang tepat dan strategis. Selain bisa mengatrol citra brand, eksistensi keduanya sudah menjadi keharusan. Luna dan GenPro diharapkan dapat memperluas pasar AIG yang selama ini kesulitan menembus segmen menengah, mengingat Evercoss sudah kadung identik dengan ponsel low end.
Di sisi lain kue di segmen ini yang terus membesar, seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat. Keberhasilan meraih konsumen di kelas menengah, otomatis meningkatkan market share.
Apalagi konsumen Indonesia terbilang gemar berganti ponsel. Tentunya kebanyakan orang yang berganti ponsel akan memilih seri yang lebih atas, meski mereka harus mengeluarkan biaya lebih banyak.
Hal itu juga didukung oleh riset dari GfK yang menyebut permintaan smartphone di atas Rp 3 juta terus meningkat. Secara umum, GfK menyebutkan, pangsa pasar permintaan smartphone di Indonesia sekitar 41,4 persen sepanjang 2017. Pertumbuhan penjualan permintaan smartphone diprediksi paling tinggi tahun ini. Dan, itu ceruk yang sangat menarik.
Tercatat sepanjang 2017, PT AIG telah memperkenalkan dua varian Luna. Yakni Luna G dan Luna G 8. Sedangkan untuk GenPro, perusahaan juag telah menghadirkan dua varian, yakni GenPro Z dan GenPro X Pro. Varian-varian tersebut mengusung banyak kelebihan dari sisi fitur, kapasitas maupun teknologi kamera yang diklaim jauh lebih baik.
Bagaimana kiprah Evercoss Group di 2018? Waktu yang akan membuktikan.