Selular.ID – Penghujung 2022 rupanya menjadi klimaks dari perjalanan panjang Elevenia. Setelah hadir selama satu dekade, platform e-commerce yang sempat dimiliki oleh operator selular XL Axiata dan SK Telecom itu, harus tutup buku.
Sekedar diketahui, Elevenia (PT Elevenia Sinergi Prima Nusantara) yang sahamnya dikuasai dua perusahaan di bawah Salim Group, PT Jaya Kencana Mulia Lestari dan Superb Premium Pte. Ltd, resmi menutup layanannya per 1 Desember 2022. Pengumuman tutup operasi itu, disampaikan perusahaan dalam situs resminya.
Tak ada penjelasan lain menyangkut langkah penutupan. Manajemen hanya menyampaikan terima kasih kepada para mitra karena telah bekerjasama dengan baik bersama Elevenia selama ini.
Mundurnya Elevenia menambah panjang start up e-commerce yang terpaksa meninggalkan gelanggang permainan dalam 10 tahun terakhir. Umumnya karena tak kuat menanggung kerugian, akibat bakar uang terus-terusan.
Sebelum Elevenia tercatat sejumlah nama lain yang sudah tumbang duluan. Mereka adalah Rakuten, Lamido, Paraplou, Valadoo, Inapay, Stoqo, Matahari Mall.com, Blanja.Com, Kleora, Berniaga.com, Lolalola, Tokobagus, BeautyTreats, Cipika, Plasa.com, Sedapur, Multifly, Scallope,dan Qlapa.
Sejatinya prospek industri e-commerce Indonesia sangat baik. Hal itu tercermin dari berbagai riset yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga terkemuka, baik dalam maupun luar negeri.
Menurut laporan riset dari “The State of E-Commerce App Marketing 2022”, Indonesia menjadi salah satu negara dengan angka belanja digital terbesar di urutan nomor tiga setelah Brazil dan India.
Data analisis Ernst & Young, juga menunjukkan nilai penjualan bisnis online di tanah air setiap tahun meningkat rata-rata 40 persen.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) memperkirakan, nilai ekonomi digital Indonesia mencapai Rp 5.718 triliun pada 2030.
Potensi ini ditopang oleh empat sektor, salah satunya e-commerce. Kemendag mencatat, e-commerce akan berkontribusi paling besar yakni 34% atau Rp 1.908 triliun.
Baca Juga: Pernah Dimiliki XL Axiata, E-Commerce Elevenia Tutup Usia
Sebagai negara yang masyarakatnya semakin melek digital, Indonesia tercatat memiliki e-commerce berskala besar dengan potensi mendekati Korea Selatan dan mendekati China.
Berdasarkan laporan Technology-empowered Digital Trade in Asia Pacific dari Deloitte, total besaran market e-commerce di Indonesia, mencapai US$ 43,351 miliar pada 2021.
Dalam laporan tersebut, market e-commerce di Indonesia lebih besar dibandingkan China dan tepat di belakang Korea Selatan yang merupakan negara terbesar ketiga di Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Sementara itu, proporsi skala konsumsi e-commerce lintas batas di Indonesia mencapai US$ 17,34 miliar atau relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.
Bahkan konsumsi e-commerce di Indonesia tepat di belakang China, sebagai salah satu mature markets di antara negara-negara RCEP.
Vice Chairman dan Technology, Media & Telecommunications Industry Leader di Deloitte China, Taylor Lam menjelaskan bahwa bonus demografi, tingkat penetrasi internet, dan kebiasaan konsumen menciptakan potensi besar untuk mengembangkan e-commerce serta e-commerce lintas batas di Indonesia.
Dengan semakin berkembangnya ekonomi digital pasca pandemic, e-commerce berbasis media sosial juga disebut berkembang pesat, dan konsumen semakin gemar berdagang di media sosial.
“Konsumen Indonesia suka membeli produk yang terjangkau, dan rata-rata transaksinya adalah US$ 36, jauh lebih rendah dari Malaysia (US$ 54) dan Singapura (US$ 91). Pengguna juga lebih memilih platform e-commerce dalam bahasa lokal, yang sangat mempengaruhi pengalaman berbelanja mereka,” beber Taylor.
Persaingan Ketat Berujung PHK Terhadap Karyawan
Meski memiliki prospek yang sangat cerah, persaingan antar pelaku terbilang sudah sangat ketat. Era bakar duit yang sebelumnya lumrah di kalangan start-up, dinilai sudah selesai.
Kompetisi yang berdarah-darah itu, mengharuskan para pelaku e-commerce untuk terus berinovasi baik dalam segi produk, layanan, maupun strategi untuk mempertahankan serta mendapatkan pelanggan.
Dengan semakin ketatnya persaingan dan kerap berubahnya perilaku pelanggan, menjalankan bisnis online di Indonesia tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan.
Di sisi lain, menurut laporan dari CB Insight dua alasan utama startup mengalami kegagalan, yaitu karena kehabisan dana (ran out of cash) dan tidak adanya kebutuhan pasar (no market need).
Kerasnya persaingan ditambah dengan persoalan manajerial, maka sudah menjadi hukum alam, ada yang berhasil dan ada yang gagal dalam berbisnis. Seperti yang kali ini dialami oleh Elevenia.
Baca Juga: Nasib Tragis Elevenia, Sempat Jadi E-Commerce Nomor Tiga di Indonesia Kini Terpaksa Lempar Handuk
Mengacu pada kondisi tersebut, bukan tidak mungkin bakal ada pemain lain yang menyusul Elevenia. Apalagi saat ini sejumlah platform e-commerce tidak sedang baik-baik saja. Padahal mereka sudah memiliki pasar yang kuat dan basis konsumen yang terbilang loyal.
Demi bisa bertahan, sejumlah e-commerce terpaksa melakukan PHK terhadap karyawannya. JD.ID misalnya, kembali memangkas jumlah pegawai. Sekitar 200-an orang atau 30% dari total seluruhnya.
“Langkah adaptasi perlu diambil perusahaan untuk menjawab tantangan perubahan bisnis yang sungguh cepat belakangan. Salah satu Langkah yang diambil manajemen adalah melakukan perampingan agar perusahaan dapat terus bergerak menyesuaikan dengan perubahan,” kata Setya Yudha Indraswara, Head of Corporate Communications & Public Affairs JD.ID dalam keterangan resminya, Selasa (13/12/2022).
PHK lanjutan yang dilakukan JD.ID hanya berselang tujuh bulan dari PHK sebelumnya. Pada Mei 2022, Director General Management JD.ID, Jenie Simon menjelaskan keputusan PHK dilakukan dalam rangka upaya improvisasi dan pengambilan keputusan untuk adaptasi dan selaras dengan dinamika pasar dan tren industri dalam negeri.
Tak hanya JD.ID, raksasa e-commerce asal Singapura, Shopee juga terpaksa mengambil keputusan yang tidak populer.
Pada September 2022, Shopee yang merupakan pemain e-commerce nomor dua di Indonesia, mengkonfirmasi telah melakukan langkah rasionalisasi terhadap sebagian pekerjanya.
Shopee tidak mengungkapkan secara rinci jumlah karyawan yang terkena PHK. Namun, berdasarkan laporan Bloomberg (19/9), terdapat 3% karyawan yang kehilangan pekerjaan.
Per kuartal I 2022, jumlah karyawan Shopee Indonesia tercatat sebanyak 6.232 orang. Itu artinya terdapat 180-an yang kena PHK.
Di luar JD.ID dan Shopee, penyedia e-commerce lain yang juga terpaksa melakukan PHK agar bisa tetap survive, adalah Tanihub, Beres.id, Bananas, GoTo (Tokopedia), Sayurbox, dan Sirclo.
Jadi, siapakah e-commerce berikutnya yang bakal senasib dengan Elevenia, digulung kerasnya persaingan? Waktu yang kelak menjawabnya.