Jumat, 1 Agustus 2025
Selular.ID -

Winter is Coming: Resesi Baru Tahun Depan, Pendapatan Raksasa Teknologi Sudah Rontok Duluan

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

Selular.ID – Setelah hampir tiga tahun merebak, kini pandemi covid-19 mulai melandai. Namun alih-alih kembali pulih, ekonomi global kini justru dilanda ketidakpastian.

Sejumlah lembaga internasional seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, hingga Dana Moneter Internasional telah mengumumkan bakal adanya resesi global pada 2023.

Resesi yang melanda dunia tak lepas dari terus meningkatnya inflasi. Lonjakan inflasi terus menggerus daya beli konsumen. Guna menekan inflasi, bank sentral secara agresif menaikkan suku bunga.

Tengok saja pada Juli lalu, Bank Sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 2,25% – 2,5%. The Fed menegaskan tidak akan mengendurkan kenaikan suku bunga sampai inflasi melandai secara substansial.

Kenaikan suku bunga oleh The Fed memicu kekhawatiran akan resesi. Di AS saja, mayoritas investor yang disurvei Bank of America meyakini dunia akan mengalami resesi dalam 12 bulan ke depan.

Survei yang dirilis Juli lalu menunjukkan sebanyak 58% investor yakin dunia akan mengalami resesi, naik dari survei bulan sebelumnya 47%.

Persoalan bertambah pelik, apalagi dampak dari invasi Rusia ke Ukraina selalu ada. Perang yang sudah berlangsung sejak Februari 2021, belum terlihat tanda-tanda mereda. Akibatnya, bisnis dan konsumen di seluruh dunia sama-sama mengekang pengeluaran.

Kondisi tersebut tentu menjadi bahan bakar yang buruk bagi pertumbuhan perusahaan. Tak salah dunia bisnis kini mulai memasuki masa-masa sulit. Winter is coming! Demikian kata Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.

Banyak perusahaan sudah bergeletakan. Terutama perusahan-perusahaan rintisan (start-up) yang sekian tahun masih ‘bakar duit’, untuk memodali usahanya.

Tak sedikit start up yang terpaksa gulung tikar, padahal pernah mendapatkan pendanaan di atas 100 juta dollar. Sebut saja Nice Tuan, Fast, LendUp, Yunniao, KupiVIP, dan Katera.

Untuk bisa bertahan, perusahaan-perusahaan ini yang terpaksa harus mengambil langkah PHK terhadap karyawannya secara besar-besaran.

Tidak cuma PHK, sejumlah perusahaan memilih untuk melakukan pembekuan perekrutan karyawan baru. Bahkan perusahaan sekelas Snap, Facebook, Uber dan Lyft akan memperlambat atau membekukan perekrutan karyawan baru.

Keputusan untuk melakukan PHK dan menunda perekrutan karyawan baru, merupakan langkah paling logis. Pasalnya, saat ini kinerja perusahaan-perusahaan teknologi dunia, sudah tak sekinclong tahun-tahun sebelumnya.

Beberapa bahkan harus menanggung kerugian yang tidak sedikit. Inilah beberapa perusahaan teknologi dunia yang merasakan dinginnya “aliran angin beku” yang membuat bisnis mereka terganggu.

Baca Juga: Pencurian Data Kembali Marak, Vida beri Resep Jaga Keamanan Data

Samsung – Laba Jatuh 25%

Samsung memang masih menjadi pemain nomor satu di industri ponsel dan semikonduktor dunia. Namun kinerja perusahaan yang berbasis di Seoul itu, belakangan tidak sedang baik-baik saja.

Laba kuartal ketiga 2022 raksasa elektronik itu diperkirakan jatuh hingga 25%. Ini adalah penurunan tahun ke tahun pertama dalam hampir tiga tahun.

Tak dapat dipungkiri, penurunan ekonomi melemahkan permintaan untuk perangkat elektronik dan chip yang selama ini menjadi andalan konglomerat Korea itu.

Menurut Refinitiv SmartEstimate dari 22 analis, laba operasional untuk Samsung, pembuat chip memori dan smartphone terbesar di dunia, kemungkinan turun menjadi 11,8 triliun won ($8,3 miliar) pada kuartal Juli-September 2022.

Baca Juga: Canalys: Pengiriman Smartphone Dunia Q2 2022 Turun 9% Faktor Resesi Ekonomi

Meta – Kerugian Tembus $2,9 Miliar

Meta yang merupakan perusahaan induk Facebook, WhatsApp, Youtube, dan Instagrram, melaporkan keuangan yang merugi pada kuartal I-2022. Unit metaverse telah kehilangan keuntungan untuk kuartal kedua berturut-turut.

Reality Labs membukukan pendapatan sebesar $452 juta, turun dari $695 juta pada kuartal sebelumnya. Divisi ini sebelumnya melaporkan kerugian $2,9 miliar pada kuartal pertama 2022.

Dengan total penjualan untuk kuartal kedua 2022 mencapai $28,82 miliar, di bawah proyeksi $28,9 miliar untuk kuartal tersebut, kinerja perusahaan secara keseluruhan anjlok tajam. Laba per saham hanya $2,46, padahal diharapkan $2,54.

Selama panggilan pendapatan pada Rabu (5/10/2022), pendiri Meta, Mark Zuckerberg mengatakan bahwa kerugian akan bertahan selama beberapa tahun untuk bagian metaverse sebelum aplikasi VR cukup dikembangkan untuk mengambil keuntungan dari peluang bernilai “ratusan miliar dolar”.

Zuckerberg menambahkan, divisi metaverse yang dibangun perusahaan, saat ini “membangun fondasi untuk tahun 2030-an yang sangat sukses.”

Baca Juga: Permintaan Smartphone dan Chip Menurun, Laba Kuartalan Samsung Diprediksi Melorot 25%

AMD – Pendapatan Kuartal Ketiga Meleset Dari Target

Pembuat Chip Advanced Micro Devices, pada Kamis (6/10/2022) memberikan perkiraan pendapatan kuartal ketiga yang sekitar satu miliar dolar lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, menandakan kemerosotan chip bisa jauh lebih buruk dari yang diharapkan.

“Pasar PC melemah secara signifikan pada kuartal ini,” kata Chief Executive Officer Lisa Su dalam sebuah pernyataan, menambahkan bahwa kondisi makroekonomi mendorong permintaan PC lebih rendah dari yang diharapkan.

Inflasi yang tidak terkendali dan pembukaan kembali kantor dan sekolah telah menyebabkan orang menghabiskan lebih sedikit untuk PC daripada yang mereka lakukan selama penguncian ketika banyak yang membeli komputer untuk bekerja dan sekolah karena mereka tinggal di rumah selama pandemi.

Pembuat chip juga berada di bawah tekanan dari pembatasan COVID di pasar PC utama China, sementara perang Ukraina telah memperburuk gangguan rantai pasokan dan menyeret permintaan lebih jauh.

Menurut laporan Philadelphia Semiconductor Index, harga produsen silikon utama dan bisnis terkait, telah turun 36,4% tahun ini sejauh ini, dibandingkan dengan kenaikan 41,2% pada 2021.

Su mengatakan pusat data AMD, tertanam (embedded), dan segmen game masih mempertahankan pertumbuhan yang kuat.

Perusahaan mengatakan mereka mengharapkan pendapatan kuartal ketiga sekitar $5,6 miliar. Itu dibandingkan dengan perkiraannya pada bulan Agustus sebesar $6,7 miliar, plus atau minus $200 juta.

AMD adalah pembuat chip terbaru yang terkena dampak kemerosotan sektor ini. Sebelumnya pembuat chip memori Micron Technology memperingatkan masa-masa yang lebih sulit dan mengatakan pihaknya memotong investasi belanja modal pada tahun fiskal 2023 lebih dari 30% menjadi total $8 miliar.

Selain AMD, tantangan yang sama juga menimpa, Nvidia dan Intel. Keduanya menghasilkan pendapatan yang jauh lebih buruk dari yang diharapkan dalam laporan terbaru mereka.

Baca Juga: Imbas Minimnya Pasokan Komponen, Permintaan Smartphone Anjlok Dua Digit

SoftBank – Rugi $23,8 Miliar Sang Raja Venture Capital

Resesi perusahaan teknologi

Awal Agustus lalu, SoftBank Group melaporkan kerugian senilai 2,33 triliun yen (S$23,8 miliar) pada kuartal April hingga Juni karena nilai portofolio teknologinya merosot.

SoftBank telah membukukan rekor kerugian di unit Vision Fund pada Mei lalu, karena gejolak pasar yang didorong oleh kenaikan suku bunga dan ketidakstabilan politik menghantam investor teknologi.

Para analis sebelumnya telah memprediksi bahwa kinerja SoftBank yang jeblok akan berujung pada timbunan kerugian, sekaligus memberi tekanan pada sang pendiri Masayoshi Son.

Kerugian sebesar itu merupakan imbas dari aksi jual global baru-baru ini di bidang teknologi dan tindakan keras terhadap perusahaan teknologi terbesar China, tetapi banyak juga yang dapat dikaitkan dengan tekanan SoftBank pada perusahaan untuk membuat taruhan besar dan agresif.

Softbank diketahui mengucurkan dana lebih dari $12 miliar pada perusahaan ride-hailing China Didi Global. Namun karena perang dagang AS – China, Didi telah dihapus dari Bursa Efek New York kurang dari setahun setelah IPO. Kini sahamnya hanya bernilai kurang dari $3 miliar.

Saham perusahaan e-niaga Korea Selatan Coupang yang juga dimodali oleh SoftBank, turun hampir 70% dari tahun sebelumnya. Banyak perusahaan publik lainnya — yang hanya mewakili sebagian kecil dari perusahaan portofolionya — juga jatuh nilainya.

Baca Juga: 4 Faktor yang Membuat Pasar Smartphone Dunia 2022 Turun dibanding 2021

Halaman berikutnya

ByteDance, Tencent, Intel…

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU