Jakarta, Selular.ID – Pandemi Covid-19 telah mempercepat pertumbuhan ekonomi digital selama 1,5 tahun terakhir, namun disamping itu turut pula mengingatkan kita soal kesenjangan besar dalam SDM digital di Indonesia.
Dalam webinar yang digelar oleh Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) dalam rangka ulang tahun ke-28 bertema ‘Kecakapan dan Kepemimpinan SDM Digital sebagai Kunci Sukses Transformasi Digital’, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia Sarwoto Atmosutarno menyampaikan literasi digital masyarakat mutlak dapat mengendalikan transformasi digital kedepan berjalan sukses.
“Kami menganggap bahwa literasi digital sama dengan herd immunity community, jika kita ibaratkan dengan pandemi Covid-19,” terang Sarwoto.
Lebih lanjut, Sarwoto menganalogikan jika belum tercapai vaksinasi 80% maka upaya menghadapi pandemi menjadi sulit. “Hal ini sama seperti literasi digital,” sambungnya.
Sementara itu pada kesempatan yang sama Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN RB Alex Denni berpandangan, tantangan terbesar dalam transformasi adalah mengeluar karyawan dari zona nyaman.
“Jika ingin karyawan tetap tumbuh dan relevan di dalam industri yang bertransformasi tidak ada pilihan lain untuk mengeluarkan mereka dari zona nyaman ke zona pembelajaran. Ini lah pekerjaan rumah sebenarnya dari transformasi,” tambnya dalam kesepatan yang sama.
Alex menyarankan instansi menyediakan learning wallet bagi karyawan, yang bisa digunakan karyawan untuk belajar kapan pun, apa pun, di mana pun, tanpa approval siapapun ketimbang alokasi budget peningkatan kapasitas karyawan habis untuk sesuatu yang less effective learning approach.
“Agar pembelajaran berjalan efektif biasanya diuji dengan kuis harian, ini akan memancing mereka untuk mencari jawaban dengan kolaborasi. Ke depan kita harus mendorong leaning dari individu, di mana setiap individu menjadi sentral dalam pembelajaran,” sambungnya
Dirinya pun menillai kini pembelajaran yang formal sudah harus digeser agar terjadi percepatan pembelajaran.
“Kita tidak bisa lagi belajar dengan cara standar, kita harus mengarah pada collaborative learning yang makin terpersonalisasi sesuai dengan kebutuhannya dan jika perlu, belajar itu bisa dibantu oleh machine tidak hanya dengan human”, lanjut Alex.
Hal ini sejalan dengan laporan World Economic Forum 2020 menyebutkan 77% karyawan siap untuk belajar hal baru.
74% melihat belajar sebagai tanggung jawab pribadi. Persoalannya adalah pemimpin terlalu meremehkan orang dan tidak pernah tahu batas seseorang berada di mana.
“Melalui Mastel saya ingin mendorong masyarakat agar mau belajar digital walaupun latar belakangnya bukan digital”, ungkap Alex.
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pembangunan SDM Kemenkominfo Eng Hary Budiarto mengatakan, dalam menyediakan talenta digital Kominfo mengacu pada peta jalan Indonesia digital.
Dalam membangun talenta digital Kominfo membagi menjadi tiga tingkatan. Pertama adalah basic digital skill, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kecakapan digital dasar untuk mencegah penyebaran konten negatif. Diharapkan pada 2024 sebanyak 50 juta penduduk Indonesia.
Kedua, intermediate digital skill, dengan menyiapkan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi yang mendukung ke arah revolusi industri 4.0. Targetnya pada 2022 ada 200.000 peserta. Tujuannya untuk meningkatkan keterampilan dan daya saing masyarakat.
“Ketiga, kami melakukan pelatihan di tingkat advance untuk para pimpinan yang kita namakan sebagai digital leadership academy. Tujuannya adalah memberikan pelatihan kepada pengambil kebijakan di institusi pemerintah maupun swasta terutama untuk bidang teknologi digital, tata kelola dan pembuatan public policy. Kami targetkan pada 2022 ada 400 orang peserta,” terang Hary.
Hary juga menyampaikan program ini sebagai pelaksanaan dari Rencana Strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020 -2024, yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.2 tahun 2021.