Mengukur Kebijakan Network Sharing dan Frequency Sharing dalam Persiapan 5G

Menilai Kebijakan Network sharing dan frequency sharing dalam persiapan 5G

Jakarta, Selular.ID – Di tengah ketidakpastian politik dan prospek ekonomi yang tak menentu akibat pandemi COVID-19, sektor telekomunikasi terbukti menjadi bidang yang esensial bagi perekonomian nasional. Pembangunan jaringan 4G yang meluas ke seluruh wilayah Indonesia, menjadikan infrastruktur data menjadi penting di dunia yang semakin terhubung.

Hal ini menjadi modal berharga saat Indonesia kelak menggelar layanan 5G. Pemerintah sendiri menuangkan peraturan dalam UU Cipta Kerja mengenai network sharing dan frequency sharing yang didedikasikan khusus untuk penyelenggaraan 5G.

Dian Saswarini selaku Direktur Utama XL Axiata menilai kebijakan network sharing dan frequency sharing dapat memangkas investasi 5G yang cukup menelan biaya. Hal itu disampaikan melalui sesi diskusi Selular Digital Telco Outlook bertajuk “Kebijakan Network Sharing dan Frequency Sharing dalam UU Cipta Kerja, Jembatan Menuju 5G?”, Selasa (15/12).

“Kita harus pintar-pintar bagaimana mengimplementasikan teknologi 5G ini sementara kebutuhan untuk investasi itu bisa dijaga seekonomis mungkin yang salah satunya bisa didapat dengan network atau frequency sharing,” ujarnya.

Konsep network sharing dijelaskan Dian memungkinkan operator untuk berbagi infrastuktur baik pasif maupun aktif. Sehingga, dapat mengurangi beban operator dalam pengadaan jaringan.

“Sharing infrastruktur pasif dapat membantu mengurangi beban operator dalam pengadaan jaringan, tetapi kalo Kita lihat penghematannya itu di infrastruktur aktif,” terang Dian.

Sementara itu senada dengan Dian, Nonot Harsono selaku Kabid Infrastruktur Mastel mengakui keberadaan jaringan telekomunikasi memang layak jika saling sharing, termasuk dalam urusan spektrum. Kendati demikian, Ia menyampaikan bahwa perlu adanya regulator yang mengatur regulasi usaha.

Baca juga: Pemerintah Dorong Operator Untuk Terus Konsolidasi

“Penggabungan spektrum ini akan mengarah kepada penggabungan jaringan, yang asalnya 5 atau 6 milik masing-masing operator pada saat nanti digabungkan bisa jadi hanya 2 saja, meskipun yang memanfaatkannya ada 6 pihak.” Jelasnya.

Dalam hal ini, Nonot menyebut peran Pemerintah sangatlah penting demi menghindari terjadinya monopoli. Kemudian, peranan lainnya juga disinggung oleh Muhammad Arif selaku Ketua Umum APJATEL, terutama dalam hal penyediaan infrastruktur.

“Beberapa berharap Pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) menfasilitasi kemudahan infrastruktur, kemudian juga bisa menyediakan infrastruktur,” tandasnya.