microsoft

Jakarta, Selular.ID – Tak dapat dipungkiri, era open market menjadikan kekuatan sebuah brand menjadi asset yang paling berharga bagi untuk bisa bersaing sekaligus memenangkan pertempuran. Di industri mobile yang terbilang sangat kompetitif, sebuah brand bisa dikatakan berhasil jika ia mampu merebut pangsa pasar (market share) sekaligus mendongkrak nilai penjualan yang lebih baik dibandingkan para kompetitornya.  Siklus tersebut akan semakin langgeng,  jika persepsi produk (perceive quality) di mata konsumen terus meningkat, sehingga berujung pada loyalitas. Hal itulah yang kini tengah dinikmati oleh Apple.

Seiring dengan melonjaknya popularitas dan nilai penjualan, Apple dinobatkan sebagai brand terkuat di dunia versi Forbes pada 2013. Forbes mengungkapkan bahwa nilai brand Apple mencapai US$ 87,1 miliar dengan rangking persepsi konsumen mencapai 11. Nilai merk Apple juga telah meningkat 52 persen dalam dua tahun terakhir. Hal ini terdorong oleh dua produk utama, iPhone dan iPad yang laris manis di pasar. Tak kalah penting, simbol dan image produk Apple pun memiliki tempat tersendiri di benak konsumen. Membuat orang dengan senang hati menempelkan stiker Apple di berbagai benda pribadi, termasuk di belakang kaca mobilnya.

Sayangnya dibalik besarnya market size terutama di pasar negara berkembang, industri smartphone kini sudah mengarah ke zero sum game. Keuntungan yang dinikmati satu pemain, bisa jadi kerugian bagi pemain lain. Faktanya, kesuksesan yang diraih Apple justru merupakan pukulan telak bagi kompetitor tradisionalnya, yakni Microsoft.

Hingga kini performa Microsoft tetap fluktuatif, bahkan mengarah kepada penurunan. Padahal dari sisi kekuatan brand, tak ada yang meragukan perusahaan yang didirikan oleh Bill Gates ini. Dalam survey yang sama, Forbes memang menurunkan posisi Microsoft dibawah Apple. Meski demikian, sebagai brand terkuat kedua di dunia, nilai brand Microsoft mencapai US$ 54,7 miliar. Bahkan dari sisi rangking persepsi konsumen Microsoft masih nomor wahid mengalahkan Apple.

Survei yang dilakukan pada dua ribu orang dewasa, menempatkan Microsoft dalam persepsi teratas alias nomor satu untuk produk berteknologi tinggi. Konsumen menilai produk-produk Microsoft telah masuk dalam segala segmen kehidupan. Namun nilai brand-nya menurun sebanyak tiga persen dalam dua tahun terakhir lantaran emisi produk yang lambat. Alhasil, turunnya performa Microsoft sebagai brand terkuat di dunia, setidaknya menjelaskan mengapa raksasa software ini sulit bersaing di industri ponsel, jika tidak ingin dikatakan gagal total.

Performa Apple

iPad-mini-3

Tahun ini penjualan smartphone diprediksi melambat di negara-negara berkembang karena kebanyakan orang sudah memilikinya. IDC memperkirakan hanya terdapat 11 persen peningkatan penjualan smartphone global, turun dari 28 persen dibandingkan 2014. Produsen ponsel yang menggunakan sistem operasi Android masih akan tumbuh sebanyak 8,5 persen. Tapi IDC memperkirakan penjualan iPhone akan tumbuh lebih besar, yakni 23 persen.

Sesuai prediksi tersebut, para analis memperkirakan laporan penjualan yang memuaskan dari Apple saat mengumumkan laporan keuangan kuartalannya, Selasa (21/7/2015).  Analis Wall Street memperkirakan Apple akan melaporkan $10,3 miliar keuntungan dari penjualan iPhone, iPad, komputer Mac dan produk-produk lain senilai $49 miliar pada kuartal kedua tahun ini dari April hingga Juni. Ini merupakan peningkatan lebih dari 30 persen pendapatan dan profit dari periode yang sama setahun lalu.

Menurut laporan ICD, Apple mampu menjual sekitar 18,2 persen smartphone di seluruh dunia pada kuartal pertama 2015, sementara Samsung mencakup 24,5 persen dari pasar. Tapi Samsung mengatakan keuntungannya untuk kuartal kedua akan menurun, terutama karena penjualan model baru Galaxy S6-nya tidak memenuhi target. HTC juga telah mengkoreksi proyeksi pendapatannya untuk kuartal ini, menyebut penjualan yang lesu di China dan permintaan yang meningkat bagi ponsel Android merek lainnya, terutama buatan China, seperti Oppo, Huawei, Haier dan Xiaomi sebagai alasannya.

Dengan harga rata-rata $600 per unit (Rp 8 juta), iPhone lebih mahal dibanding ponsel-ponsel Android. Tapi iPhone jelas mendatangkan lebih banyak keuntungan.  Walaupun Apple tidak merinci angka penjualan mereka, analis Michael Walkley dari Canaccord Genuity memperkirakan bahwa pada tiga bulan pertama 2015, Apple meraup keuntungan 92 persen dari $16,6 miliar keuntungan operasional yang dihasilkan para produsen ponsel di seluruh dunia.

Menurut Wakley, Samsung memang menjual lebih banyak unit dibanding Appple pada kuartal pertama 2015, tapi kebanyakan di antaranya model berharga lebih ekonomis, yang hanya memberikan Samsung keuntungan 15 persen dari keuntungan operasional industri ini. Ia memperkirakan perusahaan-perusahaan lain menjalankan bisnis ponsel mereka secara merugi atau impas.

Restrukturisasi

Microsoft-Lumia-435

Jika Samsung dan HTC masih mampu mengimbangi Apple – meski tak lagi mengilap,  tidak demikian halnya dengan Microsoft yang sepertinya sudah semakin frustasi. Alih-alih untung besar, divisi Nokia Devices and Services yang diakuisisi dari raksasa Finlandia, Nokia PTE Ltd senilai 7 miliar dollar AS, jelas gagal dan dengan malah menjadi beban sehingga raksasa teknologi itu terpaksa harus merumahkan sekitar 7.800 karyawan.  Tak ada pilihan lain bagi Satya Nadela, CEO Microsoft, untuk melakukan restrukturisasi besar-besaran. Bulan Juni lalu, perusahaan telah menyesuaikan valuasi divisi piranti ponsel Nokia-nya sebesar $7,6 miliar.

Restrukturisasi ini bakal menyatukan seluruh divisi produk termasuk Windows, smartphone (Lumia), tablet (Surface), konsol (Xbox), HoloLens, dan bisnis Band di bawah satu divisi devices tunggal. Executive Vice President Windows and Devices Group, Terry Myerson, ditunjuk untuk menjadi kepala divisi Microsoft Devices. Tentu ini akan memudahkan Terry dalam menyusun ulang programming dan engineering, untuk produk yang lebih baik di masa depan. Namun langkah ini mengindikasikan Microsoft mengakui usahanya menembus pasar dengan smartphone Windows-nya telah gagal bersaing dengan iOS dan Android.

Faktanya Microsoft kini tengah dihantam ombak besar.  Laporan keuangan raksasa teknologi itu menunjukkan kerugian bersih (net loss) $3,2 miliar di Q4 pada tahun fiskal 2015.  Financial Times bahkan menyebut jika kinerja keuangan kuartal Microsoft kali ini sebagai yang terburuk dalam sejarah. Bandingkan dengan kuartal yang sama di tahun lalu dimana perusahaan yang didirikan Bill Gates itu sukses meraup untung (net income) $4,6 miliar.

Meski didera rapor merah, CEO Microsoft Satya Nadella mengungkapkan bahwa Windows 10 yang akan diluncurkan pada 29 Juli 2015, diharapkan dapat menjadi penyelamat Microsoft ke depannya. “(OS Windows 10) akan membawa Windows tumbuh,” sebut Satya, seperti dilansir New York Times saat berbincang dengan analis.

Seperti halnya Microsoft, Sony juga terus berusaha mengejar Apple. Sayangnya bukan keuntungan yang didapat, malah kerugian yang terus menggunung. Sesuai laporan resmi hasil keuangan untuk Q3 2014 (Juli – September, yang sebenarnya Q2 perusahaan untuk tahun buku 2014), terungkap bahwa perusahan Jepang itu menderita kerugian operasional 85,6 miliar yen atau sekitar $762 juta.  Memburuknya kinerja operasioal itu, sebagian besar disebabkan oleh unit Mobile Communications, yang melaporkan kerugian sebesar 176 miliar yen (1,58 dolar AS). Sony memang mampu menjual 9,9 juta unit Xperia dalam kuartal pertama 2015. Namun hal ini tidak memenuhi target perusahaan untuk menjadi pembuat smartphone terbesar ketiga di dunia. Meskipun Xperia high-end tampaknya berhasil, model mid-range tidak bisa menarik terlalu banyak konsumen global.

Kegagalan Xperia, berujung pada pernyataan mengejutkan CEO Sony Kazuo Hirai .”Tidak menutup kemungkinan untuk mempertimbangkan strategi keluar” begitu kata Hirai saat ditanya soal masa depan bisnis smartphone Sony. Pernyataan ini sontak memunculkan spekulasi terhadap masa depan Sony Mobile.

Senasib dengan Microsoft, Sony mencoba bertahan namun restrukturisasi menjadi langkah tak terelakkan. Di awal 2015, raksasa asal Jepang ini telah mengumumkan rencana untuk merumahkan sekitar 1.200 karyawan divisi mobile. Bahkan Presiden Sony Mobile Eropa juga secara resmi diketahui akan hengkang dari perusahaan.

Dalam sebuah wawancara dengan TechCrunch, pihak Sony Mobile mengkonfirmasi aksi PHK merupakan bagian dari upaya restrukturasi besar-besaran. Langkah tersebut merupakan bagian dari transformasi demi mendatangkan keuntungan dan kestabilan bagi perusahaan, Sony Mobile dipastikan telah mengubah struktur perusahaan sejak 1 April demi meningkatkan efisiensi operasional.

Samsung Masih Teratas

Satya Nadella, CEO Microsoft (sumber Reuters)
Satya Nadella, CEO Microsoft (sumber Reuters)

Sayangnya, meski sudah melakukan restrukturisasi besar-besaran termasuk mem-PHK ribuan karyawan, tak ada jaminan bagi Microsoft dan Sony untuk bisa segera membalikkan keadaan. Alih-alih mengejar Samsung dan Apple, posisi keduanya malah jadi pemain pinggiran, digusur vendor-vendor asal China yang semakin agresif.

TrendForce, sebuah biro riset pasar global baru-baru ini mengeluarkan laporan pengapalan smartphone untuk Q2 2015. Dalam laporan itu, disebutkan bahwa secara global pengapalan smartphone di Q2 2015 mencapai angka 304 juta unit atau tumbuh sekitar 1,9% dari kuartal sebelumnya.

Samsung masih menjadi vendor teratas dalam hal pengiriman smartphone di kuartal kedua tahun ini. Vendor asal Korea Selatan itu berhasil memperoleh 26,8% pangsa pasar disusul Apple di tempat kedua dengan raihan 16,4 persen. Di bawah Samsung dan Apple secara berturut-turut ada Huawei 7,6 persen di posisi ketiga, disusul Xiaomi dan LG yang masing-masing berada di posisi keempat dan kelima, dengan pangsa pasar 5,9 persen dan 5,8 persen.

Setali tiga uang dengan tren global, di Indonesia sendiri, smartphone besutan Microsoft dan Sony ada di deretan bawah pilihan konsumen.  Survey pasar yang dilakukan tim redaksi Selular ke berbagai pusat-pusat penjualan ponsel di ibu kota, seperti Roxy Mas, PGC, Mal Ambasador, menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih menyukai ponsel-ponsel berbasis Android. Di level menengah dengan kisaran harga Rp 1,5 – 4 jutaan, pelanggan banyak yang membeli Samsung Galaxy E5, Smartfren Andromax R, Asus Zenfone 2, Lenovo A7000. Sedangkan untuk produk berbasis iOS, iPhone 4S serta iPhone 5 menjadi dua perangkat paling diincar. (baca: Smartphone 4G Paling-Diminati Saat Lebaran).

Sony Xperia M2 Aqua

Sony dengan produk Xperia masih lumayan dicari oleh konsumen di tanah air. Namun smartphone Lumia buatan Microsoft nyaris tak dilirik. Saking lemahnya penjualan Lumia, pedagang ponsel kerap memplesetkan produk ini menjadi Lumpia, camilan tradisional khas asal Semarang. Sistem operasi Windows yang kurang familiar, dituding menjadi biang keladi keoknya Microsoft.

Jelas peruntungan kini tak sedang memihak Microsoft dan Sony, setidaknya dalam jangka pendek dan menengah. Apakah keduanya dapat terus bertahan di industri smartphone global meski harus berdarah-darah? Ataukah pada akhirnya mereka terpaksa mengikuti jejak Siemens dan Ericsson yang memilih untuk menjual unit bisnis mobile ketimbang terus-terusan menderita kerugian? Kelak waktu yang akan membuktikan.