Sampai Kapan Samsung Lepas Dari Predikat Peniru?

Artikel kolom ini ditulis oleh Uday Rayana, CEO Selular Media Group.
Penerbit Majalah Selular dan Portal Selular.ID.

Ilustrasi logo Samsung
Ilustrasi logo Samsung

Wajah putih Lee Kang Hyun memerah. Dahinya sedikit berkerut dan mimik mukanya mendadak menjadi lebih serius. Beberapa kali GM Marketing Samsung Electronics Indonesia (SEIN) itu membetulkan posisi kaca mata yang sebenarnya sudah pas. Terkesan Lee  tidak cukup siap menerima pertanyaan yang saya ajukan. Sehingga ia memerlukan sedikit waktu untuk berfikir sebelum menjawabnya.

Memang pertanyaan yang saya lontarkan ke Lee, langsung menohok pada sasaran. Tak ada bungkus sama sekali, seperti gaya politisi. Padahal dibandingkan jurnalis lain, saya hanya mengajukan satu pertanyaan saja.

“Mengapa produk-produk buatan Samsung cenderung me too atau mengekor market leader? Samsung SGH 810 yang Anda luncurkan hari ini jelas tampilan dan desainnya meniru Motorola Startac. Sebelumnya, seri SGH 2100 juga mengacu ponsel Ericsson GF 337 yang menggunakan flip penutup pada tombol keypad. Sepertinya Samsung lebih senang mencontek ketimbang mengembangkan desain ponsel sendiri,” cecar saya sambil sedikit beropini.

Samsung SGH-810
Samsung SGH-810

Setelah diam beberapa saat, dengan bahasa Indonesia yang masih belum fasih, Lee pun akhirnya menjawab. Menurutnya, memasuki  2009, persaingan antar produsen ponsel di Indonesia mulai ketat. Setelah lama berkutat di era AMPS yang terkenal dengan ponsel berbodi bongsor, teknologi GSM membuat konsumen mendapatkan banyak pilihan, tak hanya layanan operator namun juga ponsel yang dijual terpisah dengan SIM card.

Lee yang memperistri wanita Indonesia, mengakui produsen asal Eropa dan Amerika memiliki pamor besar di mata konsumen. Merek-merek seperti Nokia, Motorola, Siemens dan Ericsson, menjadi pilihan utama konsumen, karena dinilai memiliki keunggulan, terutama dalam hal desain, teknologi dan kualitas produk.

Lee tak malu mengakui bahwa beberapa seri ponsel Samsung memang meniru para pesaingnya itu. Ia beralasan strategi copy paste, adalah cara tercepat untuk mengatrol brand image Samsung yang saat itu masih dianggap sebagai medioker. Sebagai brand kelas dua, Samsung menyadari perlu waktu dan konsistensi untuk bisa bersaing di papan atas. Konsumen pun perlu diyakinkan bahwa ponsel keluaran Samsung punya kualitas yang sama baik dengan ponsel buatan negara-negara Eropa.

Dengan meniru desain yang nyaris persis dengan pesaing, memberi keuntungan bagi Samsung terutama dalam hal membangun perceive quality di mata konsumen. Namun ia yakin, meski mengawalinya dengan cara meniru produk pesaing, suatu saat Samsung akan menjadi market leader yang merajai pasar ponsel global.

Meski demikian, Lee membantah bahwa produknya sama persis dengan pesaing. Ia mengklaim Samsung punya kelebihan dalam hal tampilan antar muka (user interface), juga kemudahan dalam  penggunaan (user friendly). Contoh, saat mengirim SMS, pengguna ponsel lain lain harus menekan hingga tiga kali tombol pada key pad, tapi Samsung cukup dua kali.

Itulah sekelumit cerita saat saya menghadiri press conference peluncuran ponsel lipat Samsung SGH 810, di Hotel Mulya, Senayan, pada pertengahan 2000. Pertanyaan yang saya lontarkan mungkin spontan, karena kebetulan di sebelah saya ada jurnalis lain yang tengah membawa Motorola Startac, yang saat itu tengah jaya-jayanya.

Harus diakui, meski terkesan tidak siap, Lee yang kini menjabat sebagai direktur SEIN, cukup piawai menjawab pertanyaan yang saya lontarkan. Tak sekedar normatif, namun juga balik mengunggulkan produk buatan Samsung. Dan yang lebih membuat saya kagum, pernyataan optimis yang disampaikan Lee bahwa suatu saat Samsung akan menjadi market leader, bukan sekedar bualan semata.

Sedikit melongok ke belakang, setelah mengambil tahta Motorola pada 1998 dan menguasai jagat industri ponsel dunia selama 14 tahun, Nokia akhirnya bertekuk lutut dihadapan chaebol Korea itu. Laporan Strategic Analytics yang diterbitkan pada April 2012, menunjukkan penjualan ponsel Nokia, tercatat hanya mencapai 82,7 juta unit. Sementara Samsung menyalip dengan perolehan 93,5 juta unit. Gonjang-ganjing di tubuh perusahaan asal Finlandia terus berlanjut. Puncaknya, saat divisi handset Nokia, dilego ke raksasa peranti lunak, Microsoft senilai US$ 7,2 milyar. Setelah sebelumnya Nokia menghentikan pengembangan sistem operasi Symbian.

Kondisi Nokia yang sempoyongan dimanfaatkan dengan baik oleh Samsung untuk terus memperbesar market share. Laporan AFP, hingga kuartal kedua 2014, Samsung menguasai 25,2% pasar telepon pintar dunia (74,3 juta unit), diikuti Apple 11,9% (35,1 juta), Huawei 6,9% (20,3 juta unit), Lenovo 5,4% (15,8 juta), dan LG 4,9% (14,5 juta). Sisanya, 39,3% (135,3 juta), dibagi-bagi kepada pemain lain, seperti vendor China yang belakangan makin agresif.

Tak dapat dipungkiri, Samsung diuntungkan oleh trend pasar dan perkembangan teknologi ICT yang berubah cepat. Permintaan smartphone yang mulai melambung sejak 2008 dan dukungan sistem operasi Android besutan Google, pada akhirnya mampu melejitkan produsen ponsel asal negeri ginseng ke posisi teratas hingga saat ini.

Khusus di segmen smartphone yang terus booming, Samsung tampaknya bernafsu untuk mengulang kembali kesuksesan dua varian Galaxy, yakni Galaxy S III dan Galaxy Note II. Keduanya tercatat sebagai produk paling sukses sepanjang sejarah Samsung. Galaxy S III terjual hingga 30 juta unit dalam enam bulan pertama sejak diperkenalkan pada Mei 2012.  Sedangkan Galaxy Note II juga mencetak pencapaian yang tinggi. Berselang dua bulan setelah peluncurannya pada September 2012, phablet tersebut berhasil menembus penjualan 5 juta unit.

Sadar akan agresifitas pesaing, terutama Apple yang kuat di segmen atas, serta vendor China dan Taiwan di pasar menengah bawah, Samsung berupaya dengan segala daya memperkuat cengkeramannya. Raksasa Korea ini, semakin melebarkan sayap bisnis di mobile device dengan mengandalkan segudang portofolio produk. Mulai dari feature phone, smartphone, phablet, hingga tablet. Tak tanggung-tanggung, Samsung membanjiri pasar dengan total 37 – 40 tipe produk setiap tahunnya dengan menyasar segala segmentasi. Manajemen Samsung memang tak tanggung-tanggung mengelontorkan dana besar, baik untuk R&D (research and development), maupun aktifitas promosi yang spektakuler.

Tengok saja gebrakan Samsung yang mengejutkan dunia sepakbola. Pada musim kompetisi Liga Inggris 2006 – 2011, Samsung rela menggelontorkan dana hingga 50 juta pounds untuk menggandeng Chelsea. Kesuksesan Chelsea di kompetisi domestik dan sempat meraih kampiun Piala Champion (2012), membuat Samsung harus merogoh kocek lebih dalam. Tercatat Chelsea dan Samsung menyepakati kontrak sponsor baru senilai 18 juta pounds per musim hingga 2015.

DNA Peniru

Namun, Samsung tetaplah Samsung. Nyatanya meski sudah menduduki posisi sebagai nomor satu, Samsung tetap peniru ulung yang gemar menjiplak produk pesaing terdekat.  DNA sebagai peniru rupanya sudah mengakar, sejak perusahaan yang berawal dari bisnis sembako itu,  pertama kali meniru habis-habisan produk semi konduktor buatan Jepang di awal 1980-an.

Seperti diulas sebelumnya, di masa feature phone Samsung membidik tiga vendor yang tengah berjaya (Motorola, Nokia dan Ericsson) sebagai obyek jiplakan. Memasuki era smartphone dan tablet, produk-produk yang dihasilkan Samsung tak bisa dilepaskan dari bayang-bayang Apple.  Seperti kita ketahui, perseteruan antara Samsung dengan Apple bahkan berujung pada kasus hukum yang panjang dan berbelit.

Sejauh ini, Samsung telah mengalami dua kali kekalahan melawan Apple dalam kasus pelanggaran paten  terkait sejumlah fitur pada sistem operasi dan peniruan desain produk.  Kekalahan pertama terjadi pada November 2013 lalu. Delapan juri di Pengadilan San Jose California, AS, memutuskan sejumlah produk Samsung terbukti melanggar hak paten smartphone dan tablet yang dimiliki Apple. Alhasil, Samsung membayar denda sebesar US$ 290 juta kepada Apple, atau sekitar Rp 3,4 triliun.

Kekalahan berikutnya diderita Samsung pada Mei 2013, Dalam kekalahan yang kedua ini, perusahaan yang didirikan di Taegu, Korea itu, dikenakan hukuman denda sebesar US$ 119,2 juta. Jumlah tersebut hanya sebesar 6 persen dari total tuntutan yang diajukan oleh Apple, yaitu mencapai US$ 2,2 miliar.

Bagi publik, peniruan Samsung terhadap produk yang dihasilkan oleh Apple mungkin lebih terang benderang. Karena bisa langsung dibandingkan secara fisik. Tercatat, sejak beberapa tahun terakhir, setidaknya ada 10 produk Samsung yang sangat mirip dengan Apple, mulai dari handset, aksesoris hingga kardus kemasan. Ke-10 produk itu adalah Mac Mini, USB/Card Reader for iPad, iPod touch, Google Maps, iPhone, kabel charger dan konektor USB, Kotak Dus, Ikon Safari dan appStore, remote control desain iPhone dan USB Charger.

Meski kerap berujung pada kasus hukum, perseteruan dua raksasa itu sepertinya belum akan mereda. Apalagi para pakar smartphone menilai Samsung tak pernah kapok meniru. Dalam gelaran World Mobile Congress (WMC) 2015 di Barcelona, Maret lalu, petinggi Samsung bahkan harus memberikan klarifikasi atas tuduhan bahwa flagship terbaru mereka, Galaxy S6, meniru desain dari iPhone 6, hanya beberapa jam setelah produk itu diluncurkan.

Kepala dari divisi Mobile serta Mobile Marketing Samsung, JK Shin dan Younghee Lee, menegaskan kepada seorang reporter dari Korea yang meminta respon mereka mengenai klaim bahwa Galaxy S6 adalah “copycat” dari iPhone 6, seperti yang disebutkan oleh beberapa pakar smartphone. Tentu saja, Samsung bereaksi keras dengan klaim ini dan mengatakan bahwa kenyataannya tidak demikian.

“Setelah melihat bentuk sebenarnya, apakah anda benar-benar berpikir bahwa S6 terlihat mirip dengan iPhone 6? Bila benar-benar telah melihatnya, hal itu tidak benar, dan kami memiliki tonal warna yang lebih tajam,” bantah Lee seperti dilansir dari laman C-Net.

Meski diklaim bukan produk tiruan, tak urung publik menilai setidaknya ada lima kemiripan produk  Samsung S6 dengan iPhone 6. Yakni bodi metal, desain oval, layout serupa, keberadaan fitur Samsung Pay yang serupa dengan Apple Pay, serta tiga pilihan kapasitas yang sama, yakni 32 GB, 64 GB, dan 128 GB. Ketiga varian tersebut juga tidak memiliki slot microSD seperti halnya iPhone 6.