Jakarta, Selular.ID – Pendanaan besar yang diperoleh GrabTaxi dari operator Softbank akan dimanfaatkan untuk memperlebar jaringan armada dan mengedukasi para pengemudi selaku mitra GrabTaxi agar ‘melek’ teknologi. Saat pertumbuhan GrabTaxi tengah meroket, lantas bagaimana nasib saingan terbesarnya, Uber?
Setelah tersangkut kasus pemerkosaan di India, jasa pemesanan mobil sewa Uber terus mendapat kecaman keras. Salah seorang supir Uber diciduk kepolisian New Delhi karena terbukti melakukan tindak pemerkosaan kepada penumpang wanita yang berusia 25 tahun. Kesalahan fatal, taksi Uber itu tidak dilengkapi GPS dan data pengemudinya. Padahal wajib bagi perusahaan taksi di sana untuk menyematkan GPS dan data pengemudi di kabin mobil.
(Baca: Pantau Driver Nakal, Uber Siapkan Biometrik dan Detektor Kebohongan)
Saat menjajal aplikasi GrabTaxi dengan menumpang taksi White Horse (18/12/2014), Selular.ID cukup takjub melihat kelengkapan berkas pengemudi sesuai prosedur acuan perusahaan. Selain dibekali smartphone untuk keperluan GPS, para driver juga diharuskan membawa KTP, SIM, dan memperlihatkan Identitas Pengemudi /Kartu Pengenal Pengemudi (KPP) di atas dashboard/kaca depan mobil. Bahkan, sesekali pihak GrabTaxi menelepon pengemudi untuk menanyakan posisi terkini di jalanan. Tak ada lagi, rasa was-was atau tindak penipuan argometer.
Sementara itu, badan usaha GrabTaxi jelas izin operasionalnya karena bekerja sama dengan perusahaan taksi Indonesia, berbeda dengan Uber. Alasan utama pelarangan Uber beredar di Jakarta adalah karena tidak memiliki izin operasional. Uber dinilai sengaja tidak mau mengurus izin operasional agar tidak membayar pajak. Ketidakjelasan status hukum membuat Uber sangat riskan digunakan oleh penumpang.
Selain di Jakarta, wacana penghentian operasi Uber ini juga terjadi di sejumlah negara termasuk Malaysia, India, Vietnam, dan beberapa kota di Jerman. (bda)