Jakarta, Selular.ID – Lonjakan harga atau surge pricing telah lama menjadi kelemahan Uber di mata konsumen. Di saat permintaan tinggi, atau ketika jumlah konsumen lebih banyak daripada jumlah pengemudi, Uber meninggikan harga normal, bahkan melipatgandakan, untuk mendorong pengemudi agar segera berjejal ke zona banjir demand.
Tentu saja, banyak pengemudi yang menyukai sistem itu, bahkan mereka kerap menunggu untuk sign-in ke platform sampai surge pricing dimulai. Namun sebagian besar penumpang membencinya, bahkan kritikus menyebutnya sebagai penipuan harga.
Guna menyiasati hal itu, sekarang Uber sedang menguji versi baru dari aplikasi yang membuat lonjakan harga tadi hampir tak terlihat ke pelanggan. Lambang petir di layar homepage dan kotak pop-up yang memberitahukan pengguna kalau ongkos mereka akan dinaikkan, keduanya hilang.
Sebaliknya, pelanggan yang memasukkan lokasi tujuan perjalanan mereka, akan disajikan dengan tarif di muka.
Versi terbaru dari aplikasi hanya memperingatkan konsumen dengan baris teks samar-samar tentang “permintaan sedang tinggi” yang terletak di bawah tarif.
Teorinya adalah konsumen akan mengetahui berapa jumlah uang yang harus dibayarkan untuk perjalanan mereka, daripada berhadapan dengan multiplier abstrak yang meminta mereka untuk menghitung sendiri kelipatan angka sebelum memutuskan untuk memesan layanan atau tidak.
Sudah mulai bergulir di bulan April, perusahaan menguji tarif di muka tersebut di enam kota di Amerika Serikat serta lima kota di India. Dalam beberapa bulan ke depan, Uber akan menggelar penyembunyian lonjakan harga tersebut untuk sisa pasar lainnya di seluruh dunia, termasuk Indonesia.