Minggu, 23 November 2025
Selular.ID -

Startup AI di Indonesia Sangat Minim, Ini Penyebabnya

BACA JUGA

Selular.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memberikan tanggapan resmi terkait temuan dalam laporan e-Conomy SEA 2025 dari Google, Temasek, dan Bain & Company.

Laporan tersebut menempatkan Indonesia di posisi pertama untuk adopsi teknologi kecerdasan buatan (AI) di Asia Tenggara, namun di sisi lain, jumlah startup AI dalam negeri justru tergolong rendah.

Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kominfo, Edwin Hidayat Abdullah, mengungkapkan bahwa kesenjangan konektivitas menjadi salah satu faktor penyebab utama minimnya startup AI di Tanah Air.

“Connectivity hanya bagus di perkotaan, cuma secara rata-rata kecepatan ada yang bagus, ada yang belum bagus,” jelas Edwin dalam keterangannya, (14/11/2025).

Selain masalah konektivitas, Edwin juga menyoroti ketersediaan infrastruktur komputasi sebagai tantangan berikutnya.

“Nomor dua apa? Computing. Artinya sudah tersedia tempat-tempat seperti GPU atau data center, di mana bisa melakukan computing,” tambahnya.

Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa meski adopsi AI tinggi, fondasi infrastruktur digital masih perlu diperkuat untuk mendukung pertumbuhan startup AI.

Laporan e-Conomy SEA 2025 sendiri menjadi bahan evaluasi penting bagi perkembangan ekosistem digital Indonesia.

Posisi Indonesia sebagai negara dengan adopsi AI tertinggi di kawasan seharusnya bisa menjadi modal besar untuk melahirkan lebih banyak startup berbasis AI.

Namun realitanya, pertumbuhan startup AI masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara.

Fenomena ini cukup menarik mengingat dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar dalam pengembangan startup.

Seperti yang pernah diulas dalam artikel mengenai negara startup AI tertinggi di dunia, Indonesia sebenarnya memiliki fondasi yang cukup kuat untuk berkembang di sektor ini.

Tantangan Infrastruktur Digital

Masalah konektivitas yang diungkapkan Kominfo bukanlah isu baru dalam perkembangan ekosistem digital Indonesia.

Ketimpangan akses internet antara wilayah perkotaan dan pedesaan masih menjadi pekerjaan rumah yang belum tuntas.

Padahal, untuk mengembangkan solusi AI yang canggih, dibutuhkan konektivitas yang stabil dan merata.

Infrastruktur komputasi juga menjadi kendala signifikan. Pengembangan AI memerlukan sumber daya komputasi yang besar, termasuk akses ke Graphics Processing Unit (GPU) dan data center yang memadai.

Tanpa dukungan infrastruktur ini, startup AI akan kesulitan dalam mengembangkan dan menguji model AI mereka.

Kondisi ini berbeda dengan beberapa tahun lalu ketika beberapa startup Indonesia harus melakukan PHK besar-besaran.

Saat itu, tantangan lebih banyak datang dari sisi bisnis dan pendanaan, sementara sekarang hambatan justru datang dari infrastruktur dasar.

Peluang di Tengah Tantangan

Meski menghadapi berbagai kendala, peluang pengembangan startup AI di Indonesia tetap terbuka lebar.

ingginya adopsi AI menunjukkan bahwa pasar Indonesia sudah siap menerima solusi-solusi berbasis kecerdasan buatan.

Ini menjadi modal berharga bagi calon pendiri startup untuk mengembangkan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

Pengalaman dari tiga startup Indonesia yang menyelesaikan pelatihan muru-D di Singapura membuktikan bahwa dengan dukungan yang tepat, startup lokal mampu bersaing di level internasional.

Program semacam ini bisa menjadi contoh bagaimana kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan komunitas dapat mempercepat perkembangan startup AI.

Kominfo sendiri diharapkan dapat mengambil peran lebih besar dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan startup AI.

Mulai dari perbaikan infrastruktur digital, penyediaan fasilitas komputasi, hingga kebijakan yang mendukung inovasi di sektor kecerdasan buatan.

Ke depan, dengan komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan, Indonesia berpotensi tidak hanya menjadi konsumen teknologi AI, tetapi juga produsen solusi AI yang dapat bersaing di kancah global.

Langkah strategis dan kolaboratif diperlukan untuk mengubah tantangan infrastruktur menjadi peluang pertumbuhan yang berkelanjutan.

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU