Selular.ID – Rencana Menkominfo Budi Arie menetapkan batas kecepatan internet 100 Mbps, apakah sudah terbilang tepat?
Serasa geram karena internet di Indonesia masih jauh dari kata cepat, apalagi kualitas internet di Indonesia ini hanya lebih baik dari negara Myanmar dan Timor Leste.
Bahkan negara seperti Brunei Darussalam, Kamboja, dan Laos jauh diatas Indonesia yang hanya miliki kecepatan internet diangka 24,9 Mbps.
Maka dari itu, Budie Arie menetapkan kebijakan bagi seluruh penyedia fixed internet broadband untuk jaringan yang tertutup tidak diperkenankan menjual layanan internet di bawah 100 Mbps.
Tapi apakah itu sudah termasuk langkah yang tepat untuk mengakselerasi percepatan internet Indonesia?
Kepala Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel, Sigit Puspito Wigati Jarot, memberikan tanggapannya kepada Selular.ID.
Menurutnya, langkah ini masih belum jelas, sehingga masih lebih terdengar sebagai wishlist.
“Misalnya kan bisa dalam bentuk regulasi QoS, atau kebijakan untuk mengatasi retribusi penggelaran jaringan sehingga penggelaran jaringan fiber bisa lebih merata dan kecepatan bisa naik, atau misalnya kebijakan penjadwalan gigabit city, dll.” Jelasnya.
Sigit juga menanggapi, kalau faktor kecepatan internet ini punya opsi yang banyak, misalnya mulai dari faktor-faktor teknis seperti pilihan teknologi, level fiberisasi, kualitas layanan.
Lain dari pada melihat faktor kecepatan, juga bisa dilihat dari sisi faktor bisnis/investasi seperti afordabilitas harga, daya beli masyarakat pengguna, RoI teknologi eksisting, mahalnya biaya penggelaran jaringan baru, kecepatan penggelaran jaringan, dll.
Tidak lupa, Sigit juga menambahkan faktor terkait regulasi seperti masih banyaknya hambatan regulasi, tingginya pungutan-pungutan atau retribusi, regulasi yang outdated.
“Masih banyak faktor yang patut dilihat, Sehingga masih terlalu dini untuk menilai apa kebijakan yang akan diambil, berdasar pada statemen tersebut.” Jelasnya Sigit.
Kalau kita melihat pengalaman negara2 lain yang sudah lebih berhasil memperbaiki kondisi ini, maka ada beberapa kebijakan yang lebih terbukti bisa memperbaiki speed Fix Broadband ini.
“Diantaranya mendorong Program Gigabit City, yaitu menargetkan beberapa kota terpilih untuk secara bertahap mampu melayani minimal 1 Gbps, dari pengalaman, dampaknya terbukti mengangkat rata2 speed Fix Broadband nya. Dan ini sesungguhnya sudah masuk dalam Visi Indonesia Digital yang ditetapkan Kominfo.”
“Hal yang lain adalah mendorong penggelaran FWA (Fixed Wireless Access). Di banyak negara, FWA khususnya 5G FWA yang difungsikan sebagai komplemen dari fiberisasi, dapat mempercepat cakupan FBB dengan kecepatan yang lebih tinggi.” Tambahnya.
Namun kembali lagi memang kenyataannya speed Fix Broadband secara benchmark internasional Indonesia masih sangat rendah dan buruk.
Sebenarnya rencana Kemkominfo buat batasi kecepatan internet diangka 100 Mbps adalah belum seberapa, jika dilihat oleh negara tetangga, Singapura, angka segitu masih kecil baginya.
Pasalnya, Singapura menjadi negara dengan kecepatan fixed braodband terbaik dunia dengan 270,62 Mbps.
Bisa dilihat, Sigit juga membeberkan dalam hal afordabilitas, Indonesia belum dikata terbaik. Dengan patokan ITU 2% GNI per cap, untuk mobile Broadband Indonesia sudah jauh lebih affordable (1.3%), tapi untuk Fix Broadband memang masih cukup mahal (10.9%).
Baca juga : Nasib ISP Usai Kominfo Wacanakan Kecepatan Internet Harus 100 Mbps