Kamis, 21 September 2023

Ada Peran Steve Jobs Dibalik Meroketnya Layanan Mobile Banking di Seluruh Dunia

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

Selular.ID –  Ketika CEO sekaligus pendiri Apple Steve Jobs meluncurkan iPhone pertama pada 2007, gadget itu tidak hanya merevolusi cara kita berkomunikasi.

Faktanya, ponsel cerdas itu tak sekedar alat cuap-cuap, namun juga menjadi pendorong inovasi yang mempercepat pengembangan layanan mobile banking dan digital banking.

Memfasilitasi dan menyederhanakan akses ke layanan perbankan cukup di layar smartphone. Itulah salah satu tujuan Jobs. Sesuatu yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh banyak orang.

Meskipun krisis ekonomi global pada 2008 merupakan masa yang sulit bagi banyak nasabah bank, hal itu tidak mengganggu berkembangnya perbankan digital.

Kini dengan semakin tingginya penetrasi mobile banking, tak heran jika valuasinya terus meningkat setiap tahunnya.

Laporan Market Research Future yang dipublikasikan pada 28 September 2022, menunjukkan, pasar mobile banking global bernilai USD 772,96 juta pada 2022.

Angka itu diproyeksikan bakal terus membesar. Tak tanggung-tanggung, dapat menyentuh USD 3,47 miliar pada 2030 dengan CAGR 15,4%.

Baca Juga: Indonesia dan Singapura Bersaing Jadi Pusat Pertumbuhan Mobile Banking di Asia Tenggara

Menurut American Bankers Association, perbankan online sudah menjadi arus utama sejak 2011. Tercatat, mayoritas orang Amerika berusia 55 tahun ke atas lebih memilih perbankan online daripada kunjungan ke cabang. Praktis dan anti-repot.

Hal yang sama juga terjadi di Swiss. Layanan seperti pembayaran dengan TWINT, yang diperkenalkan pertama kali pada 2016, juga berkontribusi pada kesuksesan perbankan digital.

Menurut studi pada 2021 oleh Lucerne University of Applied Sciences and Arts, penduduk Swiss sekarang lebih banyak menggunakan layanan perbankan online. Tak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai 90 persen dari total populasi.

Tren yang sama juga terjadi di negara-negara Asia Tenggara. Selama satu dekade terakhir, Asia Tenggara telah mengalami transformasi teknologi yang signifikan, perubahan yang dimungkinkan oleh konsumen digital yang sangat mudah beradaptasi di kawasan ini.

Ratusan juta orang telah melompat ke perangkat selular, melewatkan komputer pribadi sama sekali. Ekosistem digital mobile pertama di Asia Tenggara dapat dilihat hari ini dengan preferensi yang jelas dari konsumen untuk saluran selular.

Sebuah studi oleh perusahaan keamanan IT Entrust menunjukkan bahwa dibandingkan dengan wilayah lain, pelanggan di Asia Tenggara adalah pengguna mobile banking yang paling aktif.

Entrust, yang menyurvei lebih dari 1.300 pelanggan perbankan dari sembilan negara, menemukan bahwa penggunaan layanan mobile banking melalui aplikasi adalah yang tertinggi di Singapura dan Indonesia.

Di kedua negara itu, masing-masing ditemukan sebanyak 65% dan 71% responden, menyatakan menggunakan alat ini paling banyak untuk mengelola keuangan dan keuangan, terutama dalam melakukan transaksi. Angka ini merupakan yang tertinggi di antara lokasi yang diteliti.

Hanya 23% responden di Singapura dan 9% responden di Indonesia yang menyatakan paling sering menggunakan komputer pribadi mereka untuk melakukan aktivitas perbankan.

Baca Juga: 10 Aplikasi Mobile Banking Teratas Di Dunia Berdasarkan Jumlah Unduhan

Apple Kini Layak Disebut Bank, Perbankan Tradisional Ketar-ketir

layanan mobile banking

Di sisi lain, Apple yang note bene merupakan peletak dasar dari berkembangnya layanan mobile banking dan digital banking juga terus berinovasi.

Dalam beberapa tahun terakhir, Apple telah membuat gebrakan di sektor jasa keuangan, mengancam dominasi bank, lembaga keuangan tradisional, dan ekosistem yang menyertainya.

Manuver raksasa teknologi ini ke dalam industri jasa keuangan, menandakan ambisi yang lebih besar untuk menghadapi Wall Street, dan perkembangan terakhir menunjukkan rencana ekspansi yang agresif.

Apple dan Goldman Sachs pertama kali bermitra pada 2019. Keduanya meluncurkan Apple Card, kartu kredit yang menandakan awal dari ambisi Apple dalam layanan keuangan.

Kartu tersebut dipasarkan sebagai memberikan tingkat privasi dan keamanan baru, dengan fokus pada nilai unik yang dapat diberikan Apple kepada pelanggan.

Pasca peluncuran Apple Card, raksasa yang berbasis di Cupertino – California itu, terus mengayunkan langkah di sektor ini. Membuat para pesaing, terutama perbankan tradisional ketar-ketir.

Baru-baru ini, perusahaan yang berbasis di Cupertino – California itu, meluncurkan dua produk penting dengan bantuan Goldman Sachs.

Yaitu Apple Pay Later, penawaran “beli sekarang, bayar nanti” (buy now pay later/BNPL) yang tengah hits, dan Savings, rekening tabungan hasil tinggi dengan tingkat bunga 4,15%—sepuluh kali rata-rata tabungan nasional.

Keberhasilan Apple Pay, teknologi pembayaran nirkabel perusahaan, menunjukkan komitmen jangka panjang perusahaan terhadap industri jasa keuangan.

Baca Juga: 8 Fitur Mobile Banking yang Memacu Inovasi dan Pertumbuhan Pengguna

Basis pengguna Apple Pay terus berkembang sejak peluncurannya pada 2014. Apple menyebutkan bahwa adopsinya sudah mencapai 75% pada 2022.

Saat Apple terus mengembangkan penawaran jasa keuangan, perusahaan yang valuasi sudah mencapai $3 triliun pada Januari 2022 itu, telah bertransformasi menjadi pemain penting di sektor perbankan.

Beberapa langkah Apple saat ini meletakkan dasar untuk pangsa pasar yang lebih signifikan di masa depan. Project Muirfield, inisiatif internal untuk memungkinkan iPhone mengirim dan menerima pembayaran, adalah contoh utama.

Dengan teknologi ini, jika pembeli dan pedagang menggunakan perangkat Apple, pembayaran dapat diproses tanpa melibatkan mitra perbankan tradisional atau jaringan pembayaran seperti Visa dan Mastercard.

Pendekatan Apple terhadap layanan keuangan bersifat incremental. Berfokus pada membangun keuntungan yang berkelanjutan dari waktu ke waktu daripada melakukan akuisisi yang mencolok.

Saat perusahaan terus berekspansi ke sektor ini, diharapkan dapat memanfaatkan basis pengguna yang besar, kapitalisasi pasar, dan sejarah inovasi yang mengganggu untuk mendapatkan pijakan di industri perbankan dan jasa keuangan.

Institusi perbankan tradisional telah memperhatikan ekspansi Apple yang berpotensi mengubah landscape industri.

Meski dikenal sebagai perusahaan teknologi, tak berlebihan jika CEO JP Morgan Chase Jamie Dimon menyebut Apple sebagai bank. Mengutip sumber daya dan data perusahaan yang luas sebagai keunggulan kompetitif.

CEO American Express Stephen Squeri juga mengakui ancaman Apple. Ia merasa “paranoid” tentang kehadiran raksasa teknologi yang semakin berkembang di industri yang terkenal prudent itu.

Sementara tujuan akhir Apple di sektor keuangan masih belum jelas, langkah terbarunya menunjukkan komitmen jangka panjang untuk industri tersebut.

Saat Apple terus mengembangkan produk dan layanannya, mau tak mau bank dan lembaga keuangan tradisional harus siap menghadapi persaingan ketat dari raksasa teknologi tersebut.

Transformasi menjadi kata kunci jika mereka tidak ingin terlempar dari persaingan. Pilihannya hanya satu: berubah atau tinggal jadi sejarah.

Suka tidak suka, 12 tahun setelah kematiannya, inovasi yang dilakukan Steve Jobs sudah menjadikan Apple sebagai salah satu raksasa fintech dunia.

Baca Juga: Siapa Penguasa e-Wallet, Mobile Banking, dan Digital Banking di Indonesia?

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

INDEPTH STORIES

BERITA TERBARU