Beberapa varian konsep menggunakan beberapa panel layar sentuh pada engsel, sementara desain lainnya menggunakan tampilan fleksibel.
Faktanya, jauh sebelum Samsung menguasai pasar smartphone layar lipat, konsep tersebut sudah ada sejak konsep “Morph” yang diperkenalkan oleh vendor asal Finlandia, Nokia pada 2008.
Nokia Morph merupakan proyek kerja sama Nokia dengan Universitas Cambridge di Inggris Raya dan didasarkan pada nanoteknologi. Namun proyek ini ditunda tanpa batas waktu karena penjualan divisi ponsel Nokia ke Microsoft.
Konsep selanjutnya yang dipresentasikan oleh Samsung Electronics pada 2013 (sebagai bagian dari rangkaian konsep yang lebih besar yang menggunakan layar OLED fleksibel).
Sedangkan smartphone lipat pertama yang tersedia secara komersial dengan layar OLED mulai bermunculan pada November 2018.
Baca Juga: Ketahui 4 Smartphone dengan Storage 1TB, Ponsel Lipat Menyusul
Beberapa perangkat mungkin terlipat pada sumbu vertikal menjadi bentuk yang lebih lebar, seperti tablet, tetapi masih dapat digunakan dalam keadaan terlipat yang lebih kecil.
Kemudian, layar dapat membungkus bagian belakang perangkat saat dilipat (seperti pada Royole FlexPai dan Huawei Mate X), atau menggunakan desain seperti buklet di mana layar lipat yang lebih besar terletak di bagian dalam, dan layar di bagian dalamnya.
Dari sisi “cover” memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dengan perangkat tanpa membukanya (seperti seri Samsung Galaxy Fold).
Belakangan, smartphone layar lipat dengan model horizontal juga telah diproduksi, biasanya menggunakan faktor bentuk clamshell.
Baca Juga: Top 5 Ponsel Lipat Q1-2022: Galaxy Z Fold 3 Punya Pesaing Kuat
Generasi pertama dari smartphone lipat yang dirilis secara komersial menghadapi kekhawatiran akan daya tahannya. Namun kini dengan semakin berkembangnya teknologi, persoalan tersebut mulai terkikis. Namun harganya yang masih terbilang mahal masih menjadi hambatan di pasar.