Minggu, 3 Agustus 2025
Selular.ID -

Mampukah Reed Hastings Mengembalikan Kinerja Netflix yang Memburuk?

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

Tantangan Krisis Jilid Dua

Bagi Reed Hasting, krisis yang mendera perusahaan yang ia dirikan bukan kali pertama. Perbedaannya adalah, saat membangun Netflix bersama rekannya Marc Randolph pada 1999, pasar belum sepenuhnya menerima layanan video streaming. Saat itu, sebagian besar masyarakat masih menyukai layanan penyewaan film secara konvensional.

Alhasil, keduanya mengalami kesulitan keuangan yang tak mampu dibendung. Sebagai perusahaan rintisan, Netflix kehilangan banyak uang dan di sisi lain mereka juga harus bertahan.

Nyaris tak ada jalan keluar, keduanya terpaksa menawarkan 49% saham Netflix ke Blockbuster, penguasa rental DVD film saat itu, dengan harga 50 juta dolar AS. Dengan penjualan itu, Hastings berharap Netflix nantinya akan menjadi lini bisnis penyewaan film daring dari Blockbuster.

Namun, Blockbuster enggan dengan penawaran tersebut lantaran tak yakin dengan masa depan perfilman online atau layanan streaming film.

Penolakan tersebut justru membuat Hastings semakin yakin bahwa Netflix bakal menjadi pemain besar dalam industri perfilman digital. Segala upaya dilakukan untuk terus mempromosikan Netflix dengan penawaran harga yang murah dan efisien.

Baca Juga: Untuk Pertama Kalinya, Pelanggan Netflix Menyusut

Sebagai langkah awal untuk membuat Netflix lebih besar, Hastings memutuskan untuk go public pada 2002. Kala itu, Netflix hanya memiliki 600 ribu pelanggan di seluruh AS dan meningkat tajam setelah beberapa tahun go public.

Pada 2005, pengguna bulanan Netflix melonjak hingga lebih dari 4,5 juta orang dan kemudian lima tahun berselang, angin berubah arah. Blockbuster mulai meredup, sedangkan Netflix tumbuh dengan 16 juta pengguna bulanan.

Jelang akhir 2010, Blockbuster yang pernah menolak tawaran dari Hastings mengalami kebangkrutan imbas dari utang, kerugian, dan kekalahan atas persaingan dengan layanan streaming on demand seperti Netflix dan Redbox.

Hastings dan Netflix pun meraih kejayaannya, seiring dengan semakin berkembangnya teknologi broadband, terutama mobile broadband, yang memungkinkan pelanggan bisa menikmati tayangan streaming dari mana saja, dengan kualitas sebanding fixed broadband.

Namun setelah melewati pertumbuhan yang gemilang, pada Q1 2022, Netflix melaporkan kehilangan 200.000 pelanggan, membuat kehilangan pelanggan pertamanya dalam lebih dari 10 tahun.

Penurunan tersebut membawa basis pelanggan Netflix menjadi 221,6 juta, turun dari 221,8 juta pada kuartal sebelumnya.

Kerugian perusahaan diprediksi akan berlanjut, karena menurut perkiraan Netflix, mereka bisa kehilangan 2 juta pelanggan pada kuartal kedua 2022.

Baca Juga: Netflix Kembali PHK 300 Karyawan, Dampak Jumlah Pelanggan Menurun

Sebagai penguasa layanan streaming film global, Netflix kini menghadapi persaingan ketat dengan hadirnya beberapa platform layanan serupa, milik para raksasa teknologi lainnya, seperti Apple TV, Disney+, Amazon Prime, dan lain sebagainya.

Dengan kualitas film dan layanan yang lebih baik, serta harga yang lebih terjangkau, para pesaing terus berupaya menggerogoti basis pelanggan yang dimiliki Netflix.

Imbasnya, pangsa pasar Netflix telah turun secara signifikan dalam dua tahun terakhir. Antara Q1 2020 dan Q1 2022, telah anjlok dari 55,7% menjadi 45,2% secara global, dan dari 52,4% dan 42,4% di AS, menurut Parrot Analytics.

Baca Juga: Stephen Elop, Sang Penghancur Nokia Malah Dapat Bonus Rp378 Miliar

Bagi Reed Hasting, penurunan kinerja Netflix dan merosotnya pangsa pasar, layak disebut sebagai krisis jilid dua. Mampukah pria yang lahir di Boston, Massachusetts, 8 Oktober 1960, menghadapi persoalan sepelik itu?

Dapatkah Reed Hasting bertahan? Atau justru mengulang kegagalan Mike Lazaridis, pendiri RIM Blackberry dan Stephen Elop, CEO Nokia. Kelak waktu yang akan membuktikannya.

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU