Selular.id – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menargetkan penetrasi internet 5G di Indonesia dapat mencapai 32% dari total populasi pada tahun 2030.
Target ambisius ini disampaikan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria, Senin (28/10/2025), sebagai bagian dari upaya pemerintah mendorong jaringan internet yang lebih baik bagi masyarakat.
Nezar mengakui kondisi saat ini masih jauh dari harapan. Di awal 2025, penetrasi 5G di Tanah Air hanya berkisar 4%-5%.
Data per Oktober 2025 menunjukkan angka tersebut baru menyentuh 10% dari total populasi.
Posisi Indonesia ini tertinggal signifikan dari negara tetangga seperti Malaysia, yang dilaporkan telah mencapai penetrasi 5G sebesar 80%.
“Pemerintahan mencanangkan 32 persen setidaknya jaringan 5G di itu bisa tersambung hingga tahun 2030,” tegas Nezar.
Komdigi pun mendorong kerja sama seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan teknologi internet yang lebih baik ke depan.
Kondisi ini mempertegas laporan sebelumnya bahwa penetrasi 5G di Indonesia baru 4% di kuartal pertama 2025.
Perlambatan adopsi teknologi generasi kelima ini menjadi perhatian serius di tengah percepatan digitalisasi global.
Baca Juga:
Harapan dan Realita di Sektor Telekomunikasi
Sigit Puspito Wigati Jarot, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), memberikan pandangan terkait perkembangan 5G di Indonesia.
Dia menyoroti bahwa pada satu tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, fokus lebih banyak tercurah pada perbaikan ketahanan pangan melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG), pemerataan pendidikan berkualitas, dan pemerataan ekonomi melalui koperasi.
Harapan akan terobosan serupa di sektor telekomunikasi dan teknologi informasi komunikasi (TIK) belum terwujud.
Padahal, menurut Sigit, sektor telekomunikasi memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, mencerdaskan bangsa di era digital, serta memperkuat ketahanan dan kedaulatan siber.
Meski demikian, setelah satu tahun pemerintahan hingga Oktober 2025, perkembangan 5G di Indonesia hanya bergerak sedikit.
“Ada kemajuan kebijakan seperti lelang pita 1,4 GHz untuk Broadband Wireless Access (BWA) dan konsultasi 2,6 GHz, tetapi penetrasi 5G masih rendah, berada di angka single-digit persentase sejak peluncuran komersial pada 2021,” ujar Sigit, beberapa waktu lalu (22/10/2025).
Indonesia tercatat tertinggal dalam peringkat performa broadband dibandingkan negara-negara tetangga di ASEAN.
Kondisi ini semakin memperjelas bahwa meski penetrasi smartphone 5G terus meningkat, infrastruktur pendukungnya belum optimal.
Peringkat Kecepatan Internet Indonesia di Asia Tenggara
Speedtest Global Index pada Juli 2025 mengungkap fakta memprihatinkan tentang kecepatan internet Indonesia.
Baik untuk internet seluler maupun fixed broadband, Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara.
Dalam hal internet seluler, Indonesia berada di peringkat 8 di Asia Tenggara dengan kecepatan rata-rata 42,85 Mbps pada Juli 2025.
Posisi ini hanya unggul tipis dari Laos, sementara negara seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia sudah jauh meninggalkan Indonesia.
Sigit juga merujuk pada penilaian kualitas kematangan regulasi International Telecommunication Union (ITU).
Menurut dashboard ICT Regulatory Tracker (Gen5/ITU), Indonesia tercatat sebagai Generation 2 (G2) dengan skor sekitar 57 pada 2024.
Nilai ini masuk dalam kategori “Early open markets”.
ITU ICT Regulatory Tracker adalah alat berbasis bukti yang dikembangkan oleh ITU untuk membantu pembuat kebijakan dan regulator memahami evolusi regulasi ICT.
Tracker ini terdiri dari 50 indikator yang dikelompokkan dalam empat pilar: otoritas regulasi, mandat regulasi, rezim regulasi, dan kerangka kompetisi.
Klasifikasi generasi (G1–G5) mencerminkan kemajuan dari regulasi monopoli tertutup ke pasar digital yang matang dan kolaboratif.
“Early Open Market” (G2) berarti suatu negara masih dalam tahap di mana regulasi mulai membuka pasar untuk kompetisi, tetapi masih didominasi oleh pendekatan tradisional dengan intervensi pemerintah yang kuat.
Kondisi regulasi ini turut mempengaruhi perkembangan teknologi di Indonesia, termasuk adopsi teknologi lain seperti yang terjadi pada perbandingan adopsi eSIM antara China dan Indonesia.
Dengan target 32% penetrasi 5G pada 2030, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan dituntut untuk bekerja lebih keras mengejar ketertinggalan.
Percepatan pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi, dan peningkatan investasi menjadi kunci utama mewujudkan transformasi digital Indonesia.



