Jakarta, Selular.ID – Lonjakan permintaan terhadap chips AI membuat kinerja perusahaan-perusahaan teknologi dunia terkerek naik.
Mengikuti Nvidia, Microsoft, dan lainnya, Samsung juga merasakan jika sihir AI telah mendorong perbaikan kinerja perusahaan yang sebelumnya menurun.
Seperti dilansir Mobile World Live (5/7/2024), Samsung memperkirakan peningkatan pendapatan sebesar lebih dari 20% pada kuartal kedua karena meningkatnya permintaan terhadap produk AI, yang mengakibatkan lonjakan besar pada chip memorinya.
Vendor Korea tersebut memperkirakan penjualan akan mencapai KRW74 triliun ($53,6 miliar) pada kuartal yang berakhir 30 Juni 2024, naik 23% dibandingkan tahun lalu.
Laba operasional diperkirakan meningkat 15 kali lipat menjadi KRW10,4 triliun, dari KRW670 miliar pada tahun sebelumnya.
Panduan ini mencerminkan tren di antara perusahaan-perusahaan teknologi besar untuk mengembangkan model AI canggih mereka sendiri, yang mengakibatkan permintaan terhadap chip D-RAM (Dynamic random-access memory). Harga D-RAM juga meningkat 13-18% selama periode tersebut.
Financial Times melaporkan, mengutip perusahaan riset LSEG SmartEstimates, bahwa divisi chip perusahaan akan membukukan laba operasional sebesar KRW5 triliun pada Q2, dibandingkan dengan kerugian KRW4,4 triliun pada tahun sebelumnya.
Baca Juga: Artificial Intelligence Diprediksi Terus Tumbuh, Puncaknya Di Tahun 2030
Di sisi lain, untuk memperkuat momentum, Samsung akan meluncurkan jajaran perangkat berikutnya, dengan dorongan besar pada fitur AI, di sebuah acara di Paris minggu depan.
Analis industri Richard Windsor menggambarkan hasil awal Samsung sebagai “luar biasa”, dan menegaskan bahwa pengeluaran untuk AI terus berlanjut dengan cepat dan mungkin perlu “beberapa kuartal sebelum kenyataan dapat mengimbangi hype yang ada”.
Windsor menjelaskan bahwa untuk komoditas seperti memori, permintaan yang kuat “hampir pasti” didorong oleh AI yang mengalir langsung ke laba, sehingga memberi Samsung profitabilitas yang lebih tinggi dari perkiraan.
“Sepertinya hal ini akan berlanjut pada Q3 2024 karena Samsung diperkirakan akan memenuhi syarat sebagai pemasok chip memori bandwidth tinggi (HBM) ke Nvidia,” yang akan membantunya bersaing dengan rivalnya SK Hynix dan Micron, tambahnya.
Analis memperkirakan Samsung akan mulai memasok chip HBM ke Nvidia akhir tahun ini. Namun perusahaan tersebut belum lulus tes kualifikasi Nvidia, dengan CEO Jensen Huang menyatakan bulan lalu bahwa diperlukan lebih banyak pekerjaan teknis.
Meningkatnya pendapatan Samsung pada kuartal kedua 2024, merupakan pembalikan terhadap kinerja sebelumnya.
Dalam laporan pendapatan pada Rabu (31/1/2024), Samsung gagal memulihkan pendapatan mereka dibandingkan 2022.
Berdasarkan laporan tersebut, pendapatan tahunan Samsung hanya mencapai 258,94 triliun won (Rp3,05 kuadriliun) dan laba operasionalnya hanya 6,57 triliun won (Rp77,5 triliun). Angka ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan laporan sebelumnya.
Pada laporan tahun fiskal 2022, laba operasional Samsung mencapai 43,38 triliun won (Rp512 triliun). Total pendapatan yang tidak mengalami peningkatan ini menunjukkan bahwa Samsung mengalami masa yang sulit tahun lalu.
Samsung mengakui bahwa perusahaannya telah mengalami kerugian yang di beberapa divisi, salah satunya adalah divisi memori.
Meski bisnis di bidang tersebut telah menunjukkan tanda pemulihan, kerugiannya tetap mencapai 2,18 triliun won (Rp25 triliun).
Tak hanya bisnis memori, divisi tampilan visual dan peralatan digital juga mengalami kerugian. Dari laporan tersebut, tercatat bahwa kerugian operasionalnya mencapai 0,05 triliun won atau sekitar Rp590 miliar.
Kini akibat lonjakan permintaan chips AI, chaebol Korea Selatan itu, berharap keluar dari masa-masa sulit. Pertumbuhan pendapatan pada kuartal kedua 2024, menunjukkan perusahaan akan rebound.
Pencapaian itu memberikan kredit tersendiri kepada Lee Jae-yong, yang telah memimpin kembali Samsung pada Februari 2024. Sang CEO dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan Seoul pada Senin (5/2/2024).
Sebelumnya, Lee dikenakan tuduhan manipulasi saham dan penipuan akuntansi terkait dengan merger kontroversial dua afiliasi Samsung pada 2015.
Baca Juga: Tahun 2025 Bisnis Artificial Intelligence (AI) Diperkirakan Naik 72%