Kamis, 31 Juli 2025

3 Alasan Mengapa Operator Meminta Lelang Spektrum 700 Mhz Ditunda Hingga Akhir Tahun

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

Selular.ID – Rencana lelang spektrum 700 Mhz dan 26 GHZ kembali molor dari jadwal sebelumnya. Kominfo memberi sinyal, proses lelang baru akan terlaksana pada akhir 2024.

Dalam catatan Selular, lelang 700 Mhz dan 26 Ghz yang utamanya ditujukan untuk mendorong penetrasi 5G sekaligus mendorong kecepatan internet, telah tertunda sebanyak tiga kali.

Semula, seperti disampaikan oleh Menkominfo Budi Arie Setiadi, pihaknya menjadwalkan lelang pada akhir 2023. Kemudian digeser pada awal 2024. Lalu, dengan berbagai alasan, mundur kembali pada Mei – Juni lalu.

Berbeda dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya, usulan untuk menunda lelang spectrum 700 Mhz dan 26 Ghz, justru berasal dari operator selular. Bukan Kominfo selaku regulator.

Ini adalah kali pertama, operator selular yang tinggal menyisakan empat (Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Smartfren), kompak meminta agar proses lelang lebih baik dilaksanakan pada akhir tahun.

Tentu terdapat sejumlah faktor yang mengemuka, mengapa operator meminta Kominfo tidak terburu-buru menggelar proses lelang.

Baca Juga: Lagi-lagi Tertunda, Lelang Spektrum 700 Mhz Molor Hingga Akhir 2024

Setidaknya ada tiga alasan dibalik usulan penundaan tersebut. Mari kita telisik ketiganya.

  1. Belum adanya insentif 5G yang telah dijanjikan pemerintah

Pemberian insentif 5G kepada operator selular merupakan salah satu program kerja Menkominfo Budi Arie Setiadi. Budi mengatakan kebijakan itu sebagai langkah strategis agar jaringan 5G dapat dioptimalkan untuk peningkatan kecepatan internet di Indonesia yang lebih baik.

“Jadi negara investasi dulu tidak usah bayar sehingga bisa lebih murah operator mau melakukan investasi dalam jumlah yang besar,” kata Budi di Jakarta, Kamis (28/09/2023).

Budi Arie optimistis kecepatan internet Indonesia terus meningkat sejalan dengan perkembangan teknologi digital.

Menurutnya, Kominfo senantiasa mendorong agar kecepatan internet Indonesia menduduki peringkat 10 besar di dunia dengan jaringan 5G. Oleh karena itu, Kominfo tetap fokus pada penyelenggaraan infrastruktur digital.

Rencana pemberian insentif, tentu disambut baik oleh operator selular. Untuk memuluskan rencana tersebut telah dibentuk task force bersama, antara operator selular dan Kominfo.

Demi mendorong keberlanjutan industri, sekaligus penggelaran jaringan 5G agar lebih merata, operator selular diketahui meminta penurunan BHP spektrum lama sebesar 20%. Sedangkan untuk yang baru, diberikan grace period antara 3 hingga 4 tahun.

Dengan pertumbuhan yang tak lagi mewah, wajar jika operator mendesak Kominfo agar mengubah mekanisme lelang. Baik dari sisi harga yang lebih terjangkau maupun metode pembayaran.

Namun usulan yang dilayangkan oleh operator, tidak sepenuhnya diterima oleh Kominfo. Alasannya bisa berdampak pada PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).

Di sisi lain, Kominfo juga harus melibatkan Kementerian/Lembaga lain, agar mendapatkan justifikasi dalam pengambilan keputusan. Sehingga tidak bermasalah di kemudian hari.

Asal tahu saja, sekitar 90% PNBP Kominfo setiap tahunnya, merupakan hasil dari lisensi spektrum yang dibayarkan oleh operator selular.

Sehingga pengurangan BHP frekwensi akan langsung berdampak pada nilai PNBP Kominfo yang disetorkan kepada Kementerian Keuangan.

Dengan perbedaan sudut pandang tersebut, sampai saat ini rencana pemberian insentif 5G masih belum menemukan titik temu.

Apalagi Dirjen SDPPI Kominfo Ismail kekeuh, jika kebijakan insentif khususnya untuk pembangunan jaringan 5G, melekat kepada proses lelang tersebut.

Baca Juga: Hilal Lelang Spektrum 700 Mhz dan 26 Ghz Belum Terlihat, 5G Masih Angan-angan

  1. Spektrum 700 Mhz bukan frekwensi ideal untuk 5G

Karena low band, spektrum 700 Mhz memiliki sejumlah kelebihan, terutama dari sisi coverage. Di daerah pedesaan, misalnya pita frekuensi rendah mencakup wilayah yang lebih luas dengan stasiun pangkalan (BTS) yang lebih sedikit.

Dengan coverage lebih luas, spektrum 700 Mhz menawarkan biaya penerapan yang lebih rendah dan terjangkau, sehingga dapat mendorong penetrasi jaringan dengan lebih cepat.

Sementara di daerah perkotaan, frekwensi 700Mhz dapat meningkatkan cakupan dalam ruangan dan mampu menembus bangunan.

Meski punya kelebihan, ekosistem 700 Mhz dinilai belum matang untuk layanan 5G. Operator selular menilai, saat ini ekosistem 5G yang sudah matang, ada pada frekwensi 2,6 GHz dan 3,5 GHz.

Sehingga kalau pun operator terlibat dalam lelang 700 MHz dan menang, kemungkinan tidak akan digunakan untuk 5G.

Bisa jadi pemanfaatannya malah untuk memperkuat layanan 4G yang juga dibutuhkan operator selular untuk meningkatkan kualitas layanan data dan internet.

Hal itu dimungkinkan,  karena sesuai dengan teknologi netral, kebijakan pemanfaatan spectrum sepenuhnya ada di tangan operator selular.

  1. Tingginya Beban BHP frekwensi tidak sebanding dengan pendapatan

Dengan lebar sekitar 112 MHz, jika digunakan operator selular, frekwensi 700 Mhz akan menghasilkan PNBP bagi pemerintah lebih dari 50X – 100X lipatnya dalam bentuk BHP (biaya hak penggunaan) frekuensi.

Jika satu operator memenangkan semua blok tersebut terbilang sangat berat di tengah kondisi industri selular yang tengah menurun saat ini.

Sekadar informasi, dalam lelang pada 2018, BHP frekuensi per tahun untuk pita selebar 2,5 MHz hampir Rp 600 miliar. Kalau 9 blok yang didapatkan dari lelang, artinya BHP frekuensi yang dibayarkan sebesar Rp 6 triliun.

Pembayaran yang harus dilakukan di tahun pertama adalah 3x lipat dari BHP frekuensi (dengan hitungan 2 kali upfront free alias biaya izin awal dan 1x annual fee).

Jika dihitung, operator selular pemenang alokasi pita frekuensi 90 MHz adalah Rp 18 triliun di tahun pertama. Sehingga jumlah tersebut sangat memberatkan operator.

Saat ini operator tengah berupaya agar BHP frekwensi diturunkan. Operator mengeluhkan sewa frekuensi yang kian mahal. Kenaikan harga tersebut sayangnya tidak diikuti oleh peningkatan pendapatan dan laba perusahaan.

Berkembangnya layanan data, justru membuat pendapatan operator tidak lagi setinggi masa lalu. Saat ini tumbuh sekitar 5,6% secara average growth. Padahal BHP frekuensi pertumbuhannya sudah lebih dari 10%.

Operator juga meminta pemerintah mengurang beban regulatory charges yang sudah menyentuh 15% dari Capex dan Opex.

Demi mendorong keberlanjutan industri telekomunikasi, seharusnya regulatory charges hanya di bawah 10%, sesuai kajian GSMA.

Baca Juga: Kominfo Beri Bocoran Jadwal Lelang Spektrum Frekuensi di Acara Selular Award 2024

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU