Selular.ID – Sejumlah raksasa teknologi masih mengalami paceklik. Salah satunya menimpa Foxconn. Produsen kontrak terkemuka di dunia itu, memperkirakan pendapatan pada kuartal pembukaan 2024 akan menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
Tren ini menyusul penurunan pada Desember 2023, imbas melambatnya permintaan untuk produk cloud, jaringan, dan komputasi.
Tercatat pendapatan raksasa Taiwan itu pada Desember 2023 anjlok 26,9 persen tahun-ke-tahun menjadi TWD460,1 miliar ($14,9 miliar.
Anjloknya pendapatan merupakan penurunan kuartal ketiga berturut-turut yang dialami pemasok utama Apple tersebut, dengan penjualan setahun penuh menukik sebesar 7 persen menjadi TWD6,2 triliun.
Rontoknya kinerja Foxconn pada kuartal terakhir 2023 dipengaruhi oleh penurunan produk elektronik konsumen pintar, produk cloud dan jaringan, serta peralatan komputasi.
Perusahaan yang berkantor pusat di Taipe itu, terakhir kali membukukan keuntungan kuartalan pada Q1 2023, ketika pendapatannya naik 3,8 persen menjadi TWD1,5 triliun.
Pekan lalu, analis dari bank yang berkantor pusat di Inggris, Barclays, menurunkan peringkat saham Apple karena perkiraan melambatnya permintaan iPhone.
Baca Juga: Foxconn Mendunia Namun Gagal Menginvasi Pasar Smartphone Indonesia
Sebagai mitra utama Apple, pada dasarnya kinerja Foxconn juga tergantung dari pencapaian raksasa teknologi AS itu.
Sayangnya, Bisnis Apple di sejumlah pasar utama, seperti China sedang tidak baik-baik saja. Hal itu terlihat dari penjualan iPhone yang merosot hingga lebih dari 30% selama year over year pada minggu pertama Januari 2024.
Data ini dirilis oleh analis Jefferies yang juga menyebut kompetitor Apple seperti Huawei dan Xiaomi tetap kuat dengan penjualan yang tak menurun.
Analis Jefferies juga memperkirakan penjualan iPhone di China akan turun hingga dua digit selama 2024. Bahkan mereka juga memperkirakan Apple akan menerima tekanan pemasukan yang lebih tinggi pada tahun ini.
Lesunya bisnis Apple ini berbanding terbalik dengan bisnis smartphone Huawei yang kini mengalami rebound. Tercatat, raksasa teknologi yang berbasis di Shenzhen itu, mampu meningkatkan pangsa hingga 6% secara year over year berkat kuatnya permintaan Mate 60 Series. Di sisi lain, market share Apple malah turun 4% year over year.
Di sisi lain, dalam upaya mengurangi ketergantungan pada Foxconn, Apple terus memperluas kesempatan kepada mitra lainnya, seperti Pegatron, Wistron dan Luxshare.
Diketahui, pada Maret 2023, pemasok komponen Apple asal Taiwan, Pegatron, berencana untuk membuka pabrik kedua di India, hanya enam bulan setelah membuka pabrik pertama dengan investasi senilai150 juta dolar AS atau sekitar Rp2,2 triliun.
Sementara Wistron, pasca resmi diambil oleh Tata Group, konglomerat India pada Mei 2023, memulai proses produksi iPhone di negara itu.
Lihat Juga:
Kinerja Samsung Juga Masih Terus Tertekan
Sejatinya tak hanya Foxconn yang kini dilanda “musim dingin”, raksasa Korea Selatan Samsung juga tengah merasakan paceklik yang sama. Malah penurunan kinerja Samsung sudah berlangsung lebih lama dibandingkan Foxconn.
Reuters melaporkan bahwa Chaebol yang berbasis di Seoul itu, memperkirakan penurunan profitabilitas sebesar 35 persen tahun-ke-tahun pada kuartal terakhir 2023, dengan permintaan konsumen yang terus melemah membebani laba perusahaan meskipun harga chip meningkat.
Dalam panduan pendapatan untuk Q4 2023, perusahaan mematok laba operasional sebesar KRW2,8 triliun ($2,1 miliar), turun dari KRW4,3 triliun pada periode yang sama 2022.
Penurunan ini merupakan penurunan pendapatan operasional selama enam kuartal berturut-turut. Secara total, pendapatan Samsung diperkirakan turun 4,9 persen menjadi KRW67 triliun.
Pada Q3, laba bersihnya turun 38,3 persen menjadi KRW5,8 triliun dan penjualan 12,2 persen menjadi KRW67,6 triliun.
Laporan suram dari Foxconn dan Samsung tampaknya mengurangi harapan pemulihan dini di sektor teknologi global, yang terdampak oleh ketidakpastian ekonomi dan kenaikan inflasi.
Perang Ukraina dan Rusia yang telah memasuki tahun kedua, ditambah konflik Hamas Israel, membuat persoalan geopolitik bertambah berat.
Wajar jika banyak perusahaan teknologi pada akhirnya mengambil keputusan drastis, yaitu mengurangi jumlah karyawan. Seperti terjadi pada Meta, Twitter (X), Intel, Google, Amazon,, Microsoft, dan lainnya.
Jika penjualan semakin menurun, bukan tidak mungkin tren PHK yang dimulai sejak berakhirnya pandemi covid-19, akan terus terjadi hingga saat ini.
Baca Juga: Saingi Foxconn, Luxshare Ambil Alih Pegatron Jadi Perakit iPhone Terbesar Kedua