Selular.ID – Setelah Huawei tak lagi berotot gegara sanksi AS, kompetisi antar vendor ponsel terpusat pada Apple, Samsung dan tiga vendor besar China (Oppo, Vivo, Xiaomi).
Namun belakangan, pasar smartphone dunia dikejutkan dengan pencapaian Transsion Group. Sesuai laporan Canalys, Transsion yang berbasis di Beijing, sudah mampu melejit ke posisi lima menggusur Vivo yang cukup lama berada di posisi tersebut.
Dengan demikian, Top 5 Vendor Smartphone Global Q3-2023 menurut lembaga riset yang berbasis di Singapura itu, adalah: Samsung (20%), Apple (17%), Xiaomi (14%), Oppo (9%), dan Transsion (9%).
Seperti halnya pasar global, market share Transsion di Indonesia juga meningkat pesat. Grup yang membawahi tiga brand ponsel (Itel, Tecno, Infinix), kini telah mampu menyodok posisi ketiga.
Sesuai laporan IDC, pada kuartal ketiga 2023 pengiriman ponsel pintar di Indonesia mengalami pertumbuhan untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir. Hal itu terutama didorong oleh pemotongan harga yang agresif di sebagian besar segmen.
IDC menyebutkan pengiriman meningkat 8,8% dibandingkan tahun lalu menjadi 8,9 juta unit, dipimpin oleh perangkat dengan harga lebih dari $600.
Perangkat dengan harga antara $200 dan $600 tumbuh 16,8 persen. Model kelas bawah (low end) juga tumbuh, namun hanya mencatat kenaikan 2,7%.
Baca Juga: Kejutan Pasar Smartphone Indonesia Q3-2023, Transsion Merangsek Ke Posisi Tiga
Fokus pada model dengan harga lebih tinggi meningkatkan ASP (average selling price) sebesar 9% menjadi $205, pertumbuhan kuartal kedelapan berturut-turut.
Dengan pertumbuhan tersebut dan kompetisi yang terbilang ketat, terjadi perubahan pada lima vendor teratas yang dihuni sebagai berikut: Oppo (20,1%), Samsung (16,3%), Transsion (9,4%), Xiaomi (14,7%), dan Vivo (14,4%).
Kesuksesan Transsion menembus posisi lima besar di pasar ponsel dunia dan tiga besar di Indonesia hanya dalam waktu hitungan tahun, membuat vendor yang didirikan oleh George Zhu itu, tak lagi dianggap sebelah mata.
Apalagi, berkat pencapaian itu, kinerja Transsion juga semakin mengilap. Laporan resmi perusahaan menyebutkan pendapatan pada kuartal kedua 2023 meningkat 30,7% dari tahun ke tahun menjadi 15,8 miliar yuan (US$2,2 miliar).
Laba melonjak dua kali lipat dari kuartal sebelumnya menjadi 1,6 miliar yuan, 83% lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Total pendapatan dan laba H1-2023 meningkat sebesar 8% dan 27%, menjadi 25 miliar yuan dan 2,1 miliar yuan.
Kunci Sukses Transsion Group
Pencapaian Transsion menjadikan grup perusahaan ini menjadi penantang serius para pesaingnya. Bukan hanya vendor China lainnya, bahkan bagi Samsung dan Apple yang selama bertahun-tahun menguasai pasar smartphone dunia.
Siapa yang menyangka, perusahaan yang mengawali Afrika sebagai basis pertama, kini tumbuh meraksasa. Setelah sukses di Afrika, Transsion terus memperluas pasar dalam lima tahun terakhir ke berbagai negara, termasuk Eropa, Amerika Latin, dan Asia Tenggara.
Di Asia Tenggara, Transsion menjadikan sejumlah negara sebagai pasar penting. Di Filipina misalnya, Infinix kini telah menjadi penguasa pasar. Begitupun Indonesia, di mana Transsion yang dimotori oleh Infinix dan Tecno, sukses menggamit posisi tiga besar.
Tak dapat dipungkiri, strategi dan pencapaian Transsion Group menjadi studi kasus yang menarik bagi perusahaan yang ingin beroperasi di wilayah yang biasanya luput dari perhatian raksasa teknologi global.
Dengan menerapkan “Dilema Inovator“, Profesor Clayton Christensen pada posisi Transsion melawan Samsung dan Apple, kita dapat menarik beberapa persamaan.

Untuk diketahui, Profesor Clayton Christensen adalah seorang akademisi dan konsultan bisnis Amerika yang mengembangkan teori “inovasi disruptif”, yang disebut-sebut sebagai ide bisnis paling berpengaruh di awal abad ke-21.
Baca Juga: Top 5 Vendor Smartphone Global Q3-2023, Canalys: Transsion Susul Oppo
Inilah enam strategi yang diusung Transsion dan terbukti mampu mengatrol vendor yang berbasis di Beijing itu, ke jajaran elit vendor ponsel terbesar di dunia.
- Disruptive Innovation
Alih-alih bersaing langsung dengan Samsung dan Apple di pasar kelas atas, Transsion menerapkan inovasi disruptif dengan menyasar pasar kelas bawah.
Produk-produk mereka biasanya menawarkan fitur-fitur yang, walaupun mungkin kurang canggih secara teknologi dibandingkan model terbaru Samsung atau iPhone, namun dapat memenuhi kebutuhan spesifik dan harga konsumen di pasar negara berkembang.
- Market Niche
Transsion telah menemukan ceruk pasar yang secara historis diabaikan atau kurang terlayani oleh para pemain besar, khususnya di Afrika. Dengan berfokus pada segmen ini, mereka telah membangun basis pelanggan setia yang kurang tertarik pada fitur-fitur premium namun lebih tertarik pada keterjangkauan dan kepraktisan.
- Responsiveness to Market Needs
Demi meningkatkan pangsa pasar, Transsion berusaha responsif terhadap kebutuhan pasar lokal, dengan fitur seperti beberapa kartu SIM, dukungan bahasa lokal, dan kamera yang dioptimalkan untuk warna kulit lebih gelap.
Hal ini menunjukkan komitmen mereka terhadap “Pekerjaan yang Harus Diselesaikan”, sebuah teori yang terkait erat dengan karya Christensen, dengan berfokus pada pekerjaan yang harus dilakukan oleh konsumen melalui produk.
- Incumbent’s Dilemma
Samsung dan Apple, sebagai pemimpin saat ini, berfokus pada mempertahankan inovasi, meningkatkan produk-produk kelas atas mereka untuk mempertahankan kepemimpinan pasar dan margin keuntungan.
Fokus ini seringkali membuat mereka mengabaikan pasar kelas bawah, tempat perusahaan-perusahaan disruptif seperti Transsion dapat memperoleh pijakan.
- Resource Allocation
Menurut Christensen, perusahaan-perusahaan besar mengalokasikan sumber dayanya ke segmen-segmen yang paling menguntungkan dalam melayani pelanggan mereka yang paling menuntut. Namun fokus ini seringkali dapat menyebabkan mereka kehilangan pasar negara berkembang atau pasar kelas bawah.
Alhasil, investasi Transsion di bidang-bidang tertentu, memungkinkan mereka memanfaatkan peluang yang mungkin terlewatkan oleh para petahana.
- Forging Forward
Transsion merupakan contoh inovator disruptif yang berhasil memperoleh pangsa pasar dengan melayani segmen yang kurang mendapat insentif dari para petahana untuk menyasarnya.
Dengan semangat maju ke depan (forging forward), mereka tidak hanya berhasil menemukan pijakan tetapi juga memperluas dan memperkuat kehadiran mereka, dengan menunjukkan prinsip-prinsip “Dilema Inovator” dalam tindakan.
Baca Juga: Profil George Zhu, Presiden Transsion Group: Vendor Dibalik Agresifnya Itel, Tecno, dan Infinix