Selular.ID – Dalam dunia bisnis, perang memperebutkan pangsa pasar atau market share warfare, tidak akan pernah ada ujungnya. Dan pertarungan paling sengit biasanya saja terjadi antara sang market leader dengan challenger.
Lihat saja persaingan ketat antara Coca Cola dengan Pepsi Cola. Perseteruan dua produsen minuman berbasis soda itu, sudah berlangsung lebih dari 100 tahun, sejak pertama kali minuman cola diperkenalkan ke pasar.
Coca Cola didirikan pada 1886, sementara Pepsi pada 1903. Setelah itu, mereka pun secara konsisten mempertahankan dan meningkatkan brand values sebagai upaya memperbesar pangsa pasar.
Di industri keuangan, khususnya penerbitan kartu kredit, kita juga sudah familiar dengan dua nama besar. Visa dan Mastercard.
Seperti halnya Coca Cola dan Pepsi Cola, rivalitas dua penerbit kartu kredit, Visa Vs Mastercard juga sudah berlangsung puluhan tahun.
Visa didirikan pertama kali pada 1958. Visa International Service Association, merupakan perusahaan yang berasal dari Foster City, California. Kota tempat di mana Visa berbasis.
Sedangkan Mastercard menyusul pada 1966. Mastercard berasal dari Purchase, New York dan dikeluarkan oleh Mastercard Worldwide.
Di luar Visa dan Mastercard, terdapat sejumlah penerbit kartu kredit berskala global. Seperti American Express (Amex), Citi (Citi Group), Wells Fargo Bank, Capital One, Discover, dan JCB (Jepang).
Sementara Visa dan Mastercard telah lama menjadi jaringan kartu kredit yang paling banyak diterima di seluruh dunia, American Express dan Discover berupaya memperluas jejak mereka di AS dan luar negeri.
Baca Juga: Mastercard Manfaatkan Teknologi Intelegensi Artifisial Untuk Deteksi penipuan
American Express dan Discover juga merupakan satu-satunya dari jaringan ini yang menerbitkan kartu mereka sendiri, alih-alih bekerja sama dengan bank lain untuk menawarkan produk kartu.
Itulah mengapa Anda tidak akan melihat kartu Amex atau Discover yang ditawarkan oleh penerbit kartu seperti Bank of America, Capital One, atau Chase.
Dengan tingginya popularitas yang telah diraih oleh Visa dan Mastercard, lantas siapa yang pantas didaulat sebagai yang terbaik?
Sejatinya tidak ada perbedaan besar antara kedua perusahaan. Visa sedikit lebih besar dan memiliki volume transaksi yang lebih tinggi dan tingkat penerimaan global yang sedikit lebih tinggi. Namun, MasterCard diterima di lebih banyak negara daripada Visa.
Menurut laporan Nilson Report, meski merupakan jaringan kartu terbesar kedua di AS, Mastercard kini mampu mengungguli Visa.
Menurut kajian Nilson, seperti dilansir dari laman CNBC (27/5/2023), terhitung lebih dari seperempat dari semua volume pembelian menggunakan kartu pembayaran dari Mastercard.
Saat dunia bertransisi ke masyarakat yang lebih tanpa uang tunai, nilai Mastercard terus melambung tinggi. Perusahaan pada Mei 2023 memiliki kapitalisasi pasar lebih dari $360 miliar, dan sahamnya telah mengalami kenaikan hampir 100% selama lima tahun terakhir.
“Krisis pasca-keuangan, pra-pandemi, Mastercard meningkatkan pendapatan pada CAGR [tingkat pertumbuhan tahunan majemuk] 10 tahun sebesar 20%,” menurut Lisa Ellis, analis riset senior di MoffettNathanson, LLC.
“Untuk konteksnya, pertumbuhan pendapatan S&P, pasar secara keseluruhan seperti dalam satu digit tinggi.”
Sejatinya Visa melampaui Mastercard dalam hal sirkulasi kartu, pendapatan bersih, dan pangsa pasar berdasarkan transaksi pembelian. Namun nilai saham Mastercard, telah mengungguli Visa dalam lima tahun terakhir.
“Mastercard memiliki pertumbuhan top-line yang lebih cepat dan memiliki sifat serakah yang memberikannya premium,” kata Dominick Gabriele, analis senior di Oppenheimer & Co. kami juga mengambil beberapa mitra.”
Salah satu keunggulan yang dimiliki Mastercard dibandingkan Visa adalah posisinya di pasar internasional.
“Visa tidak digunakan untuk memiliki Visa Eropa. Itu bermerek Visa, tapi itu masih entitas yang terpisah”, kata Ellis.
Pada 2016 dan 2017, Visa dapat membeli Visa Eropa, dan mereka telah melakukan upaya besar untuk memodernisasi operasi Visa di Eropa. Namun sementara itu, Mastercard telah memanfaatkan gangguan semacam itu untuk mengatasi Visa secara signifikan di Eropa.
Baca Juga: Demi Permudah Opsi Pembayaran, Brankas dan Visa Berkolaborasi
“Itu jelas merupakan pusat lintas batas yang sangat besar juga. Jadi, ada keuntungan ganda bagi pendapatan jika Anda memiliki lebih banyak pangsa pasar di Eropa pada khususnya”, jelas Gabriele.
Penetrasi Kartu Kredit dan Tantangannya di Indonesia
Seperti halnya pasar global, Indonesia juga menjadi medan persaingan antara Mastercard dan Visa. Baik Visa maupun Mastercard, sama-sama menawarkan sejumlah fasilitas di dalam layanan mereka.
Tak hanya pembayaran namun juga fasilitas kredit, hingga fitur lain yang mendukung gaya hidup pengguna. Dari menawarkan manfaat seperti asuransi perjalanan, asuransi mobil sewaan, hingga perpanjangan jaminan atas pembelian yang dilakukan dengan kartu tersebut.
Sehingga rivalitas di antara kedua perusahaan ini terbilang sangat ketat, meskipun ada perusahaan lainnya yang meramaikan pasar.
Saat ini boleh dibilang tak ada satu pun bank-bank besar dan kelas menengah di Indonesia yang tidak bermitra dengan Visa dan Mastercard.
Meski masih terbilang popular sebagai sarana pembayaran, namun saat ini pertumbuhan kartu kredit di Indonesia bisa dibilang jalan di tempat. Secara keseluruhan, penetrasi kartu kredit di Indonesia termasuk yang terendah di kawasan Asia Tenggara, hanya 6%.
Ada sekitar 16,5 juta kartu kredit di Indonesia pada 2021. Jumlah itu mengalami penurunan sebesar 3% setelah krisis Covid-19 yang mulai merebak pada awal 2020. Pembatasan mobilitas masyarakat menyebabkan penggunaan kartu kredit tak sebaik tahun-tahun sebelumnya.
Untuk mendorong pemulihan ekonomi dari krisis Covid-19, Bank Indonesia (BI) menurunkan batas maksimum suku bunga kartu kredit dari 2% menjadi 1,75% per bulan mulai Juli 2021.
Hasilnya, perlahan transaksi kartu kredit di Indonesia setelah Covid-19 mulai meningkat, mendorong tumbuhnya nilai transaksi.
BI mencatat nilai transaksi dengan kartu kredit sebesar Rp 25,91 triliun pada Desember 2021. Naik 10,39% dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 23,47 triliun.
Tak hanya nilai transaksi, volume transaksi dengan kartu kredit juga mengalami peningkatan. Volume transaksi pada Desember 2021 sebanyak 27,85 juta transaksi. Naik 5,57% dari bulan sebelumnya yang sebanyak 26,38 juta transaksi.
Di luar persoalan tersebut, para penerbit kartu kredit asing, seperti Mastercard dan Visa, juga mengalami tantangan yang tak ringan. Pasalnya, pemerintah mengubah telah kebijakan, sehingga bakal berdampak pada pendapatan.
Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) mulai April 2023 telah meresmikan GPN (Gerbang Pembayaran Nusantara). GPN adalah sebuah sistem pembayaran yang menghubungkan transaksi non-tunai dengan seluruh instrumen perbankan.
Sebelum munculnya GPN, kartu debit/kredit yang dikeluarkan oleh perbankan di Indonesia lazimnya menggunakan switching dari luar negeri, seperti Visa, Cirrus, dan MasterCard.
Hadirnya GPN yang bisa disebut kartu kredit domestik ini, otomatis membuat bank-bank tidak lagi tergantung pada Visa dan Mastercard untuk penyelesaian transaksi di dalam negeri.
BI merasa perlu meluncurkan GPN karena kartu kredit di Indonesia paling besar ditransaksikan di dalam negeri, namun biayanya menjadi besar karena proses settlement-nya dilaksanakan di luar negeri.
Selain itu, GPN dibuat juga dalam rangka mengamankan kepentingan nasional supaya bisa lebih mandiri dalam mengelola data transaksi juga menjaga keamanan dan keandalan sistem pembayaran pada segala masa.
Baca Juga: Kolaborasi Transformasi Layanan Pembayaran Digital bagi Negeri