Sabtu, 2 Agustus 2025
Selular.ID -

Keras! Cerita Lima Vendor Smartphone yang Terlempar Dari Posisi Lima Besar

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

LENOVO

Masa dua tahun, yakni 2015 dan 2016, bisa disebut sebagai periode terbaik Lenovo. Riset IDC mengungkapkan, vendor asal China itu mampu mengamankan posisi di lima besar produsen smartphone Tanah Air selama dua tahun berturut-turut.

Bahkan lewat seri A yang dibandrol dengan harga terjangkau, yakni hanya USD100, pangsa pasar Lenovo meningkat drastis, mencapai 9,2%. Membuat Lenovo bertengger di posisi tiga besar khusus untuk pasar smartphone di kuartal keempat 2015.

Ini adalah pencapaian yang cukup membanggakan, mengingat Lenovo sebelumnya lebih dikenal sebagai produsen PC dan note book, bukan smartphone.

Apalagi persaingan ponsel di Indonesia bersifat terbuka dan menjurus pada hyper competition mengingat banyaknya pemain yang bertarung di pasar. Berbeda dengan PC dan note book yang pemainnya itu-itu saja.

Kehadiran Motorola yang diakusisi dari Google pada akhir 2016, menambah optimis manajemen Lenovo Group. Lewat brand ikonik itu, mereka berharap bisa mengejar vendor besar lainnya, terutama Samsung yang masih menjadi pemimpin pasar.

Sayangnya, upaya mendongkel Samsung sebagai penguasa pasar jauh panggang dari api. Alih-alih bisa mengkudeta chaebol Korea itu, upaya Lenovo mempertahankan pangsa pasar yang sudah diraih malah kedodoran.

Tengok saja sejak 2017, pangsa pasar vendor yang berbasis di Quarry Bay, Hong Kong itu, terus menciut. Puncaknya pada 2018, Lenovo sudah terjungkal. Keluar dari lima besar vendor smartphone Indonesia.

Tanda-tanda anjloknya pangsa pasar Lenovo, sesungguhnya mudah ditebak. Salah satunya karena line up produk yang menciut drastis. Begitu pun dengan aktifitas pemasaran yang cenderung menurun sejak memasuki pertengahan 2017 dan terus berlanjut hingga kini.

Saat itu manajemen Lenovo berkilah, pasar Indonesia tidak sehat karena masih banyaknya smartphone dari black market yang bebas diperdagangkan di pasar, terutama market place.

Kalah bersaing, membuat manajamen Lenovo memilih keputusan drastis. Pada akhir 2018, Lenovo diam-diam hengkang dari pasar domestik. Sejak saat itu hingga kini, penjualan smartphone Lenovo digawangi oleh InOne Smart Technology, distributor resmi smartphone Lenovo di Indonesia.

Di tangan InOne Smart Technology, Lenovo berharap dapat  kembali menghuni posisi lima besar. Sayangnya, target tersebut lebih mirip halusinasi. Lagi-lagi sekedar keinginan tanpa realisasi nyata.

Faktanya, publik kini jarang mendengar aktifitas pemasaran dari Lenovo. Padahal, tanpa peluncuran produk dan aktifitas pemasaran, mustahil brand dapat mencuri pangsa pasar dari pesaing.

Baca Juga: Pedagang: Tablet Murah Banyak Peminat, Salah Satunya Advan 8 RAM 3GB

ADVAN

Sejak 2014, brand-brand China menyerbu pasar Indonesia bagai air bah. Hasilnya dengan cepat terjadi perubahan peta pasar. Merek-merek China kini mendominasi berkat harga yang terjangkau dan spesifikasi yang mumpuni.

Padahal beberapa tahun sebelumnya masyarakat Indonesia masih menganggap kualitas smartphone China di bawah rata-rata. Namun persepsi itu lenyap, seiring dengan konsistensi mereka dalam menggeber aktifitas pemasaran dan jaringan yang menjangkau seluruh Indonesia.

Di tengah serbuan brand-brand China itu, sejumlah brand lokal mencoba bertahan. Salah satunya adalah Advan. Menariknya, di tengah kompetisi yang berdarah-darah itu, sesuai laporan IDC, Advan mampu menyodok ke posisi tiga, sebagai merk smartphone terbesar di Indonesia pada kuartal kedua 2017.

Itu artinya, Advan berhasil naik satu peringkat dari nomor empat pada kuartal sebelumnya. IDC menyebut bahwa Top 5 merk smartphone di kuartal kedua 2017 di Tanah Air adalah: Samsung (32%), Oppo (24%), Advan (9%), Asus (7%), dan Xiaomi (3%).

Sukses itu menjadikan Advan sebagai satu-satunya brand smartphone lokal yang mampu bertahan di tengah gempuran brand global, khususnya China di pasar Tanah Air.

Namun, seperti sudah diduga, kiprah brand-brand lokal di pasar dalam negeri bakal semakin keteteran. Agresifitas vendor-vendor asal negeri Tirai Bambu terus menggerogoti market share yang sebelumnya dikuasai.

Mereka menggoda pasar lewat produk yang inovatif, teknologi terkini, serta harga yang kompetitif. Untuk mendukung ekspansi pasar, budget pemasaran dan operasional yang sangat besar juga telah disiapkan. Imbas dari penetrasi vendor-vendor China itu, kini tak ada lagi merek lokal dalam daftar elit.

Laporan kuartal ketiga 2019 dari lembaga riset IDC, memperlihatkan perubahan yang signifikan dalam daftar Top 5 vendor smartphone di Indonesia.

Sepanjang periode Juli-September, brand-brand China semakin merangsek ke posisi puncak. Dalam daftar tersebut, lima vendor teratas masing-masing Oppo (26,2%), Vivo (22,8%), Samsung (19,4%), Realme (12,6%), dan Xiaomi (12,5%).

Bukan hanya Samsung yang terjungkal, setelah berkuasa sejak 2012 di pasar Indonesia, brand lokal pun terlempar. Padahal, sebelumnya lewat Advan, vendor lokal masih cukup berjaya.

Banyak faktor dibalik meredupnya brand-brand smartphone lokal. Kurangnya inovasi produk dan minimnya aktifitas pemasaran, membuat brand awareness brand lokal tak mampu bersaing dengan merek-merek China.

Kondisi itu diperburuk dengan tidak adanya proteksi dan kebijakan yang mendukung eksistensi brand lokal dari pemerintah.

Tanpa proteksi dan dukungan tersebut, brand-brand lokal dengan cepat kehabisan nafas. Sebagai contoh, hingga kini tak pernah kita dengar pemerintah mendorong terbentuknya hilirisasi industri komponen yang sangat penting dalam memasok kebutuhan perangkat smartphone. Begitupun dengan insentif fiskal yang terbilang minim.

Baca Juga: Evercoss Targetkan Masuk Top 5 Market Share Indonesia

Padahal mereka harus melawan raksasa-raksasa yang sepenuhnya mendapat dukungan dari pemerintah China, yang memang bernafsu menggempur dan menguasai pasar global.

Halaman berikutnya

Asus, Evercoss…

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU