Jejak Tencent di Indonesia, Dari Gojek Hingga Joox
Penurunan pendapatan yang memaksa Tencent memangkas ribuan karyawan dan mengurangi gaji, tak pelak menimbulkan tanda tanya menyangkut bisnis perusahaan di luar negeri, termasuk Indonesia.
Seperti diketahui, diam-diam gurita bisnis Tencent merentang cukup dalam di Indonesia. Diketahui pertama kali Tencent masuk ke Indonesia pada 2013.
Saat itu Tencent menggandeng MNC Group untuk menjadikan WeChat sebagai aplikasi resmi di bawah manajemen MNC. Kolaborasi keduanya bertujuan mengembangkan teknologi dan aplikasi mobile internet.
Lalu pada 2017, Tencent menyuntikkan Go-Jek sebesar US$1,2 miliar. Setahun kemudian bersama dengan Warburg Pincus, Tencent kembali menyuntik Go-Jek US$1 miliar untuk mrmbiayai ekspansi di Asia Tenggara.
Tencent juga masuk ke Indonesia melalui aplikasi JOOX. Aplikasi itu menawarkan layanan mendengar musik, chatting dengan artis hingga karaoke bareng dengan pendengar lainnya.
Selain suntikan langsung, Tencent juga melakukan ekspansi dengan cara tidak langsung, melalui JD.com. Startup itu merupakan perusahaan e-commerce asal China di mana Tencent merupakan salah satu pemegang saham utama perusahaan.
JD.com diketahui melakukan investasi di Traveloka, perusahaan pemesanan tiket online terkemuka di Indonesia. JD.com masuk dalam putaran pendanaan pada 2017 yang berhasil mengumpulkan dana US$500 juta. Selain Traveloka, JD.com punya anak usaha JD.ID untuk bersaing di pasar e-commerce Indonesia.
Baca Juga: Tanggapan Meta, Tencent, Hingga Moonton Terkait Kebijakan PSE di Indonesia
Dengan kinerja yang kini tengah menurun, bukan tidak mungkin, Tencent akan mengurangi ekspansi bisnis di luar negeri, termasuk Indonesia.
Untuk bisa rebound, wajar jika Ma Huateng, sang pendiri memilih fokus pada core business yang sudah dibangun selama ini, yaitu video game dan sosial media.
