Berkat Huawei, Smartphone China Tak Lagi Dipandang Sebelah Mata
Sayangnya, target yang sejatinya dapat diraih pada 2020 tak kesampaian. Bukan karena kerasnya persaingan, tapi karena persoalan geopolitik.
Seperti diketahui, momentum pertumbuhan Huawei mendadak terhenti karena sanksi Amerika Serikat yang diberlakukan sejak pertengahan 2019.
Tuduhan menjadi bagian dari spionase pemerintah China, salah satunya karena Huawei didirikan oleh mantan tentara, membuat pabrikan yang bermarkas di Shenzhen (Guangdong) itu, masuk dalam daftar hitam.
Perintah eksekutif yang dikeluarkan semasa pemerintahan Donald Trump, membuat perusahaan-perusahaan teknologi negeri Paman Sam tak lagi dapat berbisnis dengan Huawei, termasuk Google yang memiliki GMS (Google Mobile Service).
Absennya layanan GMS yang menjadi jantung dari smartphone berbasis Android, membuat smartphone besutan Huawei langsung kehilangan tajinya di pasar.
Buntutnya, penjualan Huawei pun terjun bebas. Diketahui pengiriman smartphone perusahaan China itu, 21% lebih rendah pada 2020 dibandingkan dengan 2019.
Laporan lembaga riset pasar Canalys, Huawei sudah terlempar dari posisi lima besar pangsa pasar ponsel global pada kuartal I-2021. Tercatat, perusahaan hanya mengirimkan 18,6 juta unit pada kuartal tersebut.
So, alih-alih bisa mengkudeta Samsung sebagai vendor ponsel nomor satu di dunia, Huawei kini malah berada pada mode “bertahan hidup”.
Baca Juga: Percepat Distribusi Konten dan Jaringan, Huawei Gandeng Surge Manfaatkan CDN
Padahal, bisnis smartphone mulai menjadi cash cow. Sebelumnya, Huawei lebih mengandalkan network dan enterprise sebagai sumber utama pertumbuhan perusahaan.
Untuk bisa survive, Huawei mau tak mau harus mengandalkan pasar dalam negeri. Beruntung, permintaan smartphone 5G tengah melonjak di China. Membuat Huawei sedikit bernafas.
Namun permintaan smartphone yang lumayan tinggi di pasar dalam negeri, tidak mampu menahan amblasnya penjualan Huawei di pasar global. Apa boleh buat, Kondisi itu menjadi pemicu berakhirnya kemitraan antara Huawei dan Leica.
Di penghujung Maret 2022, vendor yang berbasis di Shenzhen itu, mengkonfirmasi bahwa kemitraannya dengan Leica tak lagi berlanjut.
Menjadikan Huawei P50 Series sebagai smartphone terakhir yang menyertakan keahlian Leica dalam sistem kamera besutan Huawei.
Harus diakui, pengalaman kamera yang dihasilkan Huawei bersama Leica terbilang spektakuler. Sebanding dengan yang terbaik dari dua kompetitornya, Apple dan Samsung.
Bahkan mungkin melebihi, seperti survey terhadap varian P50 Pro. Huawei pantas membanggakan diri, pasalnya fitur kamera pada smartphone terakhir Huawei bersama Leica itu, mendapat predikat terbaik di platform DxOMark.
Dalam platform pengujian kamera paling prestisius tersebut, Huawei P50 Pro meraih skor 147 poin. Pencapaian itu mengungguli smartphone flagship lain dalam jajaran pengujian yang dilakukan DxOMark.
Suka tidak suka, kolaborasi Huawei dan Leica sukses mengubah peta persaingan, di mana vendor asal China kini tak lagi dianggap sebelah mata. Khususnya segmen premium yang sejatinya merupakan ajang inovasi antar perusahaan teknologi dunia, yang selama ini dikuasai perusahaan asal AS, Jepang, Eropa, dan Korea.
Baca Juga: Huawei Konfirmasi Kemitraan dengan Leica Telah Berakhir
Sayangnya, pembatasan yang dilakukan pemerintah AS terhadap Huawei, (kemungkinan) membuat kemitraan menjadi tidak menarik bagi kedua belah pihak, terutama dari sisi skala bisnis.
Halaman berikutnya
Huawei Fokus Ke Smart Device, Leica Berlabuh ke Xiaomi