PHK Karyawan: Upaya Indosat Keluar Dari Kubangan Kerugian

Ahmad Al-Neama, Dirut/CEO Indosat Ooredoo

Jakarta, Selular.ID – Tepat di hari Valentine (14/2/2020), Indosat Ooredoo mengambil kebijakan drastis. Dalam rangka reorganisasi, anak perusahaan Ooredoo Qatar Telecom, memutuskan untuk memangkas 677 karyawan.

Director & Chief of Human Resources Indosat Irsyad Sahroni, menyebutkan bahwa perubahan organisasi dirancang untuk menjadikan bisnis lebih lincah sehingga lebih fokus kepada pelanggan dan lebih dekat dengan kebutuhan pasar.

“Kami telah mengkaji secara menyeluruh semua opsi, hingga pada kesimpulan bahwa kami harus mengambil tindakan yang sulit ini, namun sangat penting agar Indosat dapat bertahan dan bertumbuh,” ujarnya.

Keputusan PHK yang diambil Indosat terbilang massal di industri telekomunikasi saat ini. Sebelumnya, pada Oktober 2017 dan Februari 2018, isu PHK sudah santer terdengar. Namun saat itu, manajemen Indosat dengan tegas membantah. Berita yang beredar di masyarakat adalah hoax.

Kini secara terbuka, Indosat terpaksa mengambil kebijakan rasionalisasi terhadap karyawan. Langkah tersebut diklaim akan meningkatkan kinerja perusahaan, di tengah tantangan disrupsi yang kini melanda industri telekomunikasi.

Tentu saja, kebijakan memangkas karyawan selalu menimbulkan polemik. Serikat Pekerja (SP) Indosat pun dengan tegas menolak.

Presiden SP Indosat R Roro Dwi Handayani mengatakan pihaknya akan terus berjuang membela dan mendampingi karyawan yang terkena PHK. Perlawanan dilakukan karena PHK yang dilakukan perusahaan tidak beralasan.

Terlepas dari polemik yang kini terus bergulir, sejatinya kebijakan PHK tak bisa dilepaskan dari performance perusahaan.

Apalagi kinerja Indosat sejauh ini masih berada dalam zona merah. Dirut Indosat saat ini, Ahmad Al-Neama, tentu saja tak ingin perusahaan yang dipimpinnya terus-terusan berada dalam kubangan kerugian.

Memang jika kita melongok ke belakang, kebijakan registrasi pra bayar pada 2018, membuat kinerja operator menurun, bahkan berujung negative growth hingga lebih dari 6%.

Gegara kewajiban registrasi, jumlah pengguna keseluruhan operator anjlok. Tak tanggung-tanggung, total pelanggan seluruh operator terpangkas hingga 94 juta.

Kondisi diperburuk dengan tarif data yang terus menukik. Di sisi lain operator tak mampu menahan laju migrasi pengguna memanfaatkan layanan pengganti (voice dan SMS) yang dimiliki OTT.

Alhasil, revenue menukik dari sebelumnya Rp 157 triliun pada 2017, menjadi hanya Rp 148 triliun pada akhir 2018.

Turunnya kinerja dialami oleh seluruh operator, termasuk Indosat. Anak usaha Ooredoo Qatar itu, bahkan mencatat rugi bersih Rp 2,4 triliun pada 2018.

Sementara di 2019, Indosat juga belum mampu keluar dari kubangan kerugian. Hingga semester III-2019, perusahaan masih rugi Rp 284,59 miliar.

Padahal dalam dua tahun sebelumnya, yakni 2017 dan 2016, Indosat masih mencetak laba. Masing-masing Rp 1,13 triliun dan Rp 1,1 triliun.

Periode 2016-2017 bisa disebut tahun terbaik bagi Indosat. Itu adalah buah dari kerja keras manajemen yang dipimpin oleh Alexander Rusli, pasca menjalankan program modernisasi jaringan 4G.

Pada tahun-tahun sebelumnya, kinerja Indosat juga turun naik. Masing-masing laba Rp 1,1 triliun (2011), laba Rp 0,5 triliun (2012), rugi Rp 2,7 triliun (2013), rugi Rp 1,8 triliun (2014), dan kembali rugi Rp 1,2 triliun (2015).

Apakah langkah drastis dengan mem-PHK ratusan karyawan, bakal mengembalikan kinerja Indosat? Kita tunggu kelak di akhir 2020.