Sabtu, 2 Agustus 2025
Selular.ID -

Ombudsman Pertanyakan Penghematan USD200 Miliar Bila Revisi PP Telekomunikasi Dilaksanakan

BACA JUGA

Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman
Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman

Jakarta, Selular.ID – Ombudsman menyarankan Presiden Joko Widodo untuk menunda pengesahan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

Saran tersebut dikatakan Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman dilakukan sebagai salah satu upaya Ombudsman Rl sebagaimana diatur pada Pasal 8 ayat (2) UU No. 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang menyatakan bahwa Ombudsman berwenang:

a. menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan Penye1enggara Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi danlatau prosedur pelayanan publik;

b. menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat danlatau Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah danlatau kepala daerah agar terlladap undang-undang dan peraturan perundang- undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Maladministrasi.

“Ombudsman dapat memahami keinginan Pemerintah untuk menerapkan kebijakan berbagi spektrum dan jaringan (Spectrum and Network Sharing) dalam Industri Telekomunikasi Indonesia dalam rangka mendorong terjadinya efisiensi. Namun demikian perlu dibatasi hanya pada wilayah-wilayah yang kurang/tidak terlayani sebagaimana juga dilakukan di berbagai negara untuk menjaga persaingan usaha yang sehat dan keadilan dalam pelayanan,” sebut keterangan resmi Ombudsman yang diterima Selular.ID.

Lebih lanjut disebutkan setelah mencermati dan menerima aduan dari masyarakat, Ombudsman RI menilai bahwa rencana revisi dua Peraturan Pemerintah tersebut diduga melanggar ketentuan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, terutama Pasal 96 mengenai partisipasi masyarakat. Pada siaran pers Kementerian Komunikasi dan Informatika tanggal 16 Oktober 2016 disampaikan bahwa telah ada koordinasi dengan kementerian terkait. Namun demikian, tidak dijelaskan adanya upaya melibatkan masyarakat, khususnya operator telekomunikasi.

Rencana revisi dua PP tersebut yang memperbolehkan terjadinya praktik berbagi jaringan dan frekuensi juga dinilai Ombudsman akan bertentangan dengan UU No. 39 tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Ombudsman berpendapat perlu segera dilakukan perubahan Undang-Undang agar revisi PP tidak bertentangan dalam hal substansi.

Selain itu Ombudsman juga mensinyalir ada upaya untuk memberikan pembenaran bahwa pelaksanaan PP hasil revisi akan menghemat devisa negara hingga USD 200 miliar (lebih kurang Rp 2,644 triliun).

Perhitungan ini dianggap cukup janggal, mengingat nilai tambah (PDB) sektor telekomunikasi Indonesia pada tahun 2015 hanya mencapai Rp. 406,9 triliun (BPS, 2016). Ombudsman menilai pemyataan tersebut tak disertai informasi cara perhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga berpotensi menciptakan penyesatan informasi kepada publik.

“Setelah mencermati, menelaah dan mempertimbangkan aduan dari berbagai pihak, Ombudsman Rl berpendapat bahwa: revisi PP No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, berisiko cacat prosedur, cacat substansi dan tidak didukung dengan dasar perhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan,” tegas Ombudsman.

Dengan mempertimbangkan berbagai hal di atas, Ombudsman telah menyampaikan saran kepada Presiden RI untuk menunda pengesahan revisi PP No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, dan mempercepat pengusulan draft revisi UU Telekomunikasi ke DPR.

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU