Sabtu, 2 Agustus 2025
Selular.ID -

Singtel Dituding Mengganjal Revisi PP Network Sharing

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

SingTelJakarta, Selular.ID – Draft revisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang penyelenggaraan telekomunikasi (PP 52 tahun 2000) dan PP 53 tahun 2000 tentang  frekuensi dan orbit satelit yang mengakomodasi model bisnis network sharing, belakangan menjadi sangat kontroversial. Bahkan konon draft tersebut sudah berada di meja Presiden untuk ditandatangani.

Lalu bagaimana kelanjutan rencana revisi PP yang sempat membuat “panas” persaingan bisnis operator selular di Indonesia tersebut?

Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika, menyampaikan, bahwa pembahasan PP No 52 dan 53 tahun 2000, saat ini berada di Kementerian Koordinator Perekonomian.

“Semua hal terkait revisi akan dikomandoi oleh Kementerian Perekonomian,” ucapnya saat ditemui Selular.ID (2/8).

“Saya sudah ketemu sama Menko Perekonomian. Komandonya nanti dari Menko Perekonomian. Secara governance itu harus dibahas bersama beberapa menteri, karena ini sifatnya strategis,” tegasnya.

Tak urung mandeknya pembahasan RPP network sharing menimbulkan kekecewaan bagi para operator pendukung. Seperti diketahui, kecuali Telkomsel, usulan kebijakan berbagi infrastruktur ini didukung oleh hampir semua operator. Selain bisa mendorong produktifitas dan juga efisiensi,  network sharing diyakini akan memunculkan peluang bisnis baru, yakni MVNO (Mobile Virtual Network Operation).

Seorang petinggi operator yang tak ingin disebut namanya, mengatakan bahwa resistensi sikap Telkomsel pada dasarnya berujung pada ancaman anjloknya pendapatan bagi dua induk perusahaan, yakni PT Telkom dan Singtel (Singapore Telecom).

“Keuntungan luar biasa yang diperoleh setiap tahunnya membuat Telkom dan Singtel tak ingin Telkomsel “diobok-obok”, sehingga mereka pun melakukan manuver untuk mencegah terbitnya beleid tersebut”, ujarnya.

Seperti diketahui, komposisi saham Telkomsel dibagi dua pihak, masing-masing PT Telkom 65% dan Singtel  35%. Komposisi saham itu adalah hasil keputusan pemerintah pada 2002, yang melarang kepemilikan silang. Hal itu mewajibkan Temasek yang merupakan holding usaha Singtel dan STT, untuk memilih apakah ingin mempertahankan kepemilikan di Telkomsel atau Indosat. Pada akhirnya, Temasek memutuskan Singtel tetap bertahan di Telkomsel dan melepaskan STT di Indosat.

Keuntungan SingTel dalam berinvestasi di Telkomsel memang cukup menggiurkan. Pada 2002 dulu saat SingTel masuk ke Telkomsel hanya dengan harga 1 miliar  dollar AS  atau sekitar Rp10 triliun.

Pada 2013, kapitalisasi pasar Telkomsel sudah 24 miliar  dollar AS. Artinya, dengan SingTel memiliki sekitar sepertiga saham Telkomsel, maka kapitalisasi saham mereka sudah mencapai Rp 8 triliun atau sudah 8 kali lipat saat investasi pertama kalinya dulu. Di tahun yang sama, Telkom membagikan deviden sekitar Rp 12 triliun ke Telkomsel. Artinya lagi, SingTel bisa memboyong sekitar Rp 4 triliun dari dividen Telkomsel.

Tak pelak dengan kinerja yang terus mengilap, Telkomsel adalah ayam bertelur emas. Kontribusinya terhadap induk perusahaan sangat besar. Baik di SingTel maupun PT Telkom, mayoritas pendapatan keduanya disokong oleh Telkomsel.

“Kini bola ada di tangan pemerintah. Bagaimana pun kebijakan baru sangat diperlukan mengingat pasar cenderung tak lagi bergairah karena supply lebih banyak dibandingkan demand”, tandasnya.

 

 

 

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU