Sabtu, 2 Agustus 2025
Selular.ID -

Siap Untuk Smart City?

BACA JUGA

Robert-Cattanach-banner-AbdillahJakarta, Selular.ID – Kota-kota di Asia sedang menghadapi apa yang mungkin merupakan salah satu tantangan terbesar mereka. Urbanisasi yang belum pernah terjadi sebelumnya ditambah dengan masalah-masalah mendesak lainnya, seperti meningkatnya kelas menengah, pertumbuhan penduduk yang eksplosif, pergeseran demografi dan meningkatnya tekanan untuk melaksanakan gerakan “go green”, semakin membebani kota-kota di Asia tersebut.

 

Lebih dari setengah megakota di dunia saat ini ditemukan di wilayah Asia Pasifik, dengan perkiraan sejumlah 62 megakota pada tahun 2025, naik dari jumlah saat ini, yaitu 32 megakota. Dengan tingkat urbanisasi Asia yang secepat itu, Asia kini berpaling ke smart city untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mendorong kegiatan bisnis baru dan menangani isu-isu yang timbul seiring dengan pertumbuhan penduduk di kota-kota. Singapura bertekad untuk menjadi Smart Nation pertama; negara-negara Asia lainnya, seperti Tiongkok dan India kini menerapkan smart city dalam skala besar. Korea baru-baru ini membangun Songdo, yang disebut-sebut sebagai smart city pertama di dunia yang dibangun dari nol.

 

Apakah kota-kota Asia siap untuk menjadi cerdas?

Kriteria sebuah smart city masih menjadi suatu perdebatan, namun yang pasti tujuan menyeluruh sebuah smart city adalah untuk memanfaatkan teknologi demi meningkatkan pelayanan publik, mengoptimalkan administrasi kota dan mengembangkan kehidupan warganya.

 

Banyak kota mencoba untuk menerapkan solusi-solusi baru yang berdampak, seperti sistem transportasi cerdas yang dapat mengarahkan arus lalu lintas secara real-time untuk mengurangi kemacetan, meningkatkan keselamatan publik melalui pengawasan otomatis, dan mengembangkan layanan e-government untuk meningkatkan efisiensi pelayanan pemerintah.

 

Keberhasilan smart city bergantung pada kombinasi yang efektif antara kecerdasan mahahadir yang tertanam dalam bentuk sensor-sensor dan tag yang terhubung, software yang menjadi sumber kekuatan berbagai solusi, serta jaringan telekomunikasi digital yang berfungsi sebagai tulang punggung kota.

 

Namun, yang perlu diperhatikan adalah kenyataan bahwa beberapa jaringan di Asia saat ini mungkin tidak sepenuhnya diperlengkapi untuk mengelola pertumbuhan bandwidth dan kebutuhan latensi dari ribuan perangkat yang terhubung ke berbagai sistem yang timbul seiring perkembangan smart city.

 

Sebuah laporan Nokia Bell Labs Consulting baru-baru ini menemukan bahwa melonjaknya permintaan konsumen dan bisnis akan mobile data, baik di rumah maupun di mana saja, akan melebihi kemampuan jaringan penyedia layanan pada tahun 2020. Bahkan, hampir seperlima (19 persen) dari permintaan lalu lintas mobile tidak akan terpenuhi berdasarkan keadaaan ekonomi saat ini dan proyeksi masa depan.

 

Pada tahun 2020, konsumsi global terhadap permintaan akan layanan data pada perangkat mobile dan portable akan mengalami peningkatan rata-rata global sebesar 30 hingga 45 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2014. Negara-negara maju di Asia Pasifik (Australia, Hong Kong, Jepang, Selandia Baru, Singapura, Korea Selatan dan Taiwan) akan mengalami lonjakan sebesar 32 kali lipat, sementara negara-negara berkembang di Asia (Bangladesh, Kamboja, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Sri Lanka dan Vietnam), Timur Tengah dan Afrika akan mengalami lonjakan sebesar 98 kali lipat.

 

Yang semakin memperumit permasalahan adalah munculnya IoT dalam ranah jaringan, dengan jumlah total perangkat-perangkat terhubung IoT (tidak termasuk perangkat yang dapat dikenakan) yang diperkirakan akan tumbuh dari 1,6 miliar pada tahun 2015 hingga 20-46 miliar di tahun 2020.

 

Oleh sebab penyebaran perangkat-perangkat IoT yang telah diantisipasi ini, operator jaringan harus menangani transmisi sporadis dari miliaran perangkat. Perangkat IoT pada umumnya mungkin memerlukan 2.500 transaksi atau koneksi untuk mengkonsumsi 1MB data; koneksi jaringan harian yang diprakarsai machine-to-machine sebagai akibat dari terhubungnya semua perangkat IoT dapat tumbuh hingga 16-135 kali lipat pada tahun 2020. Jumlah ini akan mewakili tiga kali jumlah koneksi yang diprakarsai oleh lalu lintas yang dihasilkan oleh manusia, seperti panggilan telepon voice-over IP atau penelusuran situs mobile.

 

Tampak jelas bahwa smart city dan era digital baru akan menghasilkan suatu pergeseran dramatis dalam hal permintaan, dan menantang operator seluler untuk mencapai kinerja tertinggi dengan biaya terendah per bit, seraya mendukung personalisasi yang luas. Pada saat yang sama, terdapat kebutuhan untuk mengoptimalkan pengelolaan jaringan dan perangkat-perangkat IoT.

 

Mendesain dan Merancang Jaringan Bagi Smart City

IoT membawa serta sejumlah tantangan jaringan. Kemahahadirannya dan volume perangkat-perangkat IOT akan berdampak pada jaringan-jaringan bermisi penting. Berbeda dengan aplikasi-aplikasi komunikasi manusia, kolaborasi dan pengiriman konten, aplikasi IoT yang berbeda memiliki profil lalu lintas yang berbeda pula yang tidak selalu mengikuti siklus diurnal manusia.

 

Aplikasi IOT juga memiliki persyaratan yang sangat beragam dalam hal konektivitas jaringan, kehandalan, keamanan, latensi, data rate, mobilitas dan daya tahan baterai. Persyaratan-persyaratan ini juga harus dipenuhi dengan biaya yang sangat rendah per bit, karena komunikasi machine-to-machine cenderung kurang berharga dibandingkan dengan komunikasi yang dihasilkan oleh manusia.

 

Pada akhirnya, untuk menopang pertumbuhan kebutuhan Smart City yang didukung IoT, jaringan-jaringan masa depan harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: jaringan harus dirancang untuk mencegah kemacetan; jaringan harus mendukung arsitektur cloud edge yang pemenuhan latensi ultrarendahnya diperlukan oleh aplikasi-aplikasi IoT bermisi penting. Jaringan pun harus hemat. Hal ini dapat dicapai melalui fungsi jaringan tervirtualisasi. Jaringan juga harus sangat skalabel.

 

Dalam rangka membangun jaringan-jaringan sebagaimana dimaksud di atas, pemerintah, operator jaringan dan penyedia peralatan telekomunikasi perlu berkolaborasi untuk mendesain dan merancang satu fondasi penting, yaitu jaringan Smart City, dengan cara-cara sebagai berikut:

 

  • Untuk memenuhi persyaratan IoT selular (wide area network), beberapa generasi teknologi nirkabel dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biaya yang lebih rendah, cakupan yang diperluas, serta daya tahan baterai yang lebih lama untuk perangkat-perangkat akhir. Jaringan 2G tersebar di mana-mana dan secara ekonomis dapat mendukung lewatan data rate yang lebih rendah dari perangkat-perangkat sederhana. Namun, operator-operator cenderung akan cepat bermigrasi ke 4G/LTE dan peningkatan-peningkatan terkait pendamping IoT, seperti LTE untuk Machine Type Communications/Narrow Band IoT.

 

  • Sebuah kota cerdas perlu untuk menyediakan akses broadband menyeluruh yang mampu menghubungkan semua orang, mesin dan sensor perangkat, sambil juga menyediakan layanan berkecepatan tinggi yang diharapkan pemerintah, dunia bisnis dan para warga.

 

  • Transisi dari beberapa layanan telekomunikasi yang terpisah ke jaringan multilayanan yang terbagi di dalam kota yang terpadu dan terkonvergensi akan menghasilkan efisiensi operasional pelayanan publik yang lebih luas dan biaya yang lebih rendah secara keseluruhan.

 

  • Pengembangan arsitektur cloud kota dengan jaringan tervirtualisasi yang didefinisikan oleh software akan memungkinkan konektivitas yang lebih aman dan fleksibel antara situs, kelompok kerja dan aplikasi. Hal ini juga akan memungkinkan kota tersebut untuk menanggapi permintaan yang bertumbuh dengan cara yang lancar.

 

  • Pelaksanaan platform manajemen layanan machine-to-machine yang menyeluruh dalam satu kota yang mampu mengotomatisasi manajemen perangkat IoT dan mudah diintegrasikan dengan solusi-solusi pihak ketiga.

 

Smart City merupakan proyek yang kompleks dan memerlukan keahlian dalam berbagai bidang supaya dapat berhasil. Kita sedang berada di titik puncak dari sebuah revolusi dalam mengubah cara kita hidup, bekerja dan bermain. Masa depan akan datang. Mari kita pastikan jaringan kita siap untuk menghadapinya.

 

Oleh : Robert Cattanach, President Director, Nokia Indonesia

 

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU