Jakarta, Selular.ID – Virtual reality sudah diperkirakan sebelumnya bakal jadi tren di tahun 2016 ini. Sejalan dengan itu, saat ini vendor smartphone sudah mulai menggarap smartphone dengan teknologi yang mampu menyajikan konten VR di dalamnya. Tak hanya vendor smartphone, VR juga menjadi pokok bahasan menarik bagi para pengembang aplikasi termasuk di Indonesia.
Narenda Wicaksono, selaku CEO Dicoding, mengakui bahwa tren VR sudah happening di Indonesia, terlebih di sisi developer. Ditambah lagi, saat ini sudah ada smartphone berkemampuan menyajikan konten VR, namun dibanderol dengan harga terjangkau. Hal itu, menurut Narenda akan menjadi peluang bagi para developer.
“Ini (VR) menjadi mass market technology, bukan teknologi cuma bagi yang punya duit di atas Rp20 juta yang bisa ngerasain (VR),” ucapnya. Dengan demikian, dia pun berharap jangan sampai konten-konten VR itu tidak dari Indonesia. Dan secara teknologi dan kemampuan, pada developer Indonesia pun diakui Narendra bisa membuat konten VR.
Nah, bagi Anda para developer yang ingin mengembangkan aplikasi VR, Narenda pun tak segan berbagi tips untuk Anda. Menurut dia, bikin aplikasi VR sudah tidak sesusah dulu, namun Narenda menegaskan bahwa sisi originalitas penting dalam membuat aplikasi.
“Kadang developer kita itu terlalu banyak pakai template, jadi originalitas itu menjadi satu konsen,” paparnya.
Narendra juga menilai banyak developer yang sedikit keliru, seperti memikirkan konten dari kerennya, bukan pada hal yang praktis. “Terus yang kedua, developer terlalu mikir sesuatu yang keren, padahal banyak kita yang praktikal yang sebenarnya bisa dikerjakan. Contoh, kayanya kalau bikin konten VR itu kerennya bikin game, semua orang bikin game. Padahal kan di dunia edukasi, di dunia simulasi itu kan terpakai banget,” lanjutnya.
Narendra pun tak menampik banyak developer yang terjebak di situ. Di mana banyak developer berpikir soal keren saja, tetapi lupa akan aspek komersialisasi. “Makanya jangan sampai kelupaan di situ (komersialisasi), kenapa, karena VR ini justru monetisasinya justru di arah-arah kaya gitu. Kita kan ngga ngomongin keren-keren lagi kalau sudah terlalu mainstream. Tapi kita bisa bagaimana VR itu bisa solve the problem,” tutupnya.