
Jakarta, Selular.ID – Sejak era analog hingga digital, sudah ada beberapa brand yang berhasil menjadi penguasa ponsel. Seperti kata pepatah ‘ibarat roda berputar, kadang ada di atas, lain waktu bisa berada di bawah’.
Tidak perlu jauh-jauh menelisik ke belakang, kita tentu ingat salah satu vendor yang berhasil menjadi jawara di pasar dalam kurun waktu cukup lama, yakni Nokia. Begitu lama menjadi pemimpin pasar, ternyata pada akhirnya keperkasaan vendor asal Finlandia ini pun berakhir dan tergeser oleh BlackBerry yang datang dengan inovasi berupa push email dan fitur BlackBerry Messenger-nya.
Kondisi kurang menguntungkan dirasakan oleh BlackBerry, belum lama menikmati posisinya sebagai penguasa pasar Tanah Air, tahtanya pun digoyang oleh kehadiran Android, yang tak lain sistem operasi milik Google. Kehadiran Android yang begitu menyita perhatian pengguna, lambat laun berhasil mendongkel posisi BlackBerry. Setelah itu, muncullah Samsung sebagai penguasa pasar yang sukses berkat ponsel Android-nya. Sejak keberhasilannya menyodok ke posisi atas, hingga kini Samsung memang dapat mempertahankan posisinya.
Seperti yang dialami para bekas penguasa pasar di masa lalu, meski masih berada di posisi atas, namun bukan tidak mungkin posisi Samsung, khususnya di Indonesia akan tergeser. Faktor-faktor di bawah ini, bisa saja menjadi penyebabnya.
Dari hasil riset yang kami lakukan, berikut 6 Faktor yang bisa menjadikan Samsung terjungkal dari posisi yang sudah diraihnya sejak beberapa tahun terakhir.
[nextpage title=”Kompetisi yang Kiat Ketat”]
Kompetisi yang Kiat Ketat

Tidak bisa dipungkiri persaingan di pasar smartphone saat ini makin kian ketat seiring hadirnya pemain baru yang terus bermunculan. Di tengah kondisi yang kompetitif itu, Samsung memang tercatat masih bisa mendominasi pangsa pasar. Namun demikian, hal yang juga tidak bisa dikesampingkan adalah tren penurunan pangsa pasar yang mulai dirasakan vendor asal negeri gingseng itu.
Jika mengulik data pengapalan smartphone pada 2013 yang dikeluarkan Gartner, Samsung memimpin dengan pangsa pasar 32,1%. Penurunan pangsa pasar Samsung mulai terlihat setahun setelahnya, di mana pangsa pasar perusahaan itu anjlok ke angka 24,4%.
Sepanjang 2015, data menyeluruh mengenai pengapalan smartphone global memang belum dirilis oleh para lembaga riset. Hanya saja, jika mengacu data yang dikeluarkan IDC untuk pengapalan smartphone di Q3, pangsa pasar Samsung ter-capture turun tipis hanya sebesar 23,8%.
Andre Rompis, Vice President IT & Mobile Business PT Samsung Electronics Indonesia (SEIN), tidak menampik bahwa kehadiran kompetitor telah mengganggu dan menggerogoti pangsa pasarnya.
“Kami melihat persaingan yang datang dari China maupun dari negara-negara lain merupakan tantangan bagi Samsung. Karena kami sekarang market leader, wajar jika dikejar terus oleh mereka yang nomor dua, tiga, empat,” ujarnya, ketika bertemu redaksi Selular beberapa waktu lalu.
[nextpage title=”Spesifikasi Mirip Pesaing, Harga Lebih Mahal”]
Spesifikasi Mirip Pesaing, Harga Lebih Mahal

Saking lekatnya dengan sistem operasi besutan Google, dulu ketika orang berbicara mengenai perangkat Android perhatian tertuju pada Samsung. Perubahan sepertinya tidak bisa dielakkan, kini kondisinya sudah tidak demikian lagi. Samsung dengan perangkat Android-nya memang masih menduduki puncak pimpinan di percaturan smartphone. Namun demikian, secara perlahan magnet Samsung sebagai pembesut perangkat Android kian mengendur.
Di pasar smartphone, Samsung terbilang cukup lengkap dalam menghadirkan lini produknya, di mana hampir di semua segmen tersedia. Namun jika bicara mengenai harga, jika dibanding dengan para pesaingnya, harga smartphone Samsung dengan spesifikasi yang tak jauh beda ternyata harganya relatif lebih mahal. Kondisi ini tentu berpengaruh terutama bagi konsumen yang jeli yang tidak memiliki fanatisme terhadap suatu brand, di mana mereka akan berpikir ulang untuk membeli produk dengan spesifikasi sama tapi dibanderol lebih mahal.
Padahal, di sisi lain banyak bertebaran produk dengan spesifikasi mirip-mirip namun dilempar dengan harga lebih miring. Singkatnya, bisa dikatakan kecenderungan membeli smartphone hanya karena merek semata, sudah mulai menurun. Pengguna kini lebih berpikir akan value for money.
Seperti dikatakan oleh Joni, seorang pemilik salah satu gerai di Roxy bernama Jojo Celular, di mana menurutnya harga masih menjadi kendala utama yang membuat Samsung kalah bersaing dengan Asus, Lenovo, Xiaomi di segmen 4G.
“Produsen dari China maupun Taiwan berhasil mendominasi pasar 4G, lantaran ragam produknya dilego dengan harga yang murah meriah. Rata-rata ponsel 4G asal Tiongkok maupun Taiwan ada dikisaran 2,5 jutaan ke bawah,” lanjutnya beranalisis.
[nextpage title=”Konsumen Jenuh”]
Konsumen Jenuh
Samsung terbilang sangat jor-joran dalam hal merilis produk. Saking seringnya Samsung mengeluarkan produk baru, terkadang bisa membingungkan para konsumennya. Misalnya saja, pengguna yang baru saja membeli smartphone Samsung tipe A, ternyata tak berselang lama hadir tipe B yang speknya lebih baik dengan harga yang lebih murah.
Di sisi lain, kondisi di pasar sudah mengalami perubahan, di mana popularitas Samsung nampak sudah tergerus oleh para pesaingnya. Ambil contoh di segmen ponsel 4G, jika melihat langsung di pusat penjualan ponsel Roxy, misalnya, produk 4G buatan buatan Taiwan dan Tiongkok lebih dicari konsumen, dibanding perangkat buatan Korea Selatan yang selama ini menguasai pasar ponsel Indonesia.
“Jika melihat data penjualan ponsel di gerai ini, khusus perangkat 4G konsumen paling mencari produk buatan Lenovo, Asus, serta Xiaomi. Di luar 3 besar itu, ada Samsung, Sony, LG dan beberapa vendor lainnya,” kata Ari pegawai Aras Celular, yang gerainya berada di area Roxy Mas kepada Selular.ID.
[nextpage title=”Kurang Gencar di Channel Online”]
Kurang Gencar di Channel Online

Sebagaimana kita ketahui, nama Xiaomi begitu berkibar salah satunya berkat vendor asal Tiongkok ini yang begitu apik menggarap channel penjualan online. Sukses Xiaomi menjual produk lewat channel online akhirnya ditiru oleh vendor lain. Sebut saja Lenovo, vendor yang juga berasal dari Tiongkok ini kerap menggandeng ritel online ternama untuk memasarkan produk anyar mereka dengan strategi ‘flash sale’.
Di saat para pesaing tengah gencar menjual produk lewat channel online dengan berbagai strategi yang dilakukan, Samsung sejauh pengamatan nampaknya belum atau kurang gencar melakukan kampanye penjualan lewat jalur online.
Kurang gencarnya Samsung memanfaatkan channel online memang tidak bisa dikatakan secara langsung membuat penjualan produknya menurun. Apalagi, sejauh ini pasar online masih terbilang kecil dibandingkan daya serap pasar tradisional. Namun demikian, kita bisa melihat Xiaomi yang justru sukses berkat strategi nyelenehnya. Selain menekan harga smartphone-nya semurah mungkin, Xiaomi juga memotong semua rantai distribusi. Bahkan, tidak menggunakan jalur distribusi konvensional selama ini. Xiaomi memilih cara penjualan via internet melalui toko online, kemudian mereka menjalankan strategi menyebar berita viral di internet sebagai ujung tombak marketing-nya. Alhasil, sukses Xiaomi memasarkan produk lewat jalur online, kemudian disusul oleh vendor lain, termasuk vendor lokal seperti Advan, Evercoss dan Mito.
Seperti dikatakan Daniel Tumiwa, Ketua Umum Asosiasi Ecommerce Indonesia (idEA), bahwa channel online merupakan alternative distribusi yang sangat baik, sudah dirasakan bahwa penjulan merupakan cara yang paling efektif. “Yang memakai internet berkembang 2,1x lebih cepat,” tandasnya lagi.
[nextpage title=”Analis: Samsung Bakal Tinggalkan Bisnis Smartphone”]
Analis: Samsung Bakal Tinggalkan Bisnis Smartphone
Ada sebuah pernyataan menarik yang dikeluarkan oleh seorang analis bernama Ben Bajarin. Analis ini menyebut bahwa Samsung bakal meninggalkan industri smartphone dalam kurun lima tahun mendatang. Bukan tanpa sebab, menurut Ben, vendor asal Korea Selatan itu bakal menghadapi apa yang disebutnya sebagai ‘Dilema Inovator’.
Kondisi ini dikatakan akan membuat Samsung menghadapi persaingan dengan produk yang lebih murah dan memiliki fitur serupa. Persis seperti yang dialami oleh vendor seperti Sony di pasar consumer electronics. Atau Ericsson atau Motorola yang pernah merajai pasar ponsel sebelumnya akhirnya harus turun tahta.
“Saat Anda mengirimkan produk dengan sistem operasi yang sama dengan kompetitor, Anda hanya akan sama dengan produk berharga terendah mereka,” kata Bajarin, seperti dilansir Phone Arena.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa saat ini produsen smartphone baru Android menawarkan perangkat yang sama dengan Samsung namun dengan harga lebih terjangkau.
Samsung, kata Bajarin, menyadari bahwa hal itu akan terjadi, yang kemudian mendasari mereka untuk mengembangkan sistem operasi Tizen.
“Perangkat Android berharga 200 hingga 400 dolar AS cukup baik bagi pasar untuk meninggalkan perangkat Samsung berharga 600 dolar AS ke atas,” tandasnya.
Di sisi lain sang pesaing utama Samsung, yakni Apple, dinilai Bajarin cukup kebal dengan teori tersebut. Hal itu lantaran Apple menggunakan sistem operasi iOS yang notabene tidak digunakan oleh pesaingnya.
[nextpage title=”‘Kutukan’ Lima Tahunan”]
‘Kutukan’ Lima Tahunan
Siapa sangka, Nokia yang berhasil menguasai pasar ponsel hingga 14 tahun dan harus tercecer lantaran kalah bersaing dengan para seterunya di pasar. Kondisi yang sama, bukan tidak mungkin bakal dialami juga oleh vendor asal Korea Selatan ini.
Sebagai pemimpin pasar, Samsung memang dikelilingi oleh banyak pesaing yang kapan waktu bisa saja menyodok ke atas.
Bahkan di India, tahta Samsung sudah dikudeta. Mengacu pada data yang dirilis Canalys pada 3 Februari 2015 lalu, disebutkan bahwa vendor lokal di India, Micromax, berhasil menguasai pasar smartphone dengan meraih pangsa pasar 22%. Menoleh ke belakang, tepatnya pada 2014 kiprah Samsung di Tiongkok juga sudah terganggu oleh pemain lokal di sana. Xiaomi berhasil mendongkel Samsung, di mana vendor yang digawangi Hugo Barra ini berhasil mengamankan 12,5% pangsa pasar dibanding 12,1% milik Samsung.
Ironisnya lagi, berdasarkan berdasarkan laporan penjualan smartphone terbaru di Tiongkok, Samsung semakin tergeser. Vendor asal Korsel itu tidak lagi masuk di posisi lima besar. Tiga besar vendor yang berhasil menduduki posisi atas di antaranya Huawei dengan pangsa pasar 18,7 persen, disusul Xioami (12,7%) dan Lenovo (12,7%), serta diikuti kemudian oleh TCL dan Oppo.
Menilik fakta yang tersaji, kecenderungan raihan pangsa pasar Samsung memang cenderung menurun. Secara global, Samsung sendiri berhasil mengkudeta Nokia sebagai penguasa pasar pada kuartal pertama 2012. Dengan kiprahnya yang terus dikuntit sang pesaing dengan segala strategi yang dijalankan, akankah Samsung mampu bertahan setidaknya hingga lima tahun sebagai pemimpin pasar hingga tahun 2017 nanti. Atau dengan istilah yang biasa dikenal oleh pecinta K-Pop mampukah Samsung menepis ‘kutukan 5 tahun’, kita lihat saja.