4g-heroJakarta, Selular.ID – Meski masih terbatas di frekwensi 900 Mhz, era internet cepat sudah dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia sejak layanan 4G diperkenalkan oleh operator pada akhir 2014. Selain menawarkan kenyamanan bagi pelanggan, 4G juga memberi kesempatan bagi semua operator untuk menjaring revenue lebih banyak dari layanan data. Besarnya potensi ARPU data ditengah stagnasi revenue dari basic service, membuat operator bernafsu agar pundi-pundi mereka membesar.

Tren bundling di era 4G, dimulai oleh Internux Bolt. Operator milik Lippo Group ini, meluncurkan program bundling dengan Galaxy J5. Smartphone dengan spesifikasi menengah “dibungkus” bersama dengan jaringan internet 4G LTE milik Bolt, pada akhir Agustus lalu.

Setelah Bolt, Smartfren pun menyusul. Pasca melepas tiga handset Andromax 4G, tiga produk MiFi dan layanan true unlimited, operator dibawah Sinar Mas Group ini, kembali menggoda pasar lewat program bundling smartphone dengan vendor nomor satu di dunia, Samsung. Peluncuran program ini dihelat di salah satu hotel di bilangan Jakarta Pusat (3/11/2015). Saya sendiri ikut menghadiri acara yang berlangsung cukup meriah, dengan kehadiran seratusan awak media massa.

Bundling antara Smartren dan Samsung diklaim punya daya pikat. Hanya dengan membeli Samsung Galaxy J2 seharga Rp 1.9 juta, pelanggan dapat menikmati layanan 4G LTE Advanced dengan bonus paket data sebesar 4,5Gb (1,5Gb kuota data reguler dan 3Gb internet malam) yang berlaku 7 hari setelah aktivasi. Dengan isi ulang Rp 100 ribu pelanggan akan mendapatkan total quota data 19Gb (5Gb kuota reguler, 12Gb kuota malam, 2Gb kuota bonus).

bolt talk-1Direktur Marketing Smartfren Roberto Saputra, menyebutkan bahwa kerjasama ini mejadi momentum bagi Smartfren untuk terus bekerjasama dengan brand global. Bundling juga menegaskan Smartfren tak lagi identik dengan operator CDMA yang selama ini melekat, karena era LTE memberi kesempatan untuk membuka pasar seluas-luasnya karena ketersediaan handset yang mencukupi.

Coverage yang luas hingga mencapai 22 kota saat ini, memungkinkan pelanggan mengakses internet cepat dengan nyaman dan stabil. Untuk mempercepat penetrasi 4G di jaringan yang sudah luas itu, bundling adalah solusi paling efektif”, ujar Roberto.

Pasca komersialisasi layanan 4G pada Agustus 2015, Smartfren mengklaim telah menjaring 400 ribu pelanggan 4G. Artinya, meski belum signifikan, pertumbuhannya dinilai cukup baik. Operator yang bermarkas di jalan Sabang ini, optimis dapat meraih 1 juta pelanggan pada akhir 2015. Saat ini total pelanggan Smartfren mencapai 12 juta.

smartfren-4g-lte-advancedDiakui oleh Roberto, kebutuhan yang sama dengan vendor yang juga ingin meningkatkan penjualan, membuat pola bundling akan menjadi tren yang marak di era 4G ini. “Kami harus cepat masuk ke pasar agar tidak kehilangan momentum. Setelah Samsung, Smartfren akan memperluas program bundling dengan vendor-vendor global lainnya, karena ini adalah salah satu cara yang terbilang efektif untuk meningkatkan pengguna 4G”, katanya.

Dengan peluang yang sangat besar dan penetrasi pelanggan data yang masih rendah, operator akan mencoba beragam cara agar pelanggan mulai memanfaatkan layanan 4G. Operator tiga besar, Telkomsel, XL dan Indosat,juga akan semakin ngebut menggarap pasar, pasca tuntasnya refarming di frekwensi 1.800 Mhz pada akhir November ini. Tentu saja, baik Bolt maupun Smartfren tak ingin kalah langkah dengan the big three itu, sehingga bundling adalah jalan pintas dalam menjaring pelanggan 4G.

Konten dan Aplikasi

Jika kita menengok ke belakang, bundling sesungguhnya bukan strategi baru. Sejak era AMPS dan kemudian masuknya teknologi GSM, pola penjualan dengan menggabungkan dua produk dalam satu paket sejatinya sudah menjadi kiat pemasaran yang tak pernah usang. Embel-embel harga terjangkau lengkap dengan fasilitas lainnya yang disediakan membuat program bundling kerap ditunggu konsumen.

Strategi bundling semakin marak saat pemerintah membuka keran bagi masuknya operator CDMA. Keterbatasan handset, memaksa operator yang bermain di frekwensi ini untuk meluncurkan sendiri ponsel yang sudah didesain demi mendukung penjualan. Selain pasar tradisional, Esia, Smart, Fren, Star One dan Telkom Flexi, terbilang gencar memasarkan ponsel-ponsel CDMA di gerainya masing-masing. Saat pasar sudah mengalami kejenuhan, bundling juga tidak pernah surut, Operator malah tancap gas, karena bundling dapat menjadi sarana untuk mengakusisi pelanggan dari kompetitor.

Ilustrasi ponsel 4G (Foto: telegraph.co.uk)
Ilustrasi ponsel 4G (Foto: telegraph.co.uk)

Tak mau pasarnya digerus oleh Esia cs, operator GSM juga semakin gencar melakukan program bundling. Telkomsel malah saat itu dikenal sebagai raja bundling. Sekitar 70% pasar bundling dikuasai oleh Telkomsel. Keberhasilan ini tak terlepas dari kepekaan Telkomsel memahami kebutuhan pasar dan tren yang sedang berlangsung di masyarakat.

Menariknya, jika pada era price war yang terjadi pada kurun 2007 – 2011, bundling terbatas pada ponsel dengan paket bicara dan SMS, kini saat kebutuhan pengguna akan akses internet semakin meningkat, kemasan bundling juga terus mengalami pergeseran. Saat ini sudah jamak jika operator mem- bundling smartphone dengan bonus data sebagai iming-imingnya. Ke depan, dengan semakin agresifnya operator menggarap pasar 4G, dapat dipastikan bundling handset dengan bonus data akan semakin marak dilakukan.

Meski diprediksi akan kembali menjadi tren, bagi saya pribadi bundling di era 4G masih sekedar bungkus alias gimmick pemasaran. Artinya, bundling yang saat ini sudah dicetuskan oleh Bolt dan Smartfren, masih tidak berbeda dengan pola sebelumnya. Menjadikan harga dan bonus data sebagai daya tarik. Padahal jika ingin bertahan, ke depan para operator harus menjadikan content dan aplikasi sebagai basis revenue dengan mendorong masyarakat lebih banyak memanfaatkan layanan  berbasis VAS. Layanan bernilai tambah akan menjadi diferensiasi sekaligus keunggulan suatu operator atas operator lainnya. Di sisi lain, selayaknya, tren bundling dapat mendorong kolaborasi atau co-creation. Hal ini sesuai dengan karakter konsumen Indonesia saat ini yang cenderung semakin connected, high buying power dan knowledgeable.

Jika kita cemati lebih jauh pola bundling sesungguhnya juga masih belum menjamin kepentingan operator seratus persen. Karena, setelah sekian waktu, tiga atau enam bulan, bundling berbonus data itu akan tuntas dan pelanggan bisa saja berpindah ke operator lain. Artinya, tren butterfly costumer bisa kembali terjadi di era 4G.

Nah, belajar dari sebelumnya, dalam menyiapkan produk bundling, operator selayaknya tidak sekadar menitipkan kartu perdana di dalam smartphone, tetapi sekaligus menanamkan aplikasi dan beragam layanan VAS lainnya yang sudah dikustomisasi sesuai kebutuhan pelanggan. Dengan cara ini, program bundling dapat lebih efektif, tak hanya meningkatkan pelanggan 4G namun juga menjaring pelanggan berkualitas dan tentu saja loyal.

 

1 KOMENTAR