Selular.id – Indonesia Fintech Society (IFSoc) menegaskan bahwa penetapan batas atas suku bunga pinjaman daring (pinjol) oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) pada 2018 bukan merupakan praktik kartel.
Langkah ini justru dinilai menguntungkan konsumen karena berhasil menekan suku bunga pinjol yang sebelumnya sangat tinggi.
Pernyataan ini disampaikan menanggapi penyelidikan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dugaan kartel di industri fintech lending.
Anggota Dewan Pengarah IFSoc Tirta Segara, yang juga mantan Komisioner OJK periode 2017-2022, menjelaskan bahwa penetapan batas atas suku bunga merupakan arahan langsung dari OJK kepada AFPI melalui Code of Conduct.
“Penetapan ini bukanlah kartel. Saat itu OJK memberi arahan kepada AFPI untuk menata perilaku pasar,” ujar Tirta, yang dahulu membidangi perlindungan konsumen di OJK.
Tirta menambahkan bahwa langkah tersebut menjadi dasar diterbitkannya ketentuan batas atas manfaat ekonomi pinjol yang kini diatur langsung oleh OJK melalui Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19/SEOJK.06/2023. Tujuannya adalah melindungi konsumen dari suku bunga pinjol ilegal yang saat itu sangat tinggi.
Syahraki Syahrir, anggota Dewan Pengarah IFSoc lainnya, menyatakan bahwa penetapan batas atas suku bunga membawa manfaat nyata bagi masyarakat.
“Kita melihat suku bunga yang tadinya sangat tinggi akhirnya bisa terus diturunkan. Batas atas ini berfungsi sebagai pagar pengaman, sementara harga tetap bergerak mengikuti mekanisme pasar,” jelas Syahraki.
Latar Belakang Penetapan Batas Bunga
Pada 2018, industri fintech lending dihadapkan pada maraknya pinjol ilegal yang menawarkan suku bunga sangat tinggi. Untuk mengatasi masalah ini, OJK menginstruksikan AFPI menetapkan batas atas suku bunga melalui code of conduct sebesar 0,8% per hari.
Batas atas ini kemudian diturunkan menjadi maksimal 0,4% pada 2021, juga atas arahan OJK. Terakhir, OJK mengambil alih pengaturan langsung melalui SEOJK 19/SEOJK.06/2023 dengan batas maksimal 0,3% untuk pinjaman konsumtif dan 0,1% untuk pinjaman produktif.
Tirta Segara menekankan bahwa yang ditetapkan adalah batas atas, bukan penyeragaman harga atau penetapan batas bawah. “Fakta menunjukkan ruang kompetisi sesuai mekanisme pasar tetap terbuka. Banyak pelaku tidak mematok bunga di level yang sama,” katanya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada praktik kartel dalam industri fintech lending.
Baca Juga:
Rekomendasi untuk Otoritas Terkait
Syahraki Syahrir merekomendasikan agar KPPU dapat duduk bersama OJK untuk membahas persoalan ini secara komprehensif. “Apabila terbukti kebijakan tersebut menimbulkan distorsi pasar, maka lembaga terkait diminta mengevaluasi atau mencabut kebijakannya. Prioritasnya tetap harus konsumen,” tegasnya.
Dia menambahkan bahwa Indonesia memerlukan ekosistem yang melindungi peminjam dari praktik pinjaman eksesif sambil menjaga kompetisi agar mendorong inovasi dan akses pembiayaan yang lebih luas.
“Di sinilah pentingnya regulatory coherence antara otoritas sektor keuangan dan otoritas persaingan usaha,” ujar Syahraki.
IFSoc sendiri merupakan forum diskusi kebijakan di wilayah teknologi finansial yang terdiri dari ekonom senior, jurnalis senior, pemimpin industri fintech, dan mantan pejabat pemerintah seperti mantan Menkominfo Rudiantara dan mantan Asisten Gubernur BI Dyah Nastiti.
Keberadaan forum ini menunjukkan betapa kompleksnya regulasi di sektor fintech yang membutuhkan pendekatan multidisiplin.
Perkembangan industri fintech lending di Indonesia memang tidak lepas dari dinamika regulasi yang terus berubah.
Sebelum adanya penetapan batas bunga, banyak konsumen yang terjebak dengan pinjaman online dengan bunga tinggi yang memberatkan. Kini, dengan adanya pengaturan yang lebih ketat, diharapkan konsumen dapat lebih terlindungi.
Selain itu, kemajuan teknologi finansial juga didukung oleh perkembangan perbankan digital yang semakin pesat.
Regulasi yang jelas dan konsisten sangat dibutuhkan untuk menciptakan ekosistem yang sehat bagi semua pihak, baik penyedia layanan maupun konsumen.
Penyelidikan KPPU terhadap dugaan kartel di industri fintech lending ini menjadi perhatian banyak pihak, mengingat besarnya dampak industri ini terhadap perekonomian digital Indonesia. Hasil investigasi ini akan menentukan masa depan regulasi pinjol di tanah air.
Sebagai informasi, industri fintech lending telah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Banyak perusahaan fintech yang mendapatkan pendanaan besar untuk mengembangkan layanan mereka. Namun, pertumbuhan ini harus diimbangi dengan perlindungan konsumen yang memadai.
Ke depan, kolaborasi antara OJK dan KPPU akan sangat penting untuk menciptakan regulasi yang seimbang, melindungi konsumen tanpa menghambat inovasi dan kompetisi di industri fintech lending.