Jakarta, Selular.ID – Riset Canalys mengungkapkan pasar smartphone di Asia Tenggara anjlok 15% year-on-year di Q2 2023 menjadi hanya 20,9 juta unit.
Ini adalah pengiriman terendah sejak 2014, seiring berlanjutnya kondisi makroekonomi yang kurang mendukung, imbas ketidakpastian ekonomi yang mempengaruhi daya beli konsumen di hampir seantero kawasan.
Hal ini menyebabkan peningkatan stok lama, menghambat inisiatif dan inventaris baru dari vendor, serta musim perayaan yang lesu. Anjloknya pengiriman menandai penurunan pertumbuhan enam kuartal berturut-turut di Asia Tenggara.
“Perusahaan mempertahankan pendekatan yang hati-hati pada kuartal ini dan fokus pada penguatan posisi saluran untuk keberlanjutan jangka panjang,” kata Le Xuan Chiew, Analis di Canalys.
“Apple meningkatkan upaya insentif saluran karena menghadapi tantangan dalam mengkalibrasi inventaris iPhone 14 non-pro”, tambah Le Xuan.
Samsung juga menormalkan inventaris saluran. Model kelas bawah dan menengah menghadapi kanibalisasi produk karena stok lama yang didiskon menyebabkan harga tidak stabil dan penawaran produk menjadi berantakan.
Di sisi lain, Transsion adalah satu-satunya vendor yang tetap tumbuh (31%) di tengah pasar yang menurun. Tak tanggung-tanggung, pertumbuhan vendor yang berbasis di Shanghai itu, meroket hingga 31%.
Pencapaian itu mendorong vendor yang menaungi lima brand ponsel itu (Itel, Tecno, Infinix) masuk lima besar untuk pertama kalinya.
Menurut Canalys, kebijakan yang diterapkan Transsion berupa insentif saluran yang agresif dengan berfokus pada kota-kota Tier-2, mendorong lonjakan permintaan.
Canalys menilai keberhasilan Transsion tak lepas dari kinerja Infinix dan Tecno. Kedua brand ini, menerapkan inisiatif seperti paket perangkat gratis dan potongan harga, serta model kelas bawah yang terjangkau di kantong konsumen.
Meskipun terjadi penurunan tahun-ke-tahun sebesar 26%, Samsung tetap mempertahankan kepemimpinannya di Asia Tenggara, mengirimkan 4,2 juta unit, memperoleh 20% pangsa pasar. Keberhasilan vendor asal Korea itu, terutama didorong oleh model seri A terbarunya.
Baca Juga: TrendForce: Pasar Smartphone Global H1-2023 Capai Titik Terendah
Oppo mempertahankan posisi kedua dengan mengirimkan 3,4 juta unit dan menguasai 16% pangsa pasar. Vendor yang berbasis di Shenzhen itu, berinvestasi dalam meningkatkan visibilitas merek seri Find dan Reno. Strategi itu sejalan dengan upaya memperluas jangkauan pasar, seperti Malaysia dan Thailand.
Xiaomi dan Transsion sama-sama mengirimkan 2,9 juta unit, masing-masing memperoleh 14% pangsa pasar. Xiaomi memanfaatkan peluncuran baru seri Redmi Note 12 sebagai pendorong volume utama.
Transsion memperluas pangsa pasarnya dengan melakukan ekspansi di Malaysia, Thailand dan Indonesia sambil memperkuat posisi pemimpin pasarnya di Filipina.
Vendor China lainnya, Realme merebut kembali posisi kelima, mengirimkan 2,6 juta unit dan menguasai 12% pangsa pasar seiring kesuksesannya dengan peluncuran seri C barunya.
“Pada kuartal kedua tahun 2023, peningkatan adopsi 5G di pasar yang berpusat pada operator seperti Thailand dan Malaysia mendorong sejumlah momentum, karena operator telekomunikasi mencari perangkat 5G yang hemat biaya untuk melakukan promosi,” tambah Chiew.
“Pengiriman turun masing-masing sebesar 7% dan 11% tahun-ke-tahun di pasar-pasar ini, namun saluran telekomunikasi yang berkembang mampu mengurangi penurunan tersebut”, ujar Chiew.
Canalys menyebutkan, smartphone 5G dengan harga terjangkau tetap menjadi pendorong utama untuk mempertahankan pangsa pasar jangka panjang di pasar yang digerakkan oleh industri telekomunikasi.
Samsung misalnya meraih kesuksesan dengan A14 5G. Begitu pun dengan Oppo dan Vivo yang juga bersaing di segmen menengah ke bawah, melalui A78 5G dan Y36 5G.
Di sisi lain, pasar seperti Indonesia dan Filipina masing-masing turun 13% dan 18%. Merek-merek di pasar-pasar ini harus mensubsidi mitra saluran mereka karena kelebihan persediaan saluran memaksa pengecer untuk menghabiskan stok di bawah biaya untuk menciptakan ruang bagi pengiriman baru.
Vietnam, sebagai negara dengan perekonomian yang didorong oleh ekspor, mengalami penurunan pengiriman sebesar 24% karena negara tersebut sangat terkena dampak perlambatan ekonomi global.
Meski terus menurun sejak 2014, Canalys menilai prospek pertumbuhan masih terbuka di kawasan Asia Tenggara.
“Pasar diperkirakan akan mendapatkan momentum pada paruh kedua 2023 karena persediaan saluran kembali ke tingkat yang lebih sehat,” kata Sheng Win Chow, Analis di Canalys.
“Peningkatan program insentif dan peluncuran barang-barang mewah baru akan meningkatkan penjualan ritel pada Q3 2023 dan seterusnya”, imbuh Chow.
Prospek jangka panjang untuk Asia Tenggara masih baik dan Canalys memperkirakan pertumbuhan mencapai satu digit pada 2024.
Perluasan saluran online akan memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan di masa depan karena investasi dari operator e-commerce meningkatkan infrastruktur, dan pembayaran tepat waktu serta logistik akan memungkinkan e-retailer untuk melakukan penskalaan yang lebih efisien.
Di sisi lain, peningkatan pengeluaran pemasaran akan memacu permintaan dengan memungkinkan pemberian diskon yang lebih agresif.
Selain itu, peningkatan pendapatan yang dapat dibelanjakan di kawasan ini dari meningkatnya populasi kelas menengah dan generasi muda yang memasuki dunia kerja merupakan alasan kuat dalam menciptakan kondisi pasar yang lebih baik.
Baca Juga: Canalys: Top 5 Vendor Smartphone Dunia Q1-2023, Pasar Turun 12%