Selular.id – Pemerintah Amerika Serikat akhirnya memberikan lampu hijau bagi Nvidia untuk mengekspor chip AI H200 ke China.
Keputusan ini, yang diumumkan oleh mantan Presiden Donald Trump, menandai pelonggaran signifikan dari kebijakan kontrol ekspor teknologi canggih yang telah berlaku sejak 2022.
Izin ekspor ini dipandang sebagai kompromi setelah upaya Nvidia untuk menjual chip generasi Blackwell yang lebih canggih ke pasar China sebelumnya ditolak.
CEO Nvidia, Jensen Huang, telah bertemu secara pribadi dengan Trump di Washington pekan lalu untuk membahas isu kontrol ekspor ini.
Meskipun detail percakapan mereka tidak diungkapkan oleh Gedung Putih maupun perusahaan, hasilnya adalah persetujuan untuk chip H200.
Dalam pernyataannya, Nvidia menyambut baik keputusan tersebut, menyebutnya sebagai “keseimbangan yang bijaksana” yang akan mendukung lapangan kerja bergaji tinggi dan manufaktur di AS.
Keputusan ini merupakan kemenangan lobi bagi Nvidia, yang telah berusaha meyakinkan Trump dan Kongres untuk melonggarkan pembatasan yang menghalangi penjualan chip AI-nya ke ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Huang telah menjalin hubungan dekat dengan Trump sejak Pemilu November 2024 dan berargumen bahwa pembatasan justru akan menguntungkan perusahaan domestik China, seperti Huawei.
Namun, langkah ini tidak lepas dari kontroversi. Chris McGuire, peneliti senior untuk China dan teknologi baru di Council on Foreign Relations, mengkritik bahwa pelonggaran pembatasan pada H200 berisiko memberikan keunggulan bagi perusahaan China seperti DeepSeek yang bersaing dengan AS dalam pengembangan AI.
“Di saat China menekan kita sekeras mungkin dalam segala hal, mengapa kita menyerah?” ujarnya.
Setelah pertemuannya dengan Trump, Huang sendiri mengungkapkan ketidakpastian apakah China akan menerima chip H200.
“Kami tidak tahu. Kami tidak tahu sama sekali,” beber Huang saat memasuki rapat tertutup dengan anggota Komite Perbankan Senat.
Ia menegaskan bahwa Nvidia tidak bisa menurunkan kualitas chip yang dijual ke China karena mereka tidak akan menerimanya.
Baca Juga:
Mekanisme dan Biaya Ekspor yang Baru
Menurut pejabat Departemen Perdagangan AS, mekanisme ekspor chip H200 ini akan melibatkan biaya tambahan bagi pemerintah AS berupa tarif sebesar 25%.
Tarif ini akan dikenakan saat chip dikirim dari pabrik di Taiwan ke Amerika Serikat untuk diperiksa oleh Biro Industri dan Keamanan (BIS) Departemen Perdagangan sebagai bagian dari tinjauan keamanan.
Setelah lolos pemeriksaan, chip tersebut baru akan dikirimkan kepada pelanggan di China.
Model pembayaran ini mengingatkan pada skema yang pernah digembar-gemborkan Trump pada Agustus lalu.
Saat itu, Nvidia mendapat izin untuk menjual chip H20 dan AMD untuk prosesor MI308 ke China, dengan kesepakatan bahwa perusahaan akan membayar 15% dari penjualan mereka di China kepada pemerintah AS.
Namun, pembayaran itu akhirnya gagal terealisasi karena peraturan yang melegalkannya tidak pernah diterbitkan.
Kebijakan tarif semacam ini kerap menjadi alat dalam dinamika perdagangan global, sebagaimana pernah dikaji dalam konteks lain di Indonesia terkait tarif layanan OTT.
Pasar China yang Bergejolak dan Persaingan Ketat
H200 dan H20 berasal dari generasi prosesor Hopper yang sama, yang sebenarnya sudah dianggap usang.
Nvidia telah menjual generasi Blackwell yang lebih canggih di AS dan sedang bersiap untuk beralih ke generasi chip berikutnya bernama Rubin.
Namun, bagi pasar China yang dibatasi, H200 tetap merupakan lompatan signifikan.
Menurut Pusat Keamanan dan Teknologi Baru Universitas Georgetown, kinerja pemrosesan total H200 hampir 10 kali lipat dari batas yang sebelumnya diizinkan untuk ekspor ke China.
Persoalannya, pasar China tidak selalu terbuka. Ekspor chip H20 sebelumnya pada akhirnya terhambat oleh otoritas Beijing, yang mengimbau calon pelanggan domestik untuk menghindari produk AS dan beralih ke prosesor buatan perusahaan China.
Hal ini secara efektif memblokir Nvidia dan AMD dari pasar semikonduktor terbesar di dunia.
Huang mengakui bahwa China mewakili pasar potensial senilai US$50 miliar bagi perusahaannya, meski untuk saat ini Nvidia mengecualikan pendapatan dari pusat data China dari proyeksi keuangannya.
“Kami sangat senang jika mendapat kesempatan untuk kembali masuk ke pasar China,” ujarnya dalam sebuah wawancara.
Upaya lobi Nvidia juga berhasil di Kongres pekan lalu, ketika para legislator menghilangkan ketentuan dari Undang-Undang pertahanan yang akan membatasi perusahaan menjual chip AI canggihnya ke China dan negara-negara lain yang dikenai embargo senjata.
RUU yang disebut GAIN AI Act itu sempat mengancam, tetapi akhirnya tidak jadi dimasukkan.
Langkah pelonggaran ini berisiko memicu penolakan dari kalangan keamanan nasional di Washington.
Senator Elizabeth Warren, anggota Demokrat senior di panel perbankan, memperingatkan bahwa langkah tersebut “berisiko mempercepat upaya China untuk mendominasi teknologi dan militer, serta mengancam keamanan ekonomi dan nasional AS.”
Sementara itu, para anggota parlemen masih menggodok RUU bipartisan lain yang dikenal sebagai UU SAFE, yang akan memodifikasi pembatasan ekspor semikonduktor canggih AS ke pasar China.
Di tengah ketegangan geopolitik dan persaingan teknologi, keputusan untuk mengizinkan H200 mencerminkan tarik-ulur antara kepentingan ekonomi dan keamanan nasional.
Bagi Nvidia, ini adalah pintu yang terbuka kembali, meski dengan syarat dan ketidakpastian.
Bagi pasar China, kehadiran H200 bisa menjadi opsi baru, meski dorongan untuk menggunakan produk domestik tetap kuat.
Perkembangan kebijakan tarif dan kontrol ekspor ini menjadi perhatian banyak pelaku industri teknologi global, tidak jauh berbeda dengan perdebatan mengenai efek tarif pada industri telekomunikasi di berbagai negara.
Reaksi pasar terhadap pengumuman ini positif. Saham Nvidia dan AMD masing-masing melejit sekitar 2% pada perdagangan akhir setelah Trump mengumumkan keputusan tersebut.
Intel, yang diperkirakan tidak diuntungkan oleh perubahan ini dalam waktu dekat, hanya naik kurang dari 1%. Keputusan ini sekaligus menunjukkan bagaimana kebijakan satu negara dapat langsung berdampak pada valuasi perusahaan teknologi raksasa, sebuah dinamika yang juga terlihat ketika perusahaan seperti Apple berhadapan dengan kebijakan tarif di India.
Ke depan, semua mata akan tertuju pada respons China. Apakah pelanggan di China akan menerima H200, ataukah kebijakan “buy local” akan kembali menghalangi?
Jawabannya akan menentukan apakah kemenangan lobi Nvidia ini akan berbuah menjadi kemenangan finansial yang nyata, atau sekadar izin di atas kertas yang tidak banyak mengubah peta persaingan chip AI antara AS dan China.



