Selular.id – Hasil lelang pita frekuensi 1,4 GHz yang diumumkan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mencatat kemenangan mengejutkan.
PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI) melalui anak usahanya PT Telemedia Komunikasi Pratama di Regional 1, serta PT Eka Mas Republik, anak usaha PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) atau MyRepublic di Regional 2 dan 3.
Kemenangan kedua perusahaan ini mengalahkan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) yang justru kalah di semua lini regional.
Pengamat Telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, menilai hasil lelang ini cukup mengejutkan.
“Saya lihat hasil lelang frekuensi 1,4 GHz ini cukup mengejutkan. Surge melalui Telemedia Komunikasi Pratama menang di Regional 1, sementara MyRepublic lewat Eka Mas Republik sapu Regional 2 dan 3, dan Telkom justru kalah di semua lini,” kata Heru kepada Selular.id, Jumat (17/10/2025).
Heru mengatakan hasil tersebut bisa menjadi game changer bagi industri telekomunikasi Indonesia karena membuka peluang kompetisi lebih sehat di luar pemain besar seperti Telkom.
Kemenangan kedua perusahaan ini berpotensi menciptakan persaingan yang lebih terbuka dan memperluas akses layanan broadband di Indonesia.
Detail Kemenangan dan Spektrum yang Diperoleh
Berdasarkan pengumuman resmi Komdigi, PT Telemedia Komunikasi Pratama menjadi pemenang untuk Regional I yang meliputi Pulau Jawa, Maluku, dan Papua dengan penawaran tertinggi senilai Rp403,7 miliar.
WIFI mengungguli PT Telkom Indonesia dengan penawaran Rp399 miliar, dan PT Eka Mas Republik sebesar Rp331 miliar.
Sementara itu, PT Eka Mas Republik memenangkan Regional II yang meliputi Sumatra, Bali, dan Nusa Tenggara dengan penawaran Rp300,8 miliar, lebih tinggi dari Telkom (Rp259 miliar) dan Telemedia (Rp136 miliar).
Eka Mas juga memenangkan Regional III yang mencakup Kalimantan dan Sulawesi dengan harga penawaran Rp100 miliar, mengalahkan Telkom (Rp80 miliar) dan Telemedia (Rp64 miliar).
Heru menyoroti distribusi spektrum yang diperoleh kedua pemenang. Surge memegang spektrum luas 80 MHz di zona Jawa, Papua, dan Maluku.
Sementara MyRepublic menguasai 160 MHz di Sumatera, Bali, NT, Kalimantan, dan Sulawesi.
“Tapi ingat, masih ada masa sanggah sebelum resmi. Secara keseluruhan, ini positif untuk perluasan internet murah 100 Mbps ke daerah terpencil, tapi harus diawasi agar komitmen infrastruktur terpenuhi,” ujarnya.
Baca Juga:
Kapasitas Teknologi dan Pengalaman Pengembangan Jaringan
Heru menambahkan bahwa baik Surge maupun MyRepublic memiliki kapasitas teknologi dan pengalaman yang kuat untuk mengembangkan jaringan pita lebar (Broadband Wireless Access/BWA) di wilayah yang dimenangkan.
Kedua perusahaan sudah membangun jaringan fiber optic masif, termasuk subsea cable dengan kapasitas mencapai 64 Tbps, serta fokus pada broadband untuk SME dan enterprise.
“Anak usahanya, Telemedia, spesialis wireless telecom, jadi mereka siap integrasikan 1,4 GHz untuk ekosistem BWA yang ekspansif, terutama di Regional 1,” tutur Heru. Sementara MyRepublic, lanjut Heru, bagian Sinarmas, sudah punya pengalaman menjadi ISP fiber di Indonesia dengan 1 juta pelanggan.
MyRepublic menunjukkan ekspansi cepat dengan menambah 3 juta homepasses tahun ini. Di Regional 2-3, mereka bisa membangun ekosistem kuat untuk layanan rumah tangga dan SME, fokus pada akses terjangkau dan TV berlangganan.
“Keduanya punya modal teknologi dan ekspansi, tapi tantangannya di komitmen buka jaringan ke operator lain. Regulator harus memantau agar cita-cita lelang 1,4 GHz ini dapat terwujud,” lanjut Heru.
Pengamat Telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo, menilai kemenangan perusahaan dalam lelang ini baru merupakan langkah awal dari tanggung jawab besar untuk membangun infrastruktur dan layanan sesuai komitmen yang telah ditetapkan. Menurutnya perlu pengawasan atau pengendalian dari Komdigi.
“Alangkah baiknya diumumkan ke publik. Diharapkan para pemenang lelang bukan hanya memenuhi komitmen pembangunan (target minimal). Informasi pemenuhan komitmen pembangunan ke publik sangat penting, sebagai bentuk akuntabilitas Komdigi dalam mengelola pita frekuensi yang merupakan sumber daya yang terbatas,” kata Agung.
Proses lelang frekuensi 1,4 GHz ini sebelumnya telah menjadi perbincangan hangat di industri telekomunikasi.
Sebelum lelang digelar, beberapa pengamat justru mempertanyakan urgensi lelang spektrum 1,4 GHz dibandingkan dengan spektrum 700 MHz yang dianggap lebih strategis.
Mekanisme Pembayaran dan Tahap Selanjutnya
Pada tahun pertama, para pemenang lelang diwajibkan membayar tiga kali nilai penawaran, kemudian membayar sesuai nilai penawaran selama sembilan tahun berikutnya.
Komdigi menyampaikan bahwa peserta seleksi masih dapat menyampaikan sanggahan terhadap hasil seleksi paling lambat Jumat, 17 Oktober 2025 pukul 15.00 WIB.
Apabila tidak ada sanggahan, proses seleksi akan dilanjutkan ke tahap penyampaian laporan hasil seleksi dan penetapan resmi pemenang oleh Menteri Komunikasi dan Digital.
Periode sanggah ini menjadi momen krusial sebelum keputusan final diumumkan.
Dinamika pengembangan jaringan di regional yang dimenangkan akan menjadi tantangan tersendiri.
Seperti yang terjadi dengan XL Axiata yang terus memperkuat jaringan di Kalimantan pasca merger, pengembangan infrastruktur di daerah membutuhkan strategi khusus.
Industri telekomunikasi Indonesia memang terus mengalami transformasi.
Sejak era Smartfren yang aktif mempromosikan layanan di event besar seperti PRJ 2012, kompetisi di sektor ini semakin ketat dengan hadirnya pemain-pemain baru yang membawa inovasi teknologi.
Keberhasilan Surge dan MyRepublic dalam lelang frekuensi 1,4 GHz ini membuka babak baru dalam persaingan penyedia layanan broadband di Indonesia.
Kedua perusahaan kini memiliki tanggung jawab besar untuk mewujudkan komitmen perluasan akses internet berkualitas dengan harga terjangkau, khususnya di daerah-daerah yang selama ini masih mengalami kesenjangan digital.