Selular.id – LinkedIn akan mulai menggunakan data profil, postingan, resume, dan aktivitas publik pengguna untuk melatih model AI-nya mulai 3 November 2025.
Kebijakan ini akan diterapkan secara default bagi pengguna di berbagai wilayah, termasuk mereka yang berada di Uni Eropa, Kawasan Ekonomi Eropa (EEA), Swiss, Kanada, dan Hong Kong.
Pengguna harus secara aktif memilih untuk tidak berpartisipasi jika tidak ingin datanya digunakan.
Platform jaringan profesional milik Microsoft ini mengonfirmasi perubahan kebijakan pemrosesan datanya melalui sebuah halaman dukungan.
Perusahaan menyatakan bahwa penggunaan data ini didasarkan pada “kepentingan sah” (legitimate interest) menurut kerangka hukum yang berlaku.
Keputusan untuk mengaktifkan setelan ini secara otomatis telah memicu kekhawatiran di kalangan pengguna, yang merasa hak untuk memilih seharusnya diberikan secara lebih jelas sejak awal.
“Jika Anda keberatan dengan pemrosesan data atau konten Anda untuk melatih model AI generatif atau model machine learning lainnya, Anda dapat mengajukan keberatan melalui formulir ‘LinkedIn Data Processing Objection’,” tulis LinkedIn dalam pernyataannya.
Namun, penting untuk dicatat bahwa penolakan ini hanya akan berlaku untuk data yang dikumpulkan setelah pengguna memilih keluar.
Data yang telah terkumpul sebelumnya akan tetap dipertahankan dalam lingkungan pelatihan AI.
Langkah LinkedIn ini bukanlah yang pertama di industri teknologi. Pada September 2024, Meta juga mengumumkan niat serupa untuk menggunakan data pengguna Facebook dan Instagram guna melatih model AI-nya.
Meski sempat dijeda menyusul keluhan dari otoritas perlindungan data, Meta kemudian melanjutkan program tersebut dengan menyediakan opsi opt-out yang lebih jelas.
Tren ini menunjukkan betapa data pengguna semakin menjadi komoditas berharga dalam perlombaan pengembangan kecerdasan buatan.
Proses untuk memilih keluar dari program pelatihan AI LinkedIn relatif lebih mudah dibandingkan dengan setelan privasi rumit yang sering ditemui di platform media sosial lainnya.
Pengguna dapat menemukan opsi ‘Data for Generative AI Improvement’ di dalam bagian ‘How LinkedIn uses your data’, yang terletak di bawah menu ‘Data privacy’ dalam Pengaturan (Settings).
Meski mudah diakses, fakta bahwa setelan ini diaktifkan secara default tetap menjadi poin kritik utama.
Baca Juga:
Perkembangan ini terjadi di tengah maraknya adopsi teknologi AI di dunia kerja. Sebuah laporan terbaru bahkan menunjukkan bahwa mayoritas pekerja di Indonesia sudah menggunakan AI generatif dalam aktivitas profesional mereka.
Pelatihan AI berbasis data nyata seperti yang dilakukan LinkedIn diharapkan dapat menghasilkan model yang lebih akurat dan kontekstual, khususnya untuk aplikasi di bidang rekrutmen dan jaringan profesional.
Hal ini sejalan dengan kemunculan berbagai platform rekrutmen digital berbasis AI yang ingin mengoptimalkan proses pencarian talenta.
Implikasi dan Perlindungan Data
LinkedIn menegaskan bahwa data dari pengguna yang berusia di bawah 18 tahun akan dikecualikan dari proses pelatihan model AI.
Komitmen ini merupakan bagian dari upaya platform untuk mematuhi regulasi perlindungan data yang ketat, seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Eropa.
Kebijakan ini sedikit banyak meredakan kekhawatiran mengenai eksploitasi data pengguna muda.
Namun, bagi pengguna dewasa, kebijakan opt-out yang bersifat prospektif—hanya melindungi data masa depan—tetap menyisakan pertanyaan tentang nasib data yang sudah terlanjur dikumpulkan.
Dalam era di mana AI dikhawatirkan mengancam jenis pekerjaan tertentu, kontrol atas data pribadi menjadi semakin krusial.
Pengguna dituntut untuk lebih proaktif dalam mengelola setelan privasi akun mereka.
Kebutuhan akan literasi digital dan pemahaman tentang AI pun semakin mendesak.
Inisiatif seperti pelatihan AI yang ditujukan bagi pelajar dan mahasiswa menjadi penting untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi transformasi dunia kerja yang dipengaruhi oleh kecerdasan buatan.
Pemahaman ini tidak hanya terkait penggunaan工具, tetapi juga tentang bagaimana data mereka diproses dan dimanfaatkan oleh platform teknologi.
Kebijakan LinkedIn ini kemungkinan akan menjadi preseden bagi platform lain yang juga mengincar data pengguna untuk pengembangan AI.
Di sisi lain, beberapa layanan justru mengambil pendekatan berbeda. WeTransfer, misalnya, baru-baru ini harus mengeluarkan serangkaian janji bahwa mereka tidak menggunakan data pengguna untuk melatih model AI setelah perubahan ketentuan layanannya menimbulkan kecurigaan.
Perbedaan pendekatan ini menunjukkan dinamika dan tingkat kematangan yang beragam dalam industri menanggapi isu etika AI dan privasi data.
Dengan tenggat waktu November 2025 yang masih cukup lama, pengguna LinkedIn memiliki waktu untuk mempertimbangkan pilihan mereka dan menyesuaikan setelan privasi sesuai dengan kenyamanan masing-masing.
Kebijakan ini juga memberikan waktu bagi regulator dan masyarakat sipil untuk mengawasi dan mungkin memberikan masukan lebih lanjut.
Perkembangan kebijakan privasi dan etika AI di platform-platform besar seperti LinkedIn akan terus menjadi sorotan, menandai babak baru dalam hubungan antara pengguna, data, dan kecerdasan buatan.